Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut upaya pengendalian hujan melalui Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di puncak musim hujan sebagai langkah yang “menentang alam”. Namun kebijakan tersebut dinilai perlu dilakukan untuk mencegah banjir di Sumatera dan Aceh.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mengatakan Indonesia saat ini berada pada puncak musim hujan sehingga intervensi cuaca menjadi langkah yang tidak lazim secara alamiah.
“Yang perlu kita pahami saat ini kita dalam puncak musim hujan. Nah pada saat puncak musim hujan ini, hal yang kita lakukan sebenarnya sedikit mungkin agak menentang alam. Karena kita mau menghilangkan hujan pada puncak musim hujan,” kata Abdul saat konferensi pers di Graha BNPB, Matraman, Jakarta Timur, Selasa (30/12).
“Tapi ini harus kita lakukan, karena kita tahu bahwa ada satu daerah yang mungkin miss dalam track OMC kita saja, tiba-tiba 3 kabupaten di Aceh, Bireuen, Pidie, kemudian Aceh Tengah itu air sungai sudah kembali meluap,” lanjutnya.
Ia menjelaskan, operasi modifikasi cuaca membutuhkan biaya besar, namun masih diperlukan hingga kondisi lingkungan dinilai lebih aman.
“Tentu saja operasi modifikasi itu bukan operasi yang secara ekonomi itu murah, tetapi ini harus kita lakukan dulu. Sampai nanti kita benar-benar bisa memastikan di titik-titik yang seperti tadi kami perlihatkan ada pendangkalan, ada tumpukan sampah di jembatan-jembatan existing yang masih bisa digunakan,” jelas Abdul.
“Ini bisa kita pastikan itu lancar baru nanti mungkin proporsi modifikasi cuaca kita kurangi,” sambung dia.
Menurutnya, banjir yang terjadi saat ini tidak semata-mata disebabkan oleh cuaca ekstrem. Bahkan hujan dengan intensitas sedang dapat memicu genangan akibat keterbatasan daya tampung lingkungan.
“Sebenarnya ini bukan masalah apakah cuacanya ekstrem atau tidak, bahkan hujan intensitas sedang pun itu bisa bikin banjir saat ini, karena keterbatasan daya tampung dari seluruh air tersebut,” ungkap Abdul.
“Jadi ini yang terus kita coba antisipasi. Sekali lagi secara kodratnya, sebenarnya kita agak menentang alam. Karena kita berusaha untuk tidak ada hujan pada saat puncak musim hujan,” tambahnya.
Ia menyebut, selama lebih dari satu bulan terakhir, proporsi hari tanpa hujan justru lebih banyak dibanding hari hujan di wilayah operasi.
“Berarti yang kita lakukan dalam 32 hari, 33 hari dengan hari ini. Itu proporsi hari tanpa hujan di 3 provinsi ini, di puncak musim hujan ini itu jauh lebih banyak ketimbang hari dengan hujan,” tuturnya.
Ia memastikan operasi modifikasi cuaca masih akan terus dilakukan hingga sistem drainase utama dinilai mampu menampung debit air pada kondisi normal puncak musim hujan.
“Jadi yakin operasi ini masih terus optimal dan masih akan terus kita lakukan. Paling tidak sampai kita bisa memastikan drainase-drainase primer ini, seluruh air utama ini, bisa menampung kondisi-kondisi normal pada puncak musim hujan,” pungkas dia.



