Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, mengirimkan pesan kuat bagi seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah daerah di tengah momentum libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026.
Dalam inspeksi mendadak ke hulu hingga hilir pengelolaan sampah di TPA Tanjungrejo Kudus serta Stasiun Tegal dan Cirebon, Hanif menegaskan bahwa paradigma masyarakat terhadap sampah harus segera diubah secara radikal demi menghadapi kondisi darurat sampah nasional yang kian mengkhawatirkan.
Hanif menekankan bahwa peningkatan volume sampah selama masa libur akhir tahun bukan sekadar fenomena musiman, melainkan ujian bagi sistem tata kelola di setiap daerah. Saat meninjau TPA Tanjungrejo di Kudus, ia menyoroti fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) yang belum beroperasi secara maksimal.
Baca Juga: KLH Segel Lima Tambang Terkait Banjir Sumbar
"Teknologi pengolahan sampah seperti RDF adalah solusi masa depan yang tidak boleh lagi ditunda-tunda implementasinya. Pengelolaan sampah di hilir tidak boleh lagi sekadar tumpukan residu, melainkan harus bertransformasi menjadi proses yang memiliki nilai tambah sekaligus ramah lingkungan," ujar Hanif dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu (28/12/2025).
Hanif menegaskan bahwa semua masyarakat harus merefleksi diri masing-masing bahwa sampah itu bukan berkah, tetapi masalah.
"Karena itu, semua pihak harus berpartisipasi aktif untuk mengurangi sampah, melakukan pemilahan, dan mengelolanya dengan cara-cara yang ramah terhadap lingkungan,” ujarnya.
Namun, di sisi lain, KLH/BPLH juga memastikan aspek penegakan hukum tetap berjalan beriringan dengan upaya edukasi. Menteri Hanif menyayangkan target nasional pengelolaan sampah sebesar 52 persen di tahun 2025 yang hingga kini belum terpenuhi sepenuhnya. Kondisi stagnan ini memicu langkah tegas dari kementerian untuk memberikan peringatan keras kepada pemerintah daerah yang masih abai dalam mengelola wilayahnya.
Baca Juga: Tumpukan Sampah Pasar Cimanggis Dibersihkan, KLH/BPLH Bergerak Cepat
Ketegasan ini bukan tanpa alasan, mengingat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah telah memberikan mandat yang jelas bagi pemerintah pusat dan daerah. Sanksi ini diharapkan menjadi pemacu bagi kepala daerah untuk memprioritaskan anggaran dan teknologi dalam sistem pengelolaan sampah di wilayah masing-masing.
“Sampah ini jangan menjadi masalah yang berlarut-larut. Ke depan, kami akan memberikan sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah kepada daerah-daerah yang pengelolaan sampahnya belum maksimal dan berada di luar ambang batas yang telah ditetapkan,” tegasnya.
Upaya ini bukan hanya untuk mengamankan kenyamanan libur Nataru, tetapi sebagai momentum besar membangun budaya baru Indonesia yang lebih bertanggung jawab terhadap sampah demi keberlanjutan masa depan.




