FAJAR.CO.ID, SURABAYA — Praktik premanisme di Kota Surabaya belakangan ini menjadi sorotan publik. Dipicu pengusiran paksa Nenek Elina Widjajanti (80), dan penghancuran rumahnya oleh ormas tertentu.
Aksi premanisme oleh kalangan ormas ini sangat disesalkan Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi. Dia menegaskan, dirinya tidak akan memberi toleransi terhadap praktik premanisme di kota yang dipimpinnya.
Karena itu, dia berjanji akan merekomendasikan pembubaran organisasi kemasyarakatan (ormas) yang terbukti terlibat aksi premanisme, termasuk kekerasan dan pemaksaan terhadap warga.
“Ketika itu yang melakukan atas nama organisasi masyarakat maka proses hukum harus berjalan dan kami juga akan merekomendasikan untuk dibubarkan ormas itu ketika melakukan premanisme di Kota Surabaya,” kata Eri di Balai Kota Surabaya, Senin (29/12) sore.
Penegasan tersebut disampaikan Eri menanggapi kasus dugaan pengusiran dan pembongkaran rumah Nenek Elina Widjajanti (80). Dia memastikan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah mengambil langkah-langkah pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang.
“Kami tidak ingin ada premanisme dan aktivitas apa pun yang meresahkan masyarakat. Karena itu, kami mengumpulkan arek-arek Suroboyo untuk melakukan sosialisasi terkait Satgas Anti-Premanisme di Kota Surabaya,” ujarnya.
Sebagai langkah lanjutan, Eri menyebut Pemkot Surabaya akan mengonsolidasikan seluruh elemen masyarakat. Pada 31 Desember, seluruh ormas dan perwakilan suku di Surabaya akan dikumpulkan untuk memastikan keberadaan dan peran Satgas Anti-Premanisme.
Menurutnya, Surabaya dibangun atas nilai agama dan Pancasila. Kekerasan tidak bisa ditoleransi. Kalau ada yang melakukan premanisme, hukumnya haram di Kota Surabaya.
“Kalau ada yang melakukan ini (premanisme), hukumannya haram di Kota Surabaya,” ucapnya.
Eri juga meminta masyarakat untuk berani melapor apabila mengalami atau menyaksikan tindakan kekerasan dan pemaksaan.
“Kami bisa tindaklanjuti dan kita hilangkan yang namanya premanisme di Kota Surabaya,” tuturnya.
Terkait kasus Nenek Elina, Eri menjelaskan persoalan tersebut berawal dari sengketa status tanah dan bangunan yang belum diputus pengadilan. Karena itu, tindakan pembongkaran secara paksa dinilai melanggar hukum. Dia menambahkan laporan kasus tersebut kini telah ditingkatkan ke tahap penyidikan oleh Polda Jawa Timur.
“Ini menjadi atensi betul di Polda Jawa Timur terkait hal ini dan ditingkatkan dari penyelidikan yang mulai dilakukan tanggal 29 Oktober, hari ini menjadi penyidikan,” ungkap Eri.
Wali Kota Surabaya berharap proses hukum berjalan tegas dan transparan agar memberikan efek jera serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perlindungan hukum.
“Saya berharap Polda Jawa Timur segera menetapkan keputusannya, apakah ini benar dan salah, sanksinya apa sehingga warga Surabaya bisa merasakan ada perlindungan hukum terkait proses hukum yang sudah dilaporkan,” pungkasnya. (fajar)




