Samarinda (ANTARA) - Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menyatakan, pendidikan Indonesia pada 2026 harus melangkah lebih jauh pada peningkatan kualitas pembelajaran, penguatan kompetensi guru, serta pemerataan mutu pendidikan di seluruh wilayah, termasuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
"Orientasi kebijakan pendidikan harus bergeser, tidak boleh berhenti pada pembangunan fisik dan distribusi perangkat, tetapi harus terus melangkah maju dan terus meningkat," kata Hetifah dihubungi dari Samarinda, Sabtu.
Digitalisasi pendidikan, misalnya, tidak cukup diukur dari jumlah perangkat Papan Interaktif Digital yang terdistribusi, tapi yang jauh lebih penting adalah teknologi tersebut digunakan secara bermakna di ruang kelas, didukung oleh guru yang kompeten dan konten pembelajaran berkualitas.
Demikian pula pengembangan SMA Unggul Garuda, ke depan perlu diperluas agar tidak hanya melahirkan sekolah unggulan di pusat-pusat tertentu, tetapi juga membuka akses pendidikan bermutu bagi anak-anak bangsa di wilayah yang selama ini terpinggirkan.
Program Sekolah Rakyat dan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), walau bukan dilaksanakan langsung oleh mitra Komisi X, namun hal ini tetap menjadi perhatian serius pihaknya.
Kedua program ini menyasar kelompok masyarakat paling rentan dan memiliki dampak sosial yang besar, maka pelaksanaannya harus dibangun di atas sistem yang adil, transparan, dan akuntabel.
Sekolah Rakyat membutuhkan kejelasan kriteria penerima manfaat, penentuan lokasi berbasis data, serta pembagian kewenangan yang tegas agar tidak terjadi tumpang tindih dan konflik di lapangan.
Baca juga: Komisi VII: Kenaikan insentif tak dinikmati semua pengelola pendidikan
Sementara itu, MBG yang telah menjangkau puluhan juta penerima manfaat, perlu memasuki fase konsolidasi kualitas pada 2026, agar anggaran besar yang dialokasikan benar-benar tepat sasaran dan mendukung kesiapan belajar peserta didik.
"Menjelang berakhirnya tahun 2025, saya perlu menyampaikan refleksi jujur atas perjalanan kebijakan pendidikan nasional. Sepanjang tahun ini, pemerintah telah melaksanakan berbagai program strategis untuk mempercepat peningkatan mutu pendidikan, memperluas akses, serta memperkuat kesejahteraan pendidik," katanya.
Sebagai Ketua Komisi X DPR RI, ia mengapresiasi berbagai upaya tersebut. Namun apresiasi ini pun disertai dengan evaluasi yang kritis agar kebijakan pendidikan benar-benar menjawab kebutuhan zaman dan keadilan sosial.
Salah satu kebijakan penting pada 2025 adalah pelaksanaan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Bidang Pendidikan. Program ini menunjukkan capaian kuantitatif yang signifikan, terutama pada revitalisasi sekolah dan penguatan infrastruktur pembelajaran.
"2025 juga menandai langkah maju dalam peningkatan kesejahteraan guru baik ASN maupun non-ASN. Transfer langsung tunjangan profesi, pemberian insentif bagi guru honorer, serta dukungan peningkatan kualifikasi akademik, merupakan kebijakan yang patut diapresiasi," ujarnya.
Baca juga: GSM ingatkan pendidikan di Indonesia tak abaikan fondasi kemanusiaan
Baca juga: MPR dorong pendidikan berkelanjutan bagi penyandang disabilitas
Baca juga: Wamendag: Sekolah Garuda wujudkan pemerataan pendidikan
"Orientasi kebijakan pendidikan harus bergeser, tidak boleh berhenti pada pembangunan fisik dan distribusi perangkat, tetapi harus terus melangkah maju dan terus meningkat," kata Hetifah dihubungi dari Samarinda, Sabtu.
Digitalisasi pendidikan, misalnya, tidak cukup diukur dari jumlah perangkat Papan Interaktif Digital yang terdistribusi, tapi yang jauh lebih penting adalah teknologi tersebut digunakan secara bermakna di ruang kelas, didukung oleh guru yang kompeten dan konten pembelajaran berkualitas.
Demikian pula pengembangan SMA Unggul Garuda, ke depan perlu diperluas agar tidak hanya melahirkan sekolah unggulan di pusat-pusat tertentu, tetapi juga membuka akses pendidikan bermutu bagi anak-anak bangsa di wilayah yang selama ini terpinggirkan.
Program Sekolah Rakyat dan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), walau bukan dilaksanakan langsung oleh mitra Komisi X, namun hal ini tetap menjadi perhatian serius pihaknya.
Kedua program ini menyasar kelompok masyarakat paling rentan dan memiliki dampak sosial yang besar, maka pelaksanaannya harus dibangun di atas sistem yang adil, transparan, dan akuntabel.
Sekolah Rakyat membutuhkan kejelasan kriteria penerima manfaat, penentuan lokasi berbasis data, serta pembagian kewenangan yang tegas agar tidak terjadi tumpang tindih dan konflik di lapangan.
Baca juga: Komisi VII: Kenaikan insentif tak dinikmati semua pengelola pendidikan
Sementara itu, MBG yang telah menjangkau puluhan juta penerima manfaat, perlu memasuki fase konsolidasi kualitas pada 2026, agar anggaran besar yang dialokasikan benar-benar tepat sasaran dan mendukung kesiapan belajar peserta didik.
"Menjelang berakhirnya tahun 2025, saya perlu menyampaikan refleksi jujur atas perjalanan kebijakan pendidikan nasional. Sepanjang tahun ini, pemerintah telah melaksanakan berbagai program strategis untuk mempercepat peningkatan mutu pendidikan, memperluas akses, serta memperkuat kesejahteraan pendidik," katanya.
Sebagai Ketua Komisi X DPR RI, ia mengapresiasi berbagai upaya tersebut. Namun apresiasi ini pun disertai dengan evaluasi yang kritis agar kebijakan pendidikan benar-benar menjawab kebutuhan zaman dan keadilan sosial.
Salah satu kebijakan penting pada 2025 adalah pelaksanaan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Bidang Pendidikan. Program ini menunjukkan capaian kuantitatif yang signifikan, terutama pada revitalisasi sekolah dan penguatan infrastruktur pembelajaran.
"2025 juga menandai langkah maju dalam peningkatan kesejahteraan guru baik ASN maupun non-ASN. Transfer langsung tunjangan profesi, pemberian insentif bagi guru honorer, serta dukungan peningkatan kualifikasi akademik, merupakan kebijakan yang patut diapresiasi," ujarnya.
Baca juga: GSM ingatkan pendidikan di Indonesia tak abaikan fondasi kemanusiaan
Baca juga: MPR dorong pendidikan berkelanjutan bagi penyandang disabilitas
Baca juga: Wamendag: Sekolah Garuda wujudkan pemerataan pendidikan





