Hari Ibu dan Beban Ganda yang Masih Dianggap Wajar

kumparan.com
8 jam lalu
Cover Berita

Setiap Hari Ibu, saya selalu menemukan unggahan yang serupa: ucapan terima kasih, foto masa kecil, dan kalimat tentang pengorbanan seorang ibu yang tak terhingga. Semua terasa hangat dan tulus. Namun, di tengah perayaan itu, saya kerap bertanya-tanya, apakah kita benar-benar melihat kehidupan ibu apa adanya, atau hanya merayakan gambaran ideal yang kita anggap wajar sejak lama.

Di balik ucapan manis dan simbol kasih sayang, banyak ibu tetap menjalani hari yang sama seperti kemarin. Bangun lebih pagi, mengurus rumah, memastikan kebutuhan keluarga terpenuhi, lalu bekerja baik di dalam maupun di luar rumah. Semua dilakukan nyaris tanpa jeda. Beban ini sering disebut pengorbanan, padahal bagi banyak ibu, ia adalah rutinitas yang melelahkan dan jarang dipertanyakan.

Saya melihat sendiri bagaimana peran ibu tidak pernah tunggal. Seorang ibu bisa menjadi pengasuh utama, pengatur keuangan rumah tangga, pendamping pendidikan anak, sekaligus pencari nafkah. Peran-peran ini berjalan bersamaan, sering kali tanpa pembagian yang seimbang.

Ketika ibu merasa lelah, respons yang muncul kerap normatif: “namanya juga ibu.” Kalimat sederhana ini terdengar biasa, tetapi menyimpan anggapan bahwa kelelahan adalah bagian yang harus diterima, bukan sinyal adanya ketimpangan. Seolah-olah, selama ibu masih mampu bertahan, beban itu sah untuk terus dipikul.

Masyarakat menaruh harapan besar pada sosok ibu. Ibu diharapkan sabar, kuat, dan selalu hadir. Bahkan ketika bekerja di luar rumah, tanggung jawab domestik tetap melekat sepenuhnya. Di sisi lain, keterlibatan pihak lain dalam pengasuhan masih sering disebut sebagai bantuan, bukan kewajiban bersama.

Narasi tentang “ibu yang kuat” memang terdengar positif, tetapi tanpa disadari, ia juga menjadi beban. Kekuatan ibu dipuji, sementara sistem yang seharusnya menopang justru luput dari perhatian. Akhirnya, banyak ibu bertahan bukan karena kondisinya adil, melainkan karena tidak ada pilihan lain.

Mengurus rumah, merawat anak, menjaga keseimbangan emosional keluarga, semua ini adalah kerja. Namun, karena tidak menghasilkan upah, kerja tersebut sering dianggap tidak bernilai secara ekonomi. Padahal, tanpa kerja perawatan, kehidupan keluarga tidak akan berjalan.

Ketika kerja ini tidak terlihat, perlindungan pun menjadi minim. Dukungan terhadap kesehatan mental ibu, jaminan sosial, hingga kebijakan ramah keluarga masih belum sepenuhnya menjangkau realitas yang mereka hadapi. Banyak ibu akhirnya mengandalkan ketahanan pribadi, bukan dukungan sistemik.

Hari Ibu seharusnya menjadi lebih dari sekadar perayaan simbolik. Bagi saya, hari ini justru relevan untuk mengajukan pertanyaan yang lebih jujur: apakah apresiasi kita benar-benar meringankan beban ibu, atau hanya mengulang pujian yang sama setiap tahun?

Menghargai ibu berarti berani membicarakan hal-hal yang tidak nyaman tentang pembagian peran yang timpang, tentang kerja perawatan yang tidak diakui, dan tentang kelelahan yang sering dianggap biasa. Tanpa percakapan ini, Hari Ibu akan terus berakhir sebagai seremoni, bukan perubahan.

Beban ganda yang dialami ibu bukan semata-mata persoalan individu. Ia adalah persoalan keluarga, masyarakat, dan kebijakan. Selama pengasuhan dan kerja domestik masih dianggap tanggung jawab satu pihak, keadilan akan sulit terwujud.

Perubahan memang tidak instan, tetapi dimulai dari kesadaran bahwa apa yang selama ini dianggap wajar, sebenarnya bisa dipikirkan ulang. Hari Ibu memberi kita momentum untuk memulai refleksi tersebut.

Merayakan ibu seharusnya berarti melihat mereka sebagai manusia seutuhnya dengan batas, kebutuhan, dan hak yang sama. Selama beban ganda masih dianggap hal biasa, penghormatan terhadap ibu akan selalu terasa belum selesai.

Hari Ibu bukan hanya tentang mengucapkan terima kasih, tetapi tentang memastikan bahwa kasih itu diterjemahkan dalam sikap, pembagian peran, dan sistem yang lebih adil.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Empat Pendaki Tewas Tertimbun Salju di Pegunungan Vardousia Yunani
• 7 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Kemenhub Catat 10 Juta Orang Naik Transportasi Umum Selama 9 Hari Libur Nataru
• 8 jam lalukumparan.com
thumb
Kembang Api Digantikan Atraksi Ribuan Drone untuk Tahun Baru di Ancol
• 4 jam lalumetrotvnews.com
thumb
[FULL] Kronologi Pemulangan 9 WNI Korban TPPO Kamboja, Dipaksa Jadi Scammer dan Admin Judol
• 8 jam lalukompas.tv
thumb
Suara Warga Jakarta Era Pramono: Transportasi, Taman, hingga Blok M
• 11 jam laluidntimes.com
Berhasil disimpan.