Jakarta, VIVA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi masih akan bergerak fluktuatif, namun ditutup melemah pada perdagangan hari ini.
Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau Jisdor BI, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berada di level Rp 16.788 per Senin 29 Desember 2025. Posisi rupiah itu melemah 21 poin dari kurs sebelumnya di level Rp 16.767 pada perdagangan Rabu, 24 Desember 2025.
Sementara perdagangan di pasar spot pada Selasa, 30 Desember 2025 hingga pukul 09.03 WIB rupiah ditransaksikan di Rp 16.762 per dolar AS. Posisi itu menguat 26 poin atau 0,15 persen dari posisi sebelumnya di level Rp 16.788 per dolar AS.
- pixabay.com/WonderfulBali
Pengamat ekonomi dan pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, para pelaku pasar masih mencermati kebijakan suku bunga bank sentral AS, The Fed, pada tahun 2026 mendatang.
"Kemungkinan The Fed menurunkan suku bunga pada Januari 2026 masih sebatas wacana," kata Ibrahim dalam riset hariannya, Selasa, 30 Desember 2025.
Ibrahim menjelaskan, saat ini jumlah lapangan kerja di AS berkurang dan tingkat pengangguran meningkat. Ditambah laju inflasi di bawah tiga persen, semua hal tersebut mengindikasikan The Fed akan menurunkan suku bunga.
"Namun, ini baru wacana karena investor juga fokus pada konflik geopolitik," kata Ibrahim.
Sementara itu dari dalam negeri, bencana di Pulau Sumatra diperkirakan bakal menyebabkan pertumbuhan ekonomi tahun ini stagnan. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2025 kemungkinan lebih rendah dibandingkan ekspektasi pemerintah yang di atas 5 persen. Bahkan diperkirakan pertumbuhannya berada di bawah 5 persen.
Ibrahim mengatakan, hal ini membuat pasar sedikit apatis terhadap prediksi pertumbuhan ekonomi 5 persen pada 2025, dimana imbasnya akan terjadi aliran keluar modal asing yang membuat rupiah makin terpuruk.
"Mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.780 - Rp 16.820," ujarnya.
Ibrahim menambahkan, pelemahan rupiah juga dipengaruhi tensi geopolitik di Amerika Latin. Amerika Serikat (AS) disebut masih terus melakukan sabotase terhadap kapal-kapal tanker dari Venezuela, baik untuk tujuan ke Tiongkok maupun ke India.
"Tujuannya untuk melemahkan ekonomi Venezuela, sehingga masyarakat melakukan demonstrasi untuk menurunkan Presiden Nicolas Maduro," ujarnya.



