Bayang-bayang Bea Keluar Ekspor Batubara di Tengah Tekanan Industri

kompas.id
14 jam lalu
Cover Berita

Rencana pemerintah menerapkan bea keluar atas ekspor batubara dan emas mulai 2026 ditujukan untuk mendongkrak penerimaan negara dari subsektor pertambangan mineral dan batubara. Namun, di balik tujuan tersebut, kebijakan ini membayangi potensi dampak terhadap industri batubara yang tengah berada di bawah tekanan seiring pelemahan harga dan melambatnya permintaan di pasar global.

Dalam beberapa tahun terakhir, produksi batubara Indonesia terus membesar. Mengacu pada data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada 2024, realisasi produksi mencapai 836 juta ton atau melebihi target sebesar 710 juta ton. Realisasi tersebut juga meneruskan tren peningkatan produksi ”emas hitam”, yakni 563,7 juta ton (2020), 614 juta ton (2021), 687,4 juta ton (2022), dan 775,2 juta ton (2023).

Kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation) juga belakangan terus terpenuhi. Sebaliknya, porsi ekspor terus meningkat. Pada 2024, dari total produksi sebesar 836 juta ton, sebesar 27,9 persen untuk kebutuhan dalam negeri, 66,4 persen untuk diekspor, dan sisanya untuk stok.

Kondisi harga yang terjaga selama beberapa tahun terakhir turut mendorong produksi batubara terus meningkat, bahkan kerap melampaui target nasional setiap tahun. Akan tetapi, memasuki 2025, harga batubara mulai melemah dan sempat turun hingga sekitar 95 dollar AS per ton pada April 2025. Setelah itu, harga kembali bergerak naik meski masih sulit menembus level 110 dollar AS per ton hingga Desember 2025. Pelemahan permintaan dari China, salah satu pengimpor utama, menjadi salah satu faktor yang memicu kondisi itu.

Baca JugaBatubara pada 2050: Mati Perlahan atau Bertransformasi?

Menghadapi tahun 2026, pemerintah melihat adanya tantangan dalam optimalisasi penerimaan negara dari subsektor mineral dan batubara. Itu, antara lain, akibat fluktuasi harga komoditas regional dan global, dorongan transisi energi hijau, serta kebutuhan menjaga stabilitas pendapatan negara. Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (8/12/2025).

Dalam rangka menjawab tantangan itu, pemerintah menyiapkan sejumlah instrumen fiskal, termasuk penerapan bea keluar terhadap ekspor batubara dan emas. Khusus batubara, diharapkan juga akan ada peningkatan nilai tambah. ”Instrumen BK (bea keluar) disiapkan guna meningkatkan penerimaan negara sekaligus mendorong hilirisasi dan dekarbonisasi, yang saat ini mekanismenya sedang kami finalisasi bersama kementerian terkait,” kata Purbaya.

Dalam rapat itu, Purbaya menyinggung bahwa sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, status batubara menjadi barang kena pajak sehingga industri batubara dapat meminta restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran pajak) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ke pemerintah. Nominalnya sekitar Rp 25 triliun per tahun. Menurut dia, kondisi tersebut seperti memberi subsidi kepada industri yang memiliki keuntungan besar.

Sedang dihitung

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menuturkan, dalam rangka pengelolaan sumber daya alam, Presiden Prabowo Subianto selalu merujuk pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Adapun Ayat (3) pasal tersebut berbunyi: Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Para menteri pun harus mengikuti apa yang diperintahkan.

Akan tetapi, pengenaan bea keluar juga mesti melihat kondisi pasar. ”Kita kenakan apabila (harga) pasarnya sudah mencapai angka tertentu. Jadi, kalau harga rendah, profitnya, kan, kecil. Syukur kalau untungnya masih ada. Negara juga, kan, harus fair. Kalau nilai jual besar, harga ekspor besar, wajar negara meminta agar mereka kena bea keluar. Formulasinya sedang kami buat. Tim saya lagi hitung,” tutur Bahlil di Jakarta, Jumat (19/12/2025).

Baca JugaTekanan Harga dan Ujian Jangka Panjang ”Emas Hitam”

Pelaksana Tugas Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani, Senin (22/12/2025), mengatakan, dirinya memahami pertimbangan pemerintah dalam menjaga keseimbangan penerimaan negara di tengah fluktuasi harga batubara. Pada prinsipnya, industri juga menyadari bahwa kontribusi terhadap negara akan meningkat ketika harga batubara membaik.

”Namun, yang menjadi perhatian pelaku usaha adalah kepastian dan fairness (kewajaran) kebijakan. Hingga saat ini, industri masih menunggu kejelasan teknis mengenai skema bea keluar, termasuk penentuan harga acuan dan besaran tarif. Kami berharap, kebijakan akan proporsional, transparan, dan terukur sehingga tetap menjaga daya saing industri sekaligus mendukung penerimaan negara,” ujar Gita.

Mengenai restitusi PPN, lanjut Gita, perlu dipahami bahwa mekanisme tersebut merupakan bagian dari sistem perpajakan yang berlaku umum dan bukan perlakuan khusus bagi industri pertambangan batubara. Restitusi mencerminkan kelebihan pembayaran pajak yang disesuaikan dengan kondisi usaha. ”Pada prinsipnya, restitusi pajak ialah hak wajib pajak yang berlaku, baik saat harga batubara rendah maupun tinggi,” ucapnya.

Sementara itu, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) pada sesi tanya jawab paparan publik (public expose) tahunan Adaro yang digelar di Jakarta, Senin, menyampaikan telah mendengar tentang rencana penerapan bea keluar batubara. Akan tetapi, hingga kini, ketentuan bea keluar itu belum terbit.

”Namun, sebagai hipotesis, apabila ketentuan ini terbit, maka hal tersebut kemungkinan dapat memengaruhi daya saing batubara Indonesia. Selanjutnya, mengenai kenaikan bea keluar batubara, kita akan tunggu keputusan dari pemerintah. Dengan adanya kondisi pasar batubara yang cukup berat, mudah-mudahan ketentuan yang akan terbit dapat mendukung industri batubara,” tulis Adaro Andalan Indonesia melalui keterbukaan informasi, Rabu (24/12/2025).

Baca JugaBatubara, Dibenci Sekaligus Dibutuhkan
Kondisi hulu-hilir pertambangan

Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo menuturkan, terkait pengenaan bea keluar pada komoditas batubara, hal pertama yang perlu menjadi pertimbangan adalah harga global batubara yang saat ini relatif rendah. Harga batubara acuan periode kedua Desember saja sebesar 100,82 dollar AS per ton, bahkan diproyeksikan tidak akan ada kenaikan signifikan pada 2026.

Apabila pemerintah tetap akan mengeluarkan kebijakan bea keluar batubara, perlu dilihat bagaimana proyeksi harga komoditas tersebut ke depan. Termasuk bagaimana kondisi biaya penambangan per ton saat ini terhadap kondisi pasar yang relatif masih tertekan, bahkan kelebihan pasokan (oversupply). Apalagi, untuk batubara kualitas rendah, dengan harga jual yang semakin mendekati biaya penambangan.

Oleh karena itu, lanjut Singgih, pemerintah jangan hanya sebatas mengeluarkan kebijakan pada 2026. ”Namun, harus mempertimbangkan kondisi hulu (biaya penambangan) dan hilir. Kemudian, kebijakan bukan pada tahun berapa akan dikeluarkan, tetapi pada kondisi apa kebijakan dikeluarkan. (Misalnya) Pada level indeks harga berapa (bea keluar) itu diterapkan,” ujarnya.

Singgih menilai, kebijakan tersebut sebaiknya diterapkan jika harga batubara di atas 160 dollar AS per ton. Selain itu, sebaiknya juga diterapkan pola tiered basis (bertingkat) terhadap kenaikan harga, seperti yang diterapkan pada royalti batubara.

Bea keluar batubara dapat menjadi satu jalan guna mengoptimalkan penerimaan di tengah dinamika fiskal yang kian menantang. Namun, perlu juga dilihat secara cermat dengan mempertimbangkan kondisi industri batubara yang sedang menghadapi tekanan harga dan perlambatan permintaan global. Yang utama adalah terciptanya keseimbangan antara penguatan kas negara dan menjaga daya saing pertambangan batubara untuk jangka panjang.

Baca JugaKetergantungan Batubara Kaltim dan Persoalan Struktural dalam Transisi Energi


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Polri Salurkan Bantuan dan Kerahkan Alat Berat, Percepat Pemulihan Banjir Aceh
• 2 jam laludisway.id
thumb
Diisukan Jadi Selingkuhan Ridwan Kamil, Aura Kasih Miliki Rumah Senilai Rp 50 Miliar? Atta Halilintar Sempat Spill
• 6 jam lalugrid.id
thumb
BNPB: 1.137 Orang Tewas akibat Banjir Bandang dan Longsor di Sumatra
• 12 jam lalumerahputih.com
thumb
Pemerintah Tegaskan Kenaikan UMP 2026 Berdasarkan Formula Ekonomi, UMP DKI Naik 6,17 Persen
• 19 jam lalupantau.com
thumb
Suara Warga Jakarta Era Pramono: Transportasi, Taman, hingga Blok M
• 6 jam laluidntimes.com
Berhasil disimpan.