FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 hingga saat ini belum menuai kejelasan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meski sejumlah pihak telah dicekal keluar negeri, KPK hingga saat ini belum menetapkan tersangka.
Padahal, sejak Agustus 2025, KPK telah menerbitkan pencegahan ke luar negeri terhadap sejumlah pihak terkait perkara dugaan korupsi kuota haji. Masa pencegahan tersebut dalam waktu dekat akan berakhir.
Mereka yang dicegah ke luar negeri di antaranya mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas (YCQ). Selain itu, pencegahan juga dikenakan terhadap mantan Staf Khusus Menag Ishfah Abidal Aziz (IAA) serta pemilik travel Maktour Fuad Hasan Masyhur (FHM).
KPK menegaskan tidak ada kekhawatiran terkait berakhirnya masa pencegahan ke luar negeri terhadap sejumlah pihak yang telah diperiksa.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan penyidik optimistis seluruh tahapan penyidikan akan segera dirampungkan, termasuk penentuan status hukum para pihak yang diduga terlibat, di antaranya mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas dan pemilik biro perjalanan haji Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
“KPK yakin pemeriksaan oleh penyidik segera rampung,” kata Budi dikonfirmasi, Senin (29/12).
Budi menjelaskan, hingga saat ini penyidik masih menunggu hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Perhitungan tersebut menjadi salah satu komponen penting dalam menyempurnakan konstruksi perkara.
“Kita masih menunggu kalkulasi kerugian negara dari BPK dalam perkara ini,” tegasnya.
Kasus ini bermula dari dugaan pelanggaran aturan dalam pembagian kuota tambahan haji 2024. Sesuai UU, kuota haji seharusnya dibagi masing-masing 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Namun, Kementerian Agama melakukan diskresi terhadap kuota tambahan sebesar 20.000 jamaah yang diberikan Pemerintah Arab Saudi dengan membaginya secara merata alias 50:50, yakni 10.000 untuk jamaah reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut memunculkan dugaan adanya praktik jual-beli kuota haji khusus oleh oknum di Kementerian Agama kepada sejumlah biro travel haji dan umrah.
Praktik itu diduga dilakukan agar jamaah dapat berangkat pada tahun yang sama tanpa harus antre, dengan syarat memberikan uang pelicin untuk mendapatkan kuota tersebut.
Penyidikan itu dilakukan dengan menerbitkan sprindik umum melalui jeratan Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2021 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (fajar)





