AS dan Ukraina Kembali Bahas Rencana Perdamaian
EtIndonesia. Tak lama setelah Hari Natal berlalu, pada Sabtu pagi Rusia kembali melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap Ukraina. Di saat yang sama, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dijadwalkan kembali berdiskusi dengan Donald Trump untuk membahas “Rencana Perdamaian 20 Poin”. Namun, persoalan wilayah tetap menjadi tantangan paling rumit dalam konflik Rusia–Ukraina.
Pada Sabtu dini hari, serangkaian ledakan terdengar di ibu kota Kyiv. Rusia meluncurkan sejumlah rudal hipersonik “Kinzhal” (Belati), empat rudal balistik “Iskander”, serta beberapa rudal jelajah “Kalibr”. Presiden Zelensky mengungkapkan bahwa Rusia mengerahkan sekitar 500 unit drone dan 40 rudal dalam serangan tersebut.
Serangan udara ini menyebabkan 1 orang tewas dan setidaknya 28 orang luka-luka, termasuk dua anak-anak. Para petugas pemadam kebakaran berjuang memadamkan api yang melahap gedung-gedung permukiman. Akibat serangan tersebut, lebih dari 320.000 rumah tangga kehilangan pasokan listrik dan pemanas di tengah cuaca musim dingin yang ekstrem.
Gelombang serangan ini terjadi tepat ketika Zelensky bersiap melakukan kunjungan ke Amerika Serikat untuk mendorong proses perundingan damai.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan: “Kami sedang dalam perjalanan menuju Florida, Amerika Serikat. Di tengah perjalanan kami akan singgah di Kanada untuk bertemu Perdana Menteri Mark Carney.”
Diperkirakan pada hari Minggu, delegasi Amerika Serikat dan Ukraina akan bertemu di resor Mar-a-Lago milik Donald Trump, guna membahas Rencana Perdamaian 20 Poin. Sebelumnya, pihak AS mengusulkan skema jaminan keamanan mirip Pasal 5 NATO, yakni jika Rusia kembali menyerang Ukraina, maka Amerika Serikat dan sekutunya akan memberikan pertahanan kolektif.
Zelensky menegaskan: “Yang terpenting adalah jaminan keamanan apa yang akan diberikan Presiden Trump kepada Ukraina.”
Sebelum keberangkatannya, Zelensky juga menyampaikan dalam sebuah konferensi pers bahwa rencana perdamaian tersebut telah selesai sekitar 90%, namun persoalan wilayah masih menjadi hambatan paling sulit. Ia menegaskan bahwa Ukraina tidak akan menyerahkan wilayahnya secara sepihak.
Zelensky berkata: “Kami harus memastikan keamanan wilayah udara dan kedaulatan teritorial negara, setidaknya hingga pemilihan umum atau referendum dilaksanakan.”
Ia menambahkan bahwa jika ada perubahan terkait wilayah negara, hal tersebut harus diputuskan melalui referendum nasional, sehingga keputusan benar-benar diambil oleh rakyat Ukraina sendiri.(jhon)





