Pantau - Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menyatakan bahwa Indonesia saat ini tidak lagi menghadapi sekadar perubahan iklim, melainkan sudah memasuki fase krisis iklim yang lebih serius dan mengancam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Ia menegaskan bahwa krisis iklim adalah satu tingkat di atas perubahan iklim biasa, dan hanya satu langkah sebelum masuk ke fase bencana iklim.
Ketergantungan Energi Impor Kontras dengan Potensi DomestikMeski ekonomi nasional tumbuh positif dengan angka di atas 5 persen pada kuartal terakhir, Eddy menyoroti ketergantungan tinggi Indonesia terhadap energi impor seperti BBM, LPG, dan solar.
Padahal, Indonesia memiliki cadangan energi fosil yang besar dan potensi energi terbarukan yang melimpah di berbagai wilayah.
Paradoks ini menunjukkan bahwa meski sumber daya energi dalam negeri besar — mulai dari tenaga surya, panas bumi, air, angin, hingga arus laut — namun pemanfaatannya masih minim, dan ketergantungan pada energi impor tetap tinggi.
Transisi Energi Jadi Solusi StrategisEddy menyerukan pentingnya mempercepat transisi energi sebagai solusi strategis untuk menghadapi krisis iklim dan mengurangi ketergantungan impor.
Menurutnya, peralihan ke energi terbarukan tidak hanya mendukung energi bersih dan berkelanjutan, tetapi juga memperkuat ketahanan energi nasional serta mendorong ekonomi hijau.
Ia menekankan bahwa transisi energi akan menciptakan dampak positif jangka panjang bagi lingkungan, industri, dan generasi mendatang.
Cuaca Ekstrem Bukti Krisis Iklim NyataDalam pernyataannya, Eddy juga menyoroti peningkatan cuaca ekstrem di berbagai wilayah seperti Sumatera, Jawa Tengah, dan Bali.
Fenomena seperti musim yang tak menentu, hujan deras di musim kemarau, banjir, kekeringan, dan suhu panas ekstrem menunjukkan bahwa dampak krisis iklim sudah dirasakan nyata.
“Musim sudah sulit diprediksi. Ini bukti bahwa perubahan iklim sudah sangat signifikan dan masuk tahap krisis. Transisi energi adalah keniscayaan,” ujarnya menutup pernyataan.




