BNPT: 112 Anak Indonesia Terpapar Radikalisme Lewat Game Online

metrotvnews.com
4 jam lalu
Cover Berita

Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan ancaman serius radikalisme yang menyasar anak-anak Indonesia melalui ruang digital. Sepanjang tahun 2025, tercatat sebanyak 112 anak terpapar paham radikal melalui media sosial hingga permainan daring (game online).

"Sepanjang tahun 2025, Densus 88 sudah menangkap beberapa jaringan terorisme maupun simpatisan asal Daulah yang berkembang kepada ISIS dan juga 112 anak yang terradikalisasi di sosial media maupun game online," ujar Kepala BNPT Komjen (Purn) Eddy Hartono di Hotel Pullman Thamrin, Jakarta, Selasa, 30 Desember 2025.
 

Baca Juga :

BNPT: Banyak Simpatisan ISIS Disidangkan Selama 2023-2025


Eddy memaparkan data Satgas Kontraradikalisasi yang melibatkan BNPT, Bais TNI, Kementerian Komdigi, hingga BSSN. Tercatat ada 21.199 konten bermuatan intoleransi, radikalisme, dan terorisme yang tersebar di berbagai platform sepanjang tahun ini.

"Meta (Facebook dan Instagram) sebanyak 14.314 konten, kemudian TikTok sebanyak 1.367 konten, dan X sebesar 1.220 konten," rinci Eddy.

Menurutnya, proses radikalisasi di era digital jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan metode konvensional. Kecepatan paparan paham radikal kini meningkat berkali-kali lipat karena kemudahan akses di ruang siber.

"Dibandingkan dulu ketika proses radikalisasi secara konvensional membutuhkan waktu 2-5 tahun, sekarang dengan media online atau ruang digital itu hanya butuh waktu 3-6 bulan," tegas Eddy.

Mantan Kepala Densus 88 ini menjelaskan bahwa proses terpapar dimulai dari interaksi sederhana seperti likes, share, dan durasi tontonan (watch time). Algoritma platform kemudian akan terus menyuguhkan konten serupa hingga korban mulai percaya pada narasi tersebut.


Konpers Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Foto: Metro TV/Ardhan Anugrah.

Fenomena ini dikenal sebagai digital grooming, di mana calon korban diisolasi setelah rasa percaya terbangun. Setelah tertarik, mereka biasanya diarahkan untuk melakukan baiat mandiri sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam grup percakapan tertutup.

"Tahap memastikan atau menanam kepercayaan, ketika sudah dapat grooming-nya, baru ditarik isolasi masuk ke dalam grup sosial media, baik itu Instagram maupun WhatsApp. Nah, di situlah baru dimainkan namanya normalisasi perilaku," pungkas Eddy.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
6 Manfaat Rutin Jalan Kaki Santai Setelah Makan
• 23 jam lalubeautynesia.id
thumb
Geliat Aksi Emiten Happy Hapsoro RAJA, BUVA hingga MINA di 2025, Mana Menarik?
• 16 jam lalukatadata.co.id
thumb
20 Tahun Menguasai Pasar Otomotif Global, Kini Jepang Takluk oleh China
• 9 jam laluwartaekonomi.co.id
thumb
KPK tak khawatir masa pencekalan Yaqut dan bos Maktour segera berakhir
• 17 jam laluantaranews.com
thumb
Ancol Donasikan 10% Penjualan Tiket bagi Korban Bencana di Sumatra
• 6 jam laluidntimes.com
Berhasil disimpan.