Kembang Api yang Layu di Tahun Baru

kompas.id
9 jam lalu
Cover Berita

Jelang tahun baru, pedagang kembang api dan petasan di Makassar gigit jari karena penjualan yang tipis. Usaha untuk bertahan hidup dan meraup ”uang kaget” dari dagangan musiman itu dihadapkan ekonomi yang morat-marit dan larangan pesta Tahun Baru.

Telah seharian Norma (33), duduk di depan jejeran jualannya, Rabu (30/12/2025) jelang sore. Beragam jenis kembang api dan petasan tersusun berjejer di meja kayu etalase. Kendaraan hilir mudik di Jalan Perintis Kemerdekaan, jalan utama di Makassar, Sulawesi Selatan, tanpa satu pun singgah.

Ibu satu anak ini menunggu dengan tekun. Ia mengisi waktu sembari bercanda dengan rekannya sesama pedagang kembang api. “Sudah dari jam 10.00 di sini, belum ada yang laku. Lebih banyak beli durian di depan, he he,” kata Norma.

Menjual kembang api telah dilakoninya tiga tahun terakhir. Setiap akhir tahun, ia menyiapkan modal membeli kembang api. Jika tahun lalu ia membeli sebanyak Rp 1,5 juta, tahun ini ia turunkan menjadi Rp 900.000. “Takut tidak laku,” tambahnya.

Hal itu seteah melihat situasi sejak awal tahun. Di tahun lalu saja, dagangannya tidak terjual habis. Baru beberapa pekan setelah tahun baru bisa ludes terjual. Terlebih lagi, ia merasakan betul sulitnya hidup belakangan ini.

Sani (42), rekannya menimpali beratnya situasi ekonomi yang dirasakan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sangatlah sulit. Bersama suaminya, ia setiap hari memulung plastik bekas di wilayah Tamalanrea.

Baca JugaLarangan Pesta Kembang Api Tak Redupkan Semangat Mencari Rezeki

Berjualan petasan, tutur Sani, menjadi salah satu cara untuk mendapatkan “uang kaget” di akhir tahun. Akan tetapi, ia merasa kaget setelah dua hari berjualan dagangan tidak kunjung laku.

“Kemarin hanya terjual Rp 80.000. Kalau tahun lalu sehari masih ada minimal Rp 200.000. Khawatir tidak laku sampai selesai Tahun Baru,” cemasnya.

Ditambah lagi, pemerintah melarang pesta tahun baru. Selain perayaan sederhana, hal itu untuk bersimpati pada saudara yang tertimpa bencana di Sumatera dan sejumlah tempat lain di Indonesia.

Kamis (31/12/2025) jelang siang, Abdul Wahid (38), sibuk menata dagangan di pengkolan jalan di kawasan Panaikang, Makassar. Rasa cemas juga menghinggapi ayah empat ini dalam berjualan kembang api dan petasan. Sehari sebelumnya, ia hanya mengantongi Rp 50.000.

Baca JugaEkonomi Gaduh, Masyarakat-Pengusaha Bersiasat Jauhi Rungkad

Padahal, ia telah memilih jualan yang murah dan terjangkau. Dari harga Rp 2.000 hingga maksimal Rp 80.000 per kemasan. Ia berharap harga itu bisa menjadi daya tarik bagi pembeli. Lokasi juga dipilih agar mudah dijangkau warga.

Namun, ekspektasinya tidak sesuai realita. Daya beli masyarakat tidak seperti yang ia bayangkan. “Sudah enam tahun dagang petasan di akhir tahun, sudah tahun ini paling terasa susahnya. Bisa kembali modal saja sudah untung,” tuturnya. Ia menyiapkan uang membeli dagangan sebesar Rp 2,5 juta untuk tahun ini.

Modal tersebut, ia melanjutkan, dikumpulkan sedikit demi sedikit sepanjang tahun. Pekerjaan utamanya adalah pengemudi ojek daring. Setiap hari, ia menargetkan mengumpul Rp 150.000. Sebanyak Rp 100.000 untuk biaya sekolah anak, dan Rp 50.000 untuk kebutuhan makan sehari-hari. “Kalau kurang dari itu pasti kesulitan,” katanya.

