Untuk memperbaiki proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), skema Jalan Tengah bisa jadi pilihan. Skema Pilkada Jalan Tengah merupakan inovasi yang dilakukan lewat Metode Campuran.
Tahap pertama adalah Tahap Elektoral (rakyat) di dalam Pileg, yaitu memilih tiga calon anggota DPRD dengan suara tertinggi di suatu daerah, yang selanjutnya otomatis menjadi kandidat kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota).
Tahap kedua adalah Tahap Institusional (perwakilan). Pada tahap ini, setelah DPRD terbentuk maka DPRD memilih satu dari tiga kandidat sebagai kepala daerah.
Kelebihan Pilkada Metode Campuran ini adalah tetap dapat menjaga unsur kedaulatan rakyat, karena rakyat tetap menjadi penentu melalui suara terbanyak di Pemilihan Umum Legislatif (Pileg). Sementara itu, kandidat kepala daerah tetap memiliki legitimasi elektoral yang nyata atau bukan hasil lobi elite semata.
Jadi, Metode Campuran ini bukan kembali lagi ke masa Orde Baru, yakni Pilkada tertutup, tetapi merupakan pelaksanaan demokrasi berlapis (two-step legitimacy) untuk menghindari pemilihan langsung yang tercemar politik uang.
Kelebihan lain dari Metode Campuran ini adalah menekan biaya politik tinggi. Hal ini tidak terjadi pada Pilkada Langsung.
Dalam praktiknya, Pilkada Langsung sering kali memicu biaya kampanye sangat besar disertai persaingan tidak sehat yang ditandai dengan praktik politik uang.
Baca Juga: INDEF: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2023-2025, Stabil Namun Belum Maksimal
Proses Pilkada Langsung yang terjadi pun memunculkan praktik ilegal. Pelacuran politik terjadi, dimana yang memiliki uang dapat membeli suara, lalu harus mengembalikan dana kampanye setelah terpilih dengan cara korupsi.
Praktik demokrasi langsung seperti saat ini cenderung menciptakan ketergantungan kandidat pada "cukong". Sebaliknya, dengan Pilkada Jalan Tengah yang memungkinkan kandidat terpilih di dalam Pileg, tidak ada kampanye Pilkada dengan politik uang. Efek penting dari cara ini adalah mengurangi insentif “balik modal” setelah menjabat.
Kelemahan cara ini juga sangat gamblang, yakni ada potensi transaksi politik di DPRD. Pemilihan tahap kedua di level institusi berisiko lobi tertutup, barter jabatan, dan politik fraksi yang menyimpang.
Risiko oligarkisasi dan cukong tetap ada, hanya berpindah arena. Pemilihan tahap kedua pun memiliki ketergantungan pada Kualitas DPRD. Oleh karena itu, dua faktor sangat menentukan dalam tahap ini, yaitu integritas anggota DPRD dan transparansi proses pemilihan.
Lagipula, jika aturan main lemah dan DPRD korup, maka sistem apa pun tidak akan bermakna. Kita bisa kembali lagi ke Pilkada langsung yang tercemar dengan politik uang dan pelacuran politik di lapangan.
Karena itu, ketika pemilihan lewat DPRD, maka dibuat aturan yang ketat seperti pemilihan Paus. Anggota yang mempunyai hak suara dikendalikan dengan berbagai aturan untuk menghindari suap, seperti wajib CCTV di rumah masing-masing, kandidat dikumpulkan selama beberapa hari di kantor DPRD dan hotel dengan pengawasan KPK, serta berbagai cara lainnya.
Kehadiran lembaga hukum diperlukan, seperti KPK dan Kejaksaan. Dengan cara mengontrol pemilik suara (50-100 orang anggota DPRD), maka potensi politik uang dan korupsi pasca-terpilih menjadi menurun.
Agar tahapan pemilihan lebih sukses, maka buat aturan main UU, dimana (1) pemungutan suara DPRD terbuka dan disiarkan publik; (2) larangan keras transaksi politik; (3) rekam jejak dan uji publik tiga kandidat; (4) sanksi pidana berat untuk suap pemilihan; (5) kehadiran saksi ahli dari aparat hukum KPK dan kejaksaan; (6) terdapat saksi dari elemen masyarakat, kampus, civil society.
Baca Juga: Catatan Akhir Tahun Ekonomi Syariah oleh CSED INDEF
Perbandingan Pilkada Langsung dan Metode Campuran
Aspek
Pilkada Langsung
Metode Campuran
Partisipasi rakyat
Tinggi
Menengah
Biaya politik
Sangat tinggi
Lebih rendah
Politik uang
Tinggi
Menengah
Peran DPRD
Lemah
Kuat
Risiko oligarki
Di kampanye
Di parlemen
Kualitas seleksi
Popularitas
Popularitas + institusi



/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F04%2F28%2F6976a6af-217d-4d07-92f1-aaf03122aa27_jpg.jpg)
