Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per Oktober 2025, pembiayaan kendaraan baru oleh industri multifinance turun sebesar 3,64% year-on-year (YoY).
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, PMV, LKM, dan LJK Lainnya OJK Agusman menyebut akibat penurunan itu pembiayaan menjadi senilai Rp230,36 triliun.
“Penurunan ini sejalan dengan revisi penjualan kendaraan baru oleh Gaikindo dan perlambatan pasar otomotif, yang menekan pembiayaan kendaraan baru hingga akhir tahun,” tuturnya dalam lembar jawaban RDK November 2025, dikutip pada Selasa (30/12/2025).
Sebab demikian, Agusman menegaskan proyeksi pembiayaan kendaraan baru pada tahun depan diperkirakan mengikuti dinamika pasar otomotif.
“Dengan peluang pertumbuhan terutama dari segmen kendaraan listrik dan inovasi produk pembiayaan,” sebutnya.
Sementara itu, menilik pembiayaan mobil listrik oleh industri multifinance per Oktober 2025, OJK mencatat mencapai Rp17,64 triliun, tumbuh 2,70% secara bulanan atau month-to-month (MtM).
Baca Juga
- Rasio Klaim Asuransi Kredit 85,56%, OJK: Cerminkan Potensi Tekanan Risiko
- OJK Catat Nilai Transaksi Bursa Karbon Capai Rp80,75 Miliar per Desember 2025
- OJK: Penerbitan Berkurang, Investasi Dana Pensiun di SRBI Turun jadi Rp4,09 Triliun
Agusman mengatakan pertumbuhan itu didorong oleh meningkatnya minat konsumen terhadap kendaraan ramah lingkungan. Sebab demikian, dia melihat prospek pembiayaan ini di tahun depan tetap positif.
“Seiring tren elektrifikasi kendaraan, dukungan kebijakan terkait lingkungan, serta bertambahnya pilihan merek kendaraan listrik di pasar,” sebutnya.
Di lain sisi, dia turut menyoroti maraknya praktik jual-beli kendaraan hanya menggunakan STNK tanpa BPKB secara terang-terangan saat ini. Dia menyebut ini berisiko menimbulkan sengketa kepemilikan dan risiko kredit bagi multifinance.
Baginya, fenomena tersebut bisa terjadi lantaran dipicu oleh harga yang lebih murah, kemudahan transaksi, dan kurangnya edukasi konsumen. Sebab demikian, dia mendorong agar perusahaan pembiayaan perlu tetap menerapkan prinsip kehati-hatian.
“Memverifikasi dokumen secara memadai, menjadikan BPKB sebagai agunan, serta meningkatkan edukasi publik agar transaksi kendaraan dilakukan melalui jalur resmi dengan dokumen lengkap,” pungkasnya.





