MAKASSAR, KOMPAS - Tiga orang tewas tenggelam setelah perahu kayu yang mereka tumpangi terbalik di perairan Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan, Sabtu (27/12/2025) siang. Korban adalah Camat Liukang Tupabbiring, bidan desa, dan seorang tim Dompet Duafa. Ancaman cuaca buruk terus mengintai di perairan dan daratan.
“Kapal kayu yang ditumpangi 11 orang terbalik diterjang gelombang. Tiga orang di antaranya meninggal dunia,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pangkep Akbar Yunus, saat dihubungi dari Makassar, Sabtu (27/12/2025).
Ia menambahkan, kapal yang ditumpangi para korban, yakni KLM Fitri Jaya, terbalik sekitar pukul 11.00 Wita. Saat itu kapal telah menjalani perjalanan sejak pukul 08.40 setelah berangkat dari Sungai Pangkajene di Kabupaten Pangkep menuju Pulau Sarappo. Kapal membawa 11 orang penumpang, terdiri dari petugas kecamatan dan puskesmas dan tim yang membawa bantuan dari Dompet Dhuafa. Kapal membawa 40 sak semen dan 40 jamban yang akan dibagikan kepada warga.
Di tengah perjalanan, hujan turun lebat disertai angin kencang. Kapal lalu oleng dan tidak mampu dikendalikan oleh nakhoda. Kapal terbalik dan penumpang meloncat ke laut.
“Setelahnya, warga Pulau Sarappo Lompo datang melakukan evakuasi. Akan tetapi, tiga orang di antaranya meninggal dunia. Korban tersebut adalah Camat Liukang Tupabbiring Fitri Mubarak, bidan Darma, dan ketua tim Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC) Dompet Dhuafa Sulsel Imran,” ujarnya.
Menurut Akbar, jenazah telah dievakuasi dan akan dibawa ke Pangkep dan Makassar untuk diserahkan ke pihak keluarga. Kejadian ini juga dalam pantauan pihak kepolisian.
Di sisi lain, pihaknya mengimbau agar masyarakat berhati-hati di musim hujan saat ini. Berbagai kejadian buruk bisa terjadi seiring kondisi cuaca buruk, utamanya di perairan, seperti terjadi di wilayah Pangkep.
Saat dihubungi terpisah, Kepala Seksi Operasi Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Makassar Andi Sultan menyatakan, dalam kejadian ini pihaknya tidak sempat terlibat seiring cepatnya kejadian. Setelah kapal terbalik, warga melakukan evakuasi hingga semua penumpang bisa ditemukan.
Meski demikian, pihaknya telah menyiagakan personel di tempat-tempat wisata dan titik yang ramai pengunjung, mulai dari Bantimurung, Tanjung Bunga, Pantai Bira, hingga berbagai tempat lainnya di Sulawesi Selatan.
Hal ini untuk mengantisipasi kecelakaan saat akhir tahun. Di tempat-tempat itu warga diprediksi akan memadati lokasi wisata saat musim liburan. “Melihat cuaca saat ini, kami berharap agar semua orang waspada. Mulai dari angin kencang di laut hingga banjir dan longsor di darat. Dengan kewaspadaan tinggi, kejadian fatal bisa diminimalisir resikonya,” ujarnya.
Kasus kecelakaan kapal berulang terjadi di wilayah Pangkep dan sekitarnya. Kabupaten ini memiliki luas laut 11.464 kilometer persegi, berkali lipat dari luas daratan yang hanya 898 kilometer persegi. Wilayahnya membentang di barat Sulawesi, Selat Makassar, hingga berdekatan dengan Pulau Bima.
Pada Oktober 2025, sebuah ambulans laut milik Pemkab Pangkep hilang kontak di lautan. Setelah 11 hari, kapal ditemukan di Selat Madura karena terbawa ombak. Tiga orang awak kapal selamat meski dihantam badai dan terbawa arus.
Selat Makassar diapit Pulau Sulawesi dan Pulau Kalimantan. Kedalaman selat ini bervariasi, yakni mulai dari 2.000 meter hingga 2.500 meter.
Selat ini tercatat masuk wilayah tektonik kompleks di tepi Lempeng Eurasia yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa di ujung selatan. Letaknya yang strategis menjadikan wilayah perairan ini menjadi salah satu alur laut Kepulauan Indonesia.




