Panggung Soundrenaline M Bloc pada Minggu (21/12) menjadi saksi kehadiran sebuah unit musik unik asal Cirebon bernama Sillas. Di tengah dominasi lirik bahasa Indonesia dan Inggris, Sillas muncul dengan pilihan unik: menggunakan bahasa Arab dalam balutan musik indie pop yang manis dan penuh filosofi.
Terbentuknya Sillas tak lepas dari situasi pandemi COVID-19. Athar, sang pembetot bass, mengenang masa awal meramu konsep band ini saat ruang gerak terbatas.
"Berawal dari COVID, bingung itu mau ngapain ya. Tapi mencoba untuk membuat Sillas ini di awal COVID," ungkap Athar saat berbincang bersama kumparan usai manggung di di M Bloc Space.
Nama 'Sillas' sendiri justru berakar dari tokoh agama Kristen.
"Kenapa namanya Sillas? Sillas tuh sebetulnya kami ambil dari nama tokoh agama Kristen, namanya Pendeta Santo Silas. Dari situ kami berangkat," jelas Obeth, sang gitaris.
Pemilihan nama tersebut bukan tanpa alasan. Sillas ingin membawa kampanye toleransi yang kuat melalui karya-karya mereka.
Obeth bercerita kenangan masa kecilnya di Cirebon yang inklusif menjadi sumber kreativitas mereka.
"Aku dulu pas waktu kecil bermain bola di gereja atau bermain bola di tempat peribadatan itu tidak tabu ya. Kok sekarang jadi tabu gitu? Begitu aneh gitu kita sudah enggak boleh main di tempat peribadatan," tutur Obeth mengenang masa kecilnya.
Alasan Sillas Gunakan Bahasa ArabMengenai bahasa Arab, Sillas menyebut pilihan itu murni sebagai bentuk apresiasi budaya, bukan semata urusan religi. Obeth menjelaskan, bahasa Arab adalah produk budaya yang sangat kaya akan makna dan nilai filosofis.
"Sebetulnya bahasa Arab bukan memiliki agama tertentu ya. Bahasa Arab tuh sebetulnya produk budaya gitu. Jadi sebenarnya bagaimana cara sudut pandang mereka aja sih menganggap bahwa bahasa Arab bukan milik agama tertentu melainkan budaya," tegas Obeth.
Dani, sang drummer, menambahkan latar belakang kota asal mereka, Cirebon, turut memperkuat alasan pemilihan bahasa ini. Cirebon dikenal sebagai kota pelabuhan yang menjadi titik temu berbagai budaya selama berabad-abad.
"Iya kalau boleh nambahin karena Cirebon juga perpaduan kulturnya luar biasa ya, antara Arab, Tionghoa, Jawa, jadi bahasa Arabnya jadi salah satu yang kita pilih," ujar Dani.
Meski memakai bahasa yang asing bagi sebagian pendengar musik indie pop, Sillas tetap percaya diri. Mereka berharap pendengar bisa menangkap emosi dari nada dan notasi yang mereka tawarkan sebelum menyelami liriknya.
"Harapannya dengan bahasa Arab kami lebih mengedepankan musiknya, nada dan notasinya. Dari situ kita bicara ditambah lagi dengan lirik yang berbahasa Arab. Bahasa Arab itu kan bahasa yang paling banyak maknanya, jadi interpretasi yang mendengarkan semoga sih punya interpretasi sendiri," tutup Obeth.



