Bu Irma dan Semangatnya Untuk Membangun Sekolah Alam Pangandaran

kumparan.com
3 jam lalu
Cover Berita

Di tengah pandangan masyarakat yang kerap mengukur kualitas sekolah dari kurikulum modern dan fasilitas canggih, Bu Irma justru berdiri di luar arus. Sebagai Kepala Sekolah Alam Pangandaran, Bu Irma memiliki pijakannya sendiri. Baginya sekolah bukan sekadar ruang belajar, tetapi tempat di mana anak-anak dapat menanam benih ilmu dan akhlak untuk bekal hidupnya. Dari keyakinan itulah, Sekolah Alam Pangandaran mekar dengan indah.

Sekolah Alam Pangandaran (SAPA) dengan konsep belajar bersama di alam ada untuk membantu anak mengenali dirinya dan sekitarnya. SAPA hadir dari benih pemikiran yang didatangkan oleh Bu Irma lewat pandangannya bahwa sekolah tak hanya menyajikan ilmu pengetahuan, tetapi juga akhlak yang dapat menopang kehidupan. Dari situlah, SAPA lahir.

Pijakan Hidup Bu Irma dan Lahirnya Sekolah Alam Pangandaran

Bu Irma Nurdiani Aziz, atau yang sering dipanggil Bu Irma mengemban pendidikan Sarjana Pendidikan Agama Islam di salah satu institusi swasta yang kini bernama Universitas Islam Darussalam. Semakin lebar akar menjalar, maka semakin kokoh pula pohon yang ditanam. Itulah yang menjadi filosofi alasan Bu Irma ingin mengamalkan ilmu-ilmu yang ia dapatkan semasa berkuliah.

Bagi Bu Irma, ilmu harus berjalan beriringan dengan adab seperti apa yang sudah diajarkan oleh Agama Islam. Prinsip hidup yang membawanya hingga ke titik sekarang.

Suasana sekitar Bu Irma riuh dan penuh dengan tawa ketika ia sedang menceritakan pengalaman. Semua kebisingan itu berasal dari Sobat Alam (sebutan untuk murid-murid SAPA) yang berlarian dan bermain mengelilingi Bu Irma.

Meskipun begitu, Bu Irma tetap berbicara lembut tanpa teguran, sesekali menanggapi seorang anak yang mengajaknya berbicara, tanpa membuat mereka merasa bahwa mereka mengganggu dirinya. Setiap gerak dan kata-katanya menunjukkan bahwa Sobat Alam benar-benar didengar dan dihargai.

Bu Irma kala itu merupakan seorang ibu rumah tangga yang anak pertamanya sudah memasuki usia untuk masuk sekolah dasar. Namun, ia merasa tidak puas jika memasukkan anaknya ke sekolah negeri dibanding sekolah swasta.

“Dulu anak pertama mau masuk SD. Masuk SD biasa rasanya agak gengsi sedikit ya. Pokoknya gimana nih anak pertama harus masuk sekolah swasta. Tapi pas itu belum ada sekolah swasta di Pangandaran,” jelas Bu Irma, menceritakan keresahannya saat anak pertamanya masuk sekolah.

Keresahan itu menjadi tanda tanya besar bagi Bu Irma di hatinya. Pertanyaan yang perlahan ia temukan jawabannya. Sebuah titik awal yang berangkat dari ide, mimpi, dan keyakinan Bu Irma. Ide itu lahir tak hanya untuk menghilangkan keresahannya, tetapi juga pembuktian bahwa prinsipnya selama ini bisa ia jalankan. Senyumnya merekah ketika ia menceritakan awal mula lahir gagasan Sekolah Alam Pangandaran.

“Pada saat itu muncul ide, ayo kita coba mendirikan sekolah swasta di Pangandaran dengan konsep alam. Wah keren kan konsepnya, belajar dengan alam. Waktu itu pede banget bahwa ini akan jadi sekolah swasta pertama di Pangandaran. Dari situ lah terbangun Sekolah Alam Pangandaran,” jelas Bu Irma sembari tersenyum bangga.

Batuan Kecil Tak Pernah Menghalangi Jalannya

Memulai suatu hal besar yang baru tentu tidak mudah. Di tengah segala keterbatasan yang ada, Bu Irma percaya selalu ada jalan yang menuntunnya. Suaranya tetap tenang meski terik matahari menyapa. Ia ingin membuktikan bahwa tekadnya tak akan goyah menghadapi tantangan di depan mata.

“Untuk tantangan pertama ada di pemahaman masyarakat tentang konsep SAPA, kedua biaya, ketiga jarak. Masyarakat Pangandaran tuh belum begitu paham, kenapa sekolah kok di alam, belajarnya gimana. Jadi, hambatannya adalah gimana cara kita bisa menarik masyarakat Pangandaran untuk tertarik sama kita,” jelas Bu Irma.

“Kalau tantangan lain, mungkin gak ada hambatan yang begitu berat. Dari operasional sama yayasan tuh udah siap dari awal,” Bu Irma kembali menambahkan bahwa tidak ada tantangan yang begitu berat yang dapat melemahkan langkah tegapnya.

“Meskipun begitu, masih tetap ada orang tua yang tertarik walau jarak mereka jauh. Di sini tuh rata-rata muridnya orang tuanya bukan dari daerah sini,” Bu Irma kembali memberikan penjelasan mengenai tantangan yang ada.

Bagi Bu Irma dan orang tua Sobat Alam, jarak bukanlah penghalang. Justru, setiap langkah yang ditempuh orang tua menjadi bukti kepercayaan mereka yang Bu Irma syukuri. Ia merasa tak sendiri. Masih banyak orang tua yang sejalan dengan prinsip dan pandangannya. Bu Irma benar-benar bersyukur akan hal itu.

Do’a dan Harapan Bu Irma bagi Sobat Alam juga Generasi Muda

Menjadi ibu bagi Sobat Alam dengan segala keunikan yang Sobat Alam miliki masing-masing, tentu menjadi perjalanan panjang yang tak hanya melelahkan, tetapi menyenangkan. Layaknya seorang ibu, Bu Irma menaruh harapan besar bagi semua Sobat Alam kelak di masa depan.

“Harapannya, mereka bisa menemukan bakatnya sendiri,” ujar Bu Irma. “Di sini kita mengutamakan keberagaman bukan keseragaman. Jadi, dengan adanya sekolah alam, mereka mampu menemukan bukan hanya minat, tetapi juga bakatnya sendiri.”

Sebagai sosok yang menjadi inspirasi bagi sobat Alam dan orang-orang di sekitarnya, Bu Irma menitipkan satu pesan untuk generasi muda yang memiliki mimpi besar sepertinya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Rumah Ambruk karena Badai, Aktor Diding Boneng Dibantu Baznas dan Warga
• 5 jam lalukumparan.com
thumb
Belokan Angin Picu Potensi Hujan Lebat di Aceh, Warga Diimbau Waspada
• 10 jam lalugenpi.co
thumb
Inara Rusli Resmi Cabut Laporan, Tapi Polisi Bakal Tetap Panggil Insanul Fahmi Karena...
• 21 jam laluviva.co.id
thumb
Berawal Cekcok, Suami di Lampung Nekat Bakar Rumah dan Mobil Istri
• 3 jam lalukumparan.com
thumb
BNI Siapkan Relaksasi Kredit Bagi Korban Bencana Sumatera
• 19 jam laluidxchannel.com
Berhasil disimpan.