JAKARTA, KOMPAS.TV - Ekonom senior Didik J Rachbini menilai, kebijakan reforma agraria harus ditempatkan sebagai strategi mitigasi bencana jangka panjang untuk mengatasi banjir berulang di berbagai wilayah Sumatera.
Terbaru, banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara menewaskan lebih dari 1.000 orang, dengan ratusan ribu warga lainnya terdampak.
Menurut Didik, banjir besar yang terjadi di Sumatera tidak bisa lagi dipahami semata sebagai fenomena alam.
Peristiwa tersebut merupakan indikator kegagalan tata kelola agraria, tata ruang, dan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) yang berlangsung selama puluhan tahun.
Baca Juga: Simak! Ini Perbedaan Sawit dan Hutan I ZOOM CASTER
“Banjir di Sumatera ini bukan sekadar musibah, tetapi peringatan keras atas deforestasi dan ketimpangan penguasaan tanah,” kata Didik dalam keterangannnya kepada Kompas.tv, Sabtu (27/12/2025).
Ia menjelaskan, selama ini pendekatan penanganan banjir terlalu berfokus pada solusi teknis jangka pendek seperti normalisasi sungai, tanggul, dan bantuan darurat.
Padahal, akar persoalan banjir berada pada struktur penguasaan dan penggunaan tanah yang tidak adil serta degradasi ekologis di wilayah hulu hingga hilir.
“Karena itu kebijakan reforma agraria adalah solusi yang mendasar dan bersifat struktural, konstitusional, dan berorientasi jangka panjang,” ujarnya.
Baca Juga: Deforestasi Hutan Sumatera, Sejauh Mana Transparansi Satgas PKH? Begini Kritik ICEL & Respons Istana
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber :
- reforma agraria
- banjir sumatera
- bencana aceh
- daerah aliran sungai
- uu agraria
- penguasaan lahan





