Insentif Mobil Listrik Dinilai Masih Diperlukan di Tengah Fluktuasi Harga Minyak

idxchannel.com
3 jam lalu
Cover Berita

Wacana pencabutan insentif kendaraan listrik dinilai perlu dikaji secara hati-hati oleh pemerintah.

Insentif Mobil Listrik Dinilai Masih Diperlukan di Tengah Fluktuasi Harga Minyak. (Foto iNews Media Group)

IDXChannel — Wacana pencabutan insentif kendaraan listrik dinilai perlu dikaji secara hati-hati oleh pemerintah. Sebab, pasar mobil listrik di Indonesia hingga kini masih berada pada tahap awal pengembangan dan fase pertumbuhan.

Pengamat Ekonomi, Mata Uang, dan Komoditas Ibrahim Assuaibi mengatakan, kehati-hatian itu perlu dilakukan terutama di tengah dinamika geopolitik global yang kerap memicu fluktuasi harga minyak mentah dan berdampak pada beban impor bahan bakar minyak (BBM).

Baca Juga:
Kemenperin Sebut Insentif Mobil Listrik CBU Berakhir 2025

“Saya katakan bahwa ini masih masa pertumbuhan. Artinya apa? Masa pertumbuhan itu masih mereka itu memilah-milah mana yang pasar mana yang harus dioptimalkan, mobil merek apa, harganya berapa, ini yang harus bisa dilakukan oleh pengusaha-pengusaha mobil listrik,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (30/12/2025).

Dia pun lantas membandingkan kondisi tersebut dengan industri kendaraan berbahan bakar fosil yang telah lebih matang dan memiliki pengalaman panjang dalam menyesuaikan strategi penjualan di tengah tekanan ekonomi.

Baca Juga:
Dilema Insentif Mobil Listrik dan Industri Otomotif Nasional

“Berbeda dengan mobil-mobil yang berbahan bakar fosil, seperti Toyota, Mitsubishi, dan lain-lain. Mereka selalu membuat satu strategi bagaimana dalam kondisi saat ini ekonomi tidak berimpek saja, membuat produk-produk mobil yang harganya relatif lebih murah dan terjangkau oleh masyarakat,” katanya.

Baca Juga:
China Usulkan Insentif Mobil Listrik Dihapus Bertahap

Ibrahim menilai, jika insentif kendaraan listrik dihentikan dan perlakuan pajaknya disamakan dengan kendaraan berbahan bakar minyak, hal tersebut berpotensi memengaruhi minat masyarakat. Kondisi ini juga perlu dilihat dalam konteks ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM.

“Karena pada saat insentif dihilangkan, kemudian pajak mobil listrik sama dengan pajak mobil fossil berbahan bakar fosil, kemungkinan besar harganya akan lebih mahal, sehingga akan ditinggalkan,” katanya.

Baca Juga:
BYD Harap Insentif Mobil Listrik Berlanjut hingga 2026

Dia menambahkan, ketidakpastian geopolitik global sering kali berdampak langsung pada harga minyak mentah dunia. Dalam situasi tersebut, setiap kebijakan yang berpotensi meningkatkan konsumsi BBM impor perlu dipertimbangkan secara cermat.

“Semoga wacana ini tidak jadi karena saat ini perkembangan Indonesia masih belum stabil, sehingga masih butuh insentif dari pemerintah. Tujuannya adalah agar masyarakat itu beralih dari membentuk bahan bakar fosil berubah menjadi bahan listrik,” ujarnya.

Menurut Ibrahim, pola adopsi kendaraan listrik yang terjadi saat ini menunjukkan insentif menjadi pendorong awal sebelum kendaraan listrik benar-benar dipilih karena kebutuhan.

“Baru setelah itu berkebutuhan. Jadi pertama insentif dulu, kedua adalah kebutuhan,” katanya.

Dia juga menilai pengguna mobil listrik di Indonesia saat ini masih terbatas pada kelompok tertentu. Jika insentif dihentikan pada fase pertumbuhan, terdapat kemungkinan masyarakat kembali mengandalkan kendaraan berbahan bakar minyak.

“Kalau seandainya insentif dicabut pada saat masa pertumbuhan, ya kemungkinan besar masyarakat akan beralih kembali ke mobil berbahan bakar minyak,” kata dia.

Ibrahim mengibaratkan perkembangan industri mobil listrik seperti proses tumbuh kembang yang memerlukan tahapan. Sehingga, pencabutan insentif idealnya dilakukan ketika pasar sudah lebih matang.

“Ada persiapan, ada pertumbuhan, ada perkembangan, ada perdewasaan. Pada saat sudah dewasa, di situlah pemerintah baru mencabut insentif,” ujarnya.

Dengan demikian, dia berharap setiap keputusan terkait insentif kendaraan listrik dapat mempertimbangkan kondisi pasar domestik serta dinamika global, sehingga kebijakan yang diambil tetap selaras dengan kebutuhan ekonomi nasional.

(Dhera Arizona)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Tayang 8 Januari 2026, Musuh Dalam Selimut Sajikan Kisah Sahabat yang Jadi Ancaman
• 15 jam lalutabloidbintang.com
thumb
Komisi V DPR Desak Investigasi Izin Berlayar Usai Insiden Kapal Tenggelam di Bajo
• 4 jam laludetik.com
thumb
Rumah: Pengertian, Fungsi, Jenis Arsitektur, dan Tips Memilikinya
• 8 jam lalumediaindonesia.com
thumb
Kampoeng Banana Krezz, Sentra Oleh-oleh Pisang Khas Lereng Lawu
• 11 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Mendagri Sebut Anggaran Pemulihan Pascabencana Sumatera Capai Rp59 Triliun
• 5 jam lalurctiplus.com
Berhasil disimpan.