FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid, menegaskan tahun 2026 harus dimanfaatkan sebagai titik balik untuk membangun ekonomi nasional yang berdaulat, berkeadilan, dan berakar kuat pada nilai Ekonomi Pancasila sebagaimana amanat Pasal 33 dan 34 UUD 1945.
Menurutnya, Indonesia sedang memasuki fase transisi penting pascapemulihan pandemi Covid-19 dan di tengah penyesuaian terhadap dinamika global yang kian kompleks.
Nurdin menjelaskan, secara makro pertumbuhan ekonomi nasional dalam dua tahun terakhir relatif stabil pada kisaran 5,0–5,1 persen, dengan inflasi yang terjaga pada rentang sasaran 2,5 ±1 persen.
Ia menilai stabilitas ini mencerminkan kebijakan fiskal dan moneter yang cukup berhasil menjaga daya beli masyarakat. Namun, ia mengingatkan bahwa angka-angka tersebut belum otomatis berarti persoalan mendasar telah selesai.
“Di balik stabilitas itu, problem struktural masih nyata: kemiskinan, pengangguran, ketimpangan pendapatan, terbatasnya lapangan kerja berkualitas, sampai ketergantungan impor pada sektor strategis,” kata Nurdin, Rabu (31/12/2025).
Ia juga menyoroti kerusakan hutan yang masif akibat meluasnya industri ekstraktif yang, menurutnya, berujung pada bencana rutin seperti banjir bandang, banjir rob, dan tanah longsor, serta menimbulkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur bernilai triliunan rupiah setiap tahun.
Di tingkat global, Nurdin menyebut ekonomi dunia menunjukkan tren perlambatan. Proyeksi pertumbuhan global hingga 2026 diperkirakan berada di bawah 3 persen akibat suku bunga tinggi berkepanjangan, konflik geopolitik, dan fragmentasi perdagangan internasional.
Tekanan global itu, lanjutnya, berimbas pada negara berkembang seperti Indonesia melalui volatilitas nilai tukar, arus modal yang fluktuatif, serta melemahnya permintaan ekspor nonmigas.
Ia menambahkan, tantangan domestik juga semakin menguat. Rasio incremental capital output ratio (ICOR) Indonesia yang masih tinggi di kisaran 6–6,5 menunjukkan efisiensi investasi belum optimal.
Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB yang masih berkisar 18–19 persen dinilai belum kembali ke level ideal sebagai motor penciptaan lapangan kerja.
Sementara itu, UMKM dan koperasi yang mencakup lebih dari 98 persen unit usaha nasional disebut belum sepenuhnya terintegrasi ke dalam rantai nilai industri dan BUMN.
Memasuki 2026, Nurdin menyampaikan Indonesia masih berpeluang tumbuh di kisaran 5,1–5,3 persen. Namun ia mengingatkan, proyeksi itu dapat meleset di bawah 5 persen jika pemerintah gagal menemukan strategi yang tepat dalam penguatan ekonomi domestik, kebijakan afirmatif terhadap sektor produktif, serta diplomasi perdagangan internasional.
Jika pertumbuhan melemah, ia menilai target pertumbuhan 8 persen pada 2028 akan sulit dicapai. Padahal, menurutnya, pertumbuhan di atas 8 persen sangat penting untuk mempercepat Indonesia menjadi negara maju dengan mengoptimalkan bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045.
Dalam konteks itu, Nurdin menekankan 2026 tidak boleh hanya dipahami sebagai upaya menjaga stabilitas, tetapi harus menjadi momentum konsolidasi untuk membangun sistem ekonomi yang berpijak pada Ekonomi Pancasila.
Ia menyebut pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka telah menegaskan bahwa Visi Besar Asta Cita akan dijalankan dengan berpedoman pada Ekonomi Pancasila, dengan Pasal 33 UUD 1945 sebagai patokan dasar.
Nurdin memaparkan, arah kebijakan itu diwujudkan melalui penguatan koperasi sebagai sistem dasar ekonomi rakyat melalui Koperasi Merah Putih yang dirancang hadir di puluhan ribu desa dan kelurahan, serta pembentukan Danantara sebagai superholding BUMN untuk mengelola aset strategis dengan misi memperkuat pembangunan infrastruktur dan ketahanan sektor-sektor kunci seperti pangan, energi, air, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
Selain itu, ia menyebut pemerintah mendorong perluasan hilirisasi sumber daya alam yang tidak hanya terfokus pada pertambangan dan perkebunan, tetapi diperluas ke sektor pertanian, perikanan, peternakan, hingga ekonomi kreatif guna meningkatkan nilai tambah dan membuka lapangan kerja lebih luas.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi kuat antara koperasi dan BUMN sebagai pelaku ekonomi yang mandatnya diatur konstitusi, termasuk dalam skema pembiayaan dan pengembangan jaringan ekonomi di desa dan kelurahan. Menurutnya, keberhasilan agenda tersebut ditentukan oleh perencanaan yang terukur, implementasi yang efektif, serta tata kelola yang baik.
Menutup pernyataannya, Nurdin menegaskan 2026 perlu dijadikan tahun konsolidasi menyeluruh mulai dari penguatan gagasan, sistem, kelembagaan, strategi implementasi, hingga evaluasi agar 2027 bisa menjadi periode pemantapan dan percepatan.
“Momentum 2026 harus menjadi tonggak kebangkitan bukan sekadar menjaga stabilitas, tetapi memastikan ekonomi tumbuh adil, berdaulat, dan benar-benar menghadirkan kemakmuran bagi rakyat,” ujarnya.





