Sepanjang 2025, penertiban kawasan hutan tidak hanya berhenti pada penyitaan lahan ilegal, tetapi juga berlanjut ke pengelolaan dan pemulihan aset negara. Melalui Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), pemerintah memastikan jutaan hektare lahan yang telah dikuasai kembali tidak kembali terbengkalai, melainkan masuk ke dalam skema pengelolaan resmi yang memberi manfaat ekonomi dan ekologis.
Sebagian lahan perkebunan sawit hasil penertiban dialihkan ke skema pengelolaan negara melalui Kementerian Keuangan. Aset tersebut kemudian dikelola oleh BUMN sektor sawit agar tetap produktif dan berkontribusi pada penerimaan negara.
Skema tersebut menjadi jembatan antara penegakan hukum dan optimalisasi aset, sekaligus mencegah kembali maraknya aktivitas ilegal di kawasan yang sama.
Di sisi lain, kawasan hutan konservasi hasil penertiban diarahkan untuk pemulihan fungsi ekologis. Lahan yang tersebar di berbagai provinsi dikembalikan ke Kementerian Kehutanan guna dipulihkan sebagai hutan negara, termasuk wilayah bernilai konservasi tinggi.
Pendekatan ganda, yakni pengelolaan ekonomi untuk sawit dan pemulihan lingkungan untuk kawasan konservasi menunjukkan bahwa penertiban kawasan hutan kini tidak sekadar represif, tetapi terintegrasi dengan tata kelola jangka panjang.
Dengan skema tersebut, kinerja Satgas PKH pada 2025 menegaskan pergeseran kebijakan dari sekadar penguasaan lahan ilegal menuju pemanfaatan dan pemulihan yang terukur. Dampaknya tidak hanya tercermin pada luasan kawasan yang ditertibkan, tetapi juga pada potensi fiskal serta keberlanjutan pengelolaan sumber daya hutan di masa depan.


