Danantara dan AS Mulai Diskusi soal Keinginan Trump Akses Mineral Kritis RI

kumparan.com
4 jam lalu
Cover Berita

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan perkembangan terbaru dari perundingan lanjutan perjanjian dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS).

Ia mengungkapkan permintaan AS untuk memperoleh akses mineral kritis dari Indonesia kini telah memasuki tahap pembahasan implementasi. Menurutnya, komunikasi telah terjalin antara Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dengan lembaga ekspor AS, serta dengan sejumlah perusahaan asal AS yang tertarik menanamkan investasi di sektor mineral kritis di Indonesia.

“Yang critical mineral sudah ada pembicaraan Danantara dengan badan ekspornya di Amerika dan beberapa lagi, dan juga ada perusahaan Amerika yang sudah berbicara dengan perusahaan critical mineral di Indonesia,” kata Airlangga dalam konferensi pers di Pondok Indah Mall, Jakarta Selatan, Jumat (26/12).

Terkait peran Danantara dalam perundingan ini, Airlangga mengatakan lembaga tersebut akan berperan dalam skema bisnis ke bisnis dengan perusahaan-perusahaan AS yang berminat di sektor mineral kritis hingga sektor lain.

“Kalau misalnya kalau copper (emas) kan kita ada Freeport. Kalau nikel ada Vale. Kemudian kalau untuk baterai ada Ford Motor Company. Ada Tesla dan sebagainya,” tutur Airlangga.

Airlangga menambahkan, daftar komoditas yang menjadi bagian dari kebijakan AS sejatinya sudah tercantum dalam executive order. Namun, khusus untuk Indonesia, kebijakan tersebut akan diperluas dengan memasukkan sejumlah komoditas tambahan, termasuk kelapa sawit yang bebas tarif masuk AS.

“(Total komoditas) ya nanti kita lihat detailnya,” lanjut Airlangga.

Ia kembali menegaskan tembaga merupakan salah satu mineral kritis utama dalam pembahasan, dengan Freeport yang telah membangun fasilitas pemurnian di Gresik. Selain tembaga, mineral kritis lain yang dimiliki Indonesia antara lain nikel, bauksit, serta logam tanah jarang atau rare earth.

Rare earth kita juga masih dalam proses. Itu by-product dari Timah,” ucap Airlangga.

Airlangga juga menegaskan kebutuhan AS terhadap mineral kritis mencakup berbagai sektor strategis, seperti industri otomotif, penerbangan, hingga bidang pertahanan dan perlengkapan militer.

“Terhadap semua akses itu mereka (AS) perlukan. Karena itu untuk otomotif, untuk pesawat terbang, untuk roket, untuk pertahanan peralatan, pertahanan militer,” jelas Airlangga.

Sebelumnya, kesepakatan mengenai hasil negosiasi tarif resiprokal yang dikenakan AS kee Indonesia menemui titik terang. Dokumen mengenai kesepakatan tersebut ditarget akan ditandatangani pada akhir Januari 2026.

Airlangga menjelaskan, saat ini seluruh isu dalam dokumen Agreement Reciprocal Trade (ART) sudah disetujui baik oleh AS maupun Indonesia. Dengan begitu, kini proses selanjutnya adalah penyelesaian proses teknis.

“Setelah seluruh proses teknis diselesaikan maka diharapkan sebelum akhir bulan Januari ini (2026) akan disiapkan dokumen untuk dapat ditandatangani secara resmi oleh Bapak Presiden Prabowo dan Presiden Amerika Serikat Pak Donald Trump,” kata Airlangga dalam konferensi pers secara daring, dikutip Jumat (26/12).

Prabowo akan terbang langsung ke Washington DC untuk penandatanganan. Meski demikian, pemerintah AS masih mengatur waktu yang tepat untuk pertemuan Prabowo dengan Trump.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Kunjungan Wisatawan ke Ancol Tembus 46 Ribu saat Libur Natal, Pantai Jadi Primadona
• 10 jam lalupantau.com
thumb
Shihlin Hadirkan 2 Varian Shihlin Drinks sebagai Pelengkap Menu Favorit
• 8 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Jogja Padat Saat Nataru, Wisatawan Tak Masalah Macet-macetan di Pusat Kota
• 7 jam lalusuara.com
thumb
Kasus Pencemaran Nama Baik dr. Richard Lee, Doktif Resmi Tersangka
• 11 jam lalutabloidbintang.com
thumb
TikTok Jadi Mesin Cuan, Laba ByteDance Diproyeksi Tembus Rp837 Triliun
• 2 jam laluviva.co.id
Berhasil disimpan.