Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah dugaan adanya intervensi dalam penyetopan kasus dugaan suap izin tambang nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Eks Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman sempat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu.
“KPK pastikan tidak ada intervensi dari pihak manapun,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Senin, 2 Desember 2025.
Baca Juga :
Kasus Ade Kuswara, Eks Sekdis Cipta Karya Bekasi Mangkir dari KPKBudi mengatakan, penyetopan kasus itu didasari materi penyidikan yang dimiliki oleh KPK. Salah satunya, tak kunjung adanya hasil hitungan kerugian negara dari auditor.
“Penerbitan SP3 ini murni pertimbangan teknis dalam proses penyidikannya, yakni, penghitungan kerugian keuangan negara yang tidak bisa dilakukan oleh auditor,” ucap Budi.
Budi mengamini KPK sadar banyak pihak kecewa dalam penyetopan kasus ini. Terbilang, rasuah di sektor pertambangan tidak bisa ditolerir oleh masyarakat.
Namun, penanganan perkara didasari kecukupan bukti. Jika kurang, KPK tidak bisa melanjutkannya ke tahap persidangan.
“Tentu dalam proses hukumnya, harus tetap berdasarkan alat bukti,” ujar Budi.
Gedung KPK. Foto: Metrotvnews.com/Fachri Audhia Hafiez.
Eks Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman ditetapkan sebagai tersangka korupsi pemberian izin pertambangan nikel. Aswad diduga melakukan korupsi terkait izin eksplorasi, izin usaha pertambangan, dan izin operasi produksi di wilayahnya.
Aswad juga diduga merugikan negara hingga Rp2,7 triliun. Angka itu berasal dari penjualan produksi nikel yang melalui proses perizinan yang melawan hukum.
Saat itu, Aswad langsung mencabut secara sepihak kuasa pertambangan, yang mayoritas dikuasai PT Antam. Setelah pencabutan secara sepihak itu, Aswad malah menerima pengajuan permohonan izin eksplorasi dari delapan perusahaan hingga diterbitkan 30 surat keputusan kuasa permohonan eksplorasi.
Dari seluruh izin yang diterbitkan, beberapa telah sampai tahap produksi hingga diekspor. Perbuatan itu berlangsung hingga 2014. Aswad diduga menerima Rp13 miliar dari perusahaan-perusahaan tersebut.