Namun, kian hari ia merasa kehidupan kian berat. Meski telah berkendara seharian, hasil sesuai target tidak selalu bisa tercapai. Ia pun bekerja lebih keras untuk memenuhi kekurangan dan keluar mencari penumpang lebih lama.

Baca JugaBadai PHK di Sulsel Terjang 2.486 Orang, Sektor Tambang Dominan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ekonomi Sulawesi Selatan triwulan III-2025 terhadap triwulan III-2024 sebenarnya mengalami pertumbuhan sebesar 5,01 persen (y-on-y). Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Jasa Lainnya mengalami pertumbuhan tertinggi yakni sebesar 11,82 persen.

Namun, pada Maret 2025, angka gini ratio di wilayah ini, atau ketimpangan pengeluaran, adalah sebesar 0,363. Angka ini naik dibandingkan gini ratio September 2024 sebesar 0,360 dan relatif tidak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2024. Gini ratio di daerah perkotaan pada Maret 2025 tercatat sebesar 0,373 juga naik dibanding Gini Ratio September 2024 sebesar 0,369.

Pada sisi lainnya, rilis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terbaru juga mengisyaratkan adanya ketimpangan. Pada Juli 2025, pertumbuhan simpanan nasabah dengan saldo di bawah Rp 100 juta hanya tumbuh 4,76 persen, melambat dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Padahal, pada Maret 2025 sempat tumbuh hingga 6,79 persen. Sementara itu, simpanan kelompok di atasnya justru tumbuh lebih tinggi, setidaknya pada kelompok nasabah dengan saldo Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar, dan di atas Rp 2 miliar.

Fenomena itu bisa jadi mencerminkan bahwa masyarakat kelas bawah dan menengah terpaksa ”memakan tabungan” di tengah situasi yang kian menekan. Tabungan tipis yang seharusnya menjadi bantalan darurat terkikis demi bertahan hidup (Kompas, 3/9/2025).

Baca JugaPertumbuhan Ekonomi 2026 Bergantung Reformasi Regulasi

Pengamat ekonomi dari Universitas Hasanuddin Anas Iswanto Anwar mengungkapkan, ekonomi di wilayah ini memang cenderung stagnan, bahkan kian menyusahkan untuk masyarakat bawah. Masyarakat yang bekerja di sektor informal khususnya kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.

Terlebih lagi, angka pemutusan hungan kerja juga kian tinggi. Hingga November, 2.486 orang dipecat, melejit dari ratusan orang di tahun sebelumnya. Pada 2024, PHK di Sulsel tercatat hanya 126 orang. Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, Sulsel menempati posisi ke-6 angka PHK tertinggi di Indonesia.

“Oleh karena itu, dibutuhkan akselerasi pembangunan, ide yang kreatif dan menggiatkan ekonomi di sektor utama. Mulai dari pertanian, perkebunan, kelautan, dan perikanan, itu yang menjadi tulang punggung ekonomi Sulsel. Jika tidak, maka yang kaya melenggang, sementara yang miskin meregang,” tuturnya.

Bagi masyarakat seperti Norma, Wahid, dan lainnya, mereka berjuang di tengah momentum yang ada di depan mata. Namun, saat iklim ekonomi tidak mendukung maka mereka pun gigit jari. “Semoga bisa laku semua sampai tengah malam sebentar. Kalau tidak, modal pun belum kembali. Pusing untuk makan dan sekolah anak,” kata Wahid.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Harga Minyak Datar, Harapan Damai Rusia-Ukraina Pudar dan Ketegangan Yaman Memanas
• 12 jam laluidxchannel.com
thumb
5 Rekomendasi Drakor Tema Superhero yang Penuh Aksi Seru, Terbaru Ada Cashero yang Dibintangi Lee Jun Ho
• 13 jam lalugrid.id
thumb
Kronologi Meninggalnya Ayah Gilang Dirga, Sempat Dibawa ke RS karena Riwayat Penyakit Jantung
• 6 jam lalugrid.id
thumb
Daftar 70 Emiten Terancam Delisting dari BEI, Ada SMCB, WSKT hingga INAF
• 13 jam lalukatadata.co.id
thumb
Viral Video Asusila, Kadisperindag Batam GR Mengaku Diperas
• 7 jam lalugenpi.co
Berhasil disimpan.