EtIndonesia. Memasuki usia paruh baya, hidupnya justru dihantam pukulan yang nyaris menghancurkan segalanya. Akibat keputusan investasi yang keliru, dia bangkrut seketika. Setelah menjual rumah keluarga, dia masih menanggung utang lebih dari 10 juta yuan. Di saat yang sama, kondisi fisiknya ikut memburuk—berat badannya melonjak hingga lebih dari 150 kilogram, otot pernapasannya rusak, dan setiap malam dia hanya bisa tidur dengan bantuan mesin oksigen.
Banyak orang yakin, dia akan benar-benar “tumbang”.
Namun dia berkata pada dirinya sendiri, dia tidak boleh jatuh. Jika dia menyerah, utang itu akan beralih ke pundak anak-anaknya. Selain itu, masih begitu banyak utang kehidupan yang belum dia bayar—dia harus berusaha melunasinya.
Dengan tubuh yang sakit, dia mulai berkeliling mencari