JAKARTA, KOMPAS.com - Deretan ruko beratap merah bata di sepanjang Pasar Loak, Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat, masih berdiri rapi seperti puluhan tahun lalu.
Namun, di balik penataan yang tertib dan citra kawasan wisata sejarah, denyut ekonomi para pedagang barang antik di tempat ini kian melemah.
Sepinya pembeli dalam beberapa tahun terakhir membuat penghasilan pedagang jauh dari kata cukup, bahkan untuk memenuhi kebutuhan harian.
“Kalau dulu, sebulan bisa dapat keuntungan sampai Rp 6.000.000. Itu murni untung, belum belanja barang lagi,” ujar Asep (64), pedagang barang antik yang ditemui Kompas.com di kiosnya, Senin (29/12/2025).
Baca juga: Setengah Abad Berdagang, Fauzy Tetap Bertahan di Pasar Loak Jalan Surabaya yang Sepi
Asep mulai berdagang di Pasar Loak Jalan Surabaya sejak 2020.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=sepi pembeli, indepth, Pedagang barang antik, Pasar loak jalan surabaya, ekonomi melemah&post-url=aHR0cHM6Ly9tZWdhcG9saXRhbi5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8zMC8xNjA1NTE5MS9uYXNpYi1wZWRhZ2FuZy1wYXNhci1sb2FrLW1lbnRlbmctcGVuZGFwYXRhbi10dXJ1bi1kYW4tZGl0aW5nZ2FsLXBlbWJlbGk=&q=Nasib Pedagang Pasar Loak Menteng, Pendapatan Turun dan Ditinggal Pembeli§ion=Megapolitan' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Meski terbilang pendatang baru dibanding pedagang lama yang sudah berjualan sejak era 1990-an, ia merasakan langsung perubahan drastis kondisi pasar.
Perputaran PenghasilanMenurut Asep, sistem berdagang barang antik sejatinya sederhana. Modal diputar dari satu barang ke barang lain. Namun, roda itu kini sering tersendat.
“Sistemnya kan muter. Misalnya modal Rp 300.000 dijual Rp 500.000, untung Rp 200.000. Modalnya diputar lagi buat beli barang lain,” kata dia.
Masalahnya, keuntungan yang dulu bisa menopang kehidupan keluarga, kini habis untuk menutup biaya hidup.
Penghasilan bersih yang dulu dianggap cukup, tak lagi menyisakan tabungan.
“Tapi sekarang keuntungan segitu sudah habis buat biaya. Bulanan, sekolah anak, dapur. Keuntungan Rp 6.000.000 itu sudah habis, enggak sisa,” ujar dia.
Baca juga: Jalan Surabaya, Lorong Waktu Barang Antik yang Bertahan di Tengah Sepinya Pembeli
Bahkan, dalam kondisi tertentu, Asep mengaku sering kali harus nombok.
“Sekarang ini malah sering nombok. Kadang satu hari untung Rp 350.000, buat nutup hari-hari berikutnya yang kosong. Tutup lubang, gali lubang,” tutur Asep.
Ia mengenang masa ketika pasar masih ramai, dan omzet bisa melonjak tajam.
“Pernah dulu, sebulan untung sampai Rp 30.000.000. Sekarang mah boro-boro,” katanya lirih.
Sepinya pasar membuat kebiasaan pedagang ikut berubah.
Jika dulu mereka bisa santai ngopi dan mengobrol sambil menunggu pembeli, kini pengeluaran ditekan seminimal mungkin.
“Sekarang pedagang jarang ngopi, jarang nongkrong. Dulu sambil ngopi, ngobrol, ngerokok. Sekarang nahan pengeluaran,” ujar Asep.
Baca juga: Cerita Pedagang Loak Jatinegara Bertahan di Tengah Ketidakpastian dan Persaingan Online
Meski demikian, kios tetap dibuka setiap hari. Bagi Asep, menutup kios berarti menutup peluang rezeki.
“Kita buka tiap hari, enggak ada libur. Siapa tahu besok ada yang beli. Daripada di rumah jenuh,” kata Asep.
Sudah lima tahun sepi pembeliTak jauh dari kios Asep, Agus (47) duduk menjaga toko milik orang lain.
Statusnya bukan pemilik kios, melainkan penjaga yang mengandalkan pembagian hasil penjualan.
“Iya, memang sudah sekitar lima tahunan begini. Sekarang memang sepi,” kata Agus saat ditanya soal kondisi pasar.
Ia mengungkapkan, tak semua kios dibuka setiap hari.
Banyak pedagang memilih menutup kios karena kelelahan menunggu pembeli yang tak kunjung datang.
“Kadang-kadang malas buka. Enggak tiap hari ada penglaris. Capek juga, orang perlu istirahat,” ujar Agus.
Baca juga: Pasar Loak Jatinegara Tetap Jadi Buruan Kolektor di Tengah Era Digital
Dari pagi hingga menjelang sore, Agus mengaku belum ada satu pun transaksi.
“Belum juga. Ini juga sudah mau jam tutup, sudah jam tiga,” kata Agus.




