jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Gema Bangsa Ahmad Rofiq mengegaskan, pihaknya menolak keras adanya wacana kepala daerah kembali dipilih lewat DPRD.
"Ini akan menjadi preseden buruk dan kemunduran demokrasi. Kepala daerah harus tetap dipilih langsung oleh rakyat," kata Ketua Umum Partai Gema Bangsa Ahmad Rofiq dalam keteragannya, Senin (29/12).
BACA JUGA: Pilkada via DPRD Menggeser Rakyat Jadi Fitur Demokrasi Nonaktif
Rofiq menjelaskan, dalam perjalanan demokrasi, Indonesia pernah melakukan pemilihan kepala daerah oleh DPRD dan telah diubah menjadi pemilihan langsung oleh rakyat melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Hal ini juga sekaligus untuk meningkatkan partisipasi rakyat dalam proses demokrasi dan meningkatkan kualitas Pemerintahan Daerah.
BACA JUGA: Pilkada Melalui DPRD bukan Solusi Menekan Biaya Politik Tinggi
Ditegaskan Rofiq, demokrasi tidak boleh direduksi menjadi sekadar efisiensi prosedural atau kepentingan elite politik. Demokrasi adalah perwujudan kedaulatan rakyat.
"Pilkada langsung adalah salah satu capaian penting reformasi yang tidak boleh ditarik mundur," tegasnya.
Ada sejumlah alasan Gema Bangsa menolak pemilihan Kepala Daerah lewat DPRD. Pertama, pemilihan langsung adalah prinsip dasar demokrasi, rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpin mereka sendiri.
Kedua, menjaga akuntabilitas politik. Kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat akan lebih bertanggung jawab kepada rakyat dan lebih transparan dalam menjalankan tugasnya.
Ketiga, memiliki legitimasi politik dari rakyat. Pemilihan langsung memberikan legitimasi kepada kepala daerah untuk menjalankan kekuasaan dan membuat keputusan yang mewakili kepentingan rakyat.
Keempat, menjaga kemandirian politik Kepala Daerah.
"Kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat akan lebih mandiri dalam membuat keputusan dan tidak terlalu bergantung pada partai politik atau pemerintah pusat," tandas Rofiq.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Gema Bangsa Joko Kanigoro menambahkan, jika kepala daerah dipilih oleh DPRD, ada beberapa aspek negatif yang mungkin terjadi.
Pertama, akuntabilitas politik diragukan. Kepala daerah yang dipilih oleh DPRD lebih bertanggung jawab kepada DPRD daripada kepada rakyat atau konstituen.
Kedua, membuka politik transaksional antar elite dan partai politik. Dalam prosesnya, calon kepala daerah harus membuat kesepakatan dengan anggota DPRD untuk mendapatkan suara. "Sarat dengan kompromi politik, transaksi kepentingan, dan dominasi oligarki," ingatnya.
Ketiga, kurangnya partisipasi rakyat. Pemilihan kepala daerah oleh DPRD dapat mengurangi partisipasi rakyat dalam proses demokrasi, karena rakyat tidak memiliki kesempatan untuk memilih langsung.
Keempat, rentan terjadinya konflik kepentingan antara elite politik dengan rakyat. DPRD mungkin memiliki kepentingan yang berbeda dengan rakyat, sehingga kepala daerah yang dipilih oleh DPRD mungkin tidak mewakili kepentingan rakyat.
Kelima, proses pemilihan kepala daerah oleh DPRD dapat kurang transparan, sehingga sulit untuk mengetahui alasan-alasan di balik keputusan pemilihan.
Joko menegaskan, jika negara sungguh-sungguh ingin memperbaiki kualitas demokrasi, maka jalan yang benar yakni dengan memperkuat penegakan hukum terhadap politik uang, melakukan reformasi pendanaan politik, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas partai politik, serta memperluas pendidikan politik bagi masyarakat.
"Bukan dengan mencabut hak pilih rakyat dan mengembalikan demokrasi ke ruang tertutup. Bagi Partai Gema Bangsa, demokrasi bukan sekadar mekanisme kekuasaan, tetapi amanat perjuangan dan janji kepada rakyat. Kedaulatan rakyat adalah harga mati, demokrasi tidak boleh mundur," pungkas Joko.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul


