Berwisata berkualitas di dalam kota kerap dipahami secara sempit sebagai urusan destinasi dan jarak tempuh. Padahal, pengalaman berwisata juga ditentukan oleh makna, aksesibilitas, biaya, serta dampaknya bagi relasi sosial dan keseharian warga.
Dalam situasi ekonomi yang menekan dan ruang libur yang terbatas, kota justru menghadirkan beragam bentuk wisata alternatif, mulai dari ruang publik, seperti museum dan galeri, hingga perpustakaan. Bahkan, tanpa bepergian, liburan berkualitas tetap bisa didapatkan dengan membaca buku-buku yang reflektif dan mencerahkan di akhir tahun.
- Bagaimana ruang publik di dalam kota bisa menjadi pilihan wisata yang murah, edukatif, dan bermakna bagi keluarga?
- Bagaimana mengunjungi rumah baca bisa menjadi bentuk wisata berkualitas di dalam kota?
- Mengapa berwisata di dalam kota banyak jadi pilihan liburan yang berkualitas dan terjangkau?
- Apa yang bisa dilakukan di rumah agar masa liburan tetap berkualitas?
Ruang publik di dalam kota menjadi wisata berkualitas karena memberi nilai tambah yang jelas: edukatif, terjangkau, dan mudah diakses.
Perpustakaan TIM di Cikini, Jakarta Pusat, Museum Bank Indonesia di Kota Tua, Jakarta Barat, Galeri Nasional di Gambir, Jakarta Pusat, pada masa akhir tahun ini menawarkan pengalaman belajar yang konkret, bukan sekadar hiburan atau tempat berfoto. Bagi banyak keluarga, pilihan ini relevan karena biaya rendah, lokasi dekat, dan anak tetap mendapat stimulasi pengetahuan.
Kualitas wisata juga ditentukan oleh interaksi dan kehadiran keluarga. Aktivitas yang dijalani bersama mendorong keterlibatan anak, memperkuat relasi, dan memberi pengalaman bermakna. Ruang publik yang hidup dan interaktif membuat liburan di dalam kota tetap bernilai secara emosional, meski sederhana.
Menghabiskan waktu senggang di rumah baca, seperti Baca di Tebet dan Rumah Baca Anjangsana menjadi wisata berkualitas karena memberi jeda dari hiruk-pikuk kota. Suasana yang tenang, nyaman, dan dirancang seperti rumah membuat pengunjung bisa melambat, fokus, dan menikmati waktu tanpa tekanan. Aktivitas ini memberi pengalaman batin yang menenangkan, sekaligus memperluas wawasan.
Selain itu, rumah baca berfungsi sebagai ruang publik alternatif yang bermakna. Akses yang terbuka, biaya terjangkau, dan koleksi buku yang dikurasi menjadikan membaca bagian dari gaya berwisata yang sederhana, tapi bernilai. Wisata tidak harus pergi jauh; di dalam kota pun orang bisa berlibur dengan kualitas pengalaman yang utuh.
Hasil analisis Tim Jurnalisme Data Harian Kompas menunjukkan bahwa berwisata di dalam kota banyak menjadi pilihan berkualitas karena menekan biaya terbesar dalam liburan, yaitu transportasi.
Dengan memilih destinasi yang dekat dari tempat tinggal, warga tetap bisa berlibur tanpa beban ongkos perjalanan jarak jauh yang mahal. Tren microtourism menunjukkan bahwa liburan tidak harus jauh untuk tetap memberi pengalaman menyenangkan.
Selain lebih hemat, wisata dalam kota juga memberi fleksibilitas dan rasa aman secara ekonomi. Warga bisa menyesuaikan liburan dengan kondisi keuangan, memilih aktivitas sederhana, dan tetap mendapatkan manfaat rekreasi.
Dalam situasi ekonomi yang menekan, microtourism menjadi cara realistis untuk tetap berwisata tanpa mengorbankan kebutuhan utama.
Membaca buku menjadi wisata berkualitas karena memberi ruang jeda dan refleksi di tengah hiruk-pikuk kota. Di akhir tahun yang penuh kegelisahan, membaca membantu orang menenangkan pikiran, menjaga kewarasan, dan memahami diri sendiri serta dunia dengan lebih jernih. Aktivitas ini memberi pengalaman batin yang tidak kalah bernilai dibandingkan perjalanan fisik.
Selain menenangkan, membaca juga memperkaya pengetahuan dan empati. Buku-buku reflektif, sastra, sains, dan pengembangan diri memberi narasi, konteks, dan makna atas pengalaman hidup. Dengan cara ini, warga kota dapat berwisata secara sederhana, tapi berkualitas, tanpa harus pergi jauh atau mengeluarkan biaya besar.
Bacaan yang direkomendasikan antara lain Mr Clean karya Qaris Tajudin tentang integritas Mar’ie Muhammad; Laut Bercerita karya Leila S Chudori, yang merefleksikan sejarah dan ingatan kolektif; The Dragons of Eden karya Carl Sagan, yang menempatkan manusia dalam konteks semesta; The Denial of Death karya Ernest Becker tentang kecemasan eksistensial; serta Ikhtiar yang Tak Benar-benar karya Nukila Amal, yang mempertanyakan makna sukses dan proses hidup.
Penikmat buku juga mencari judul reflektif populer seperti Filosofi Teras karya Henry Manampiring dan Selaras karya Dewi Lestari sebagai bacaan penutup tahun yang menenangkan.




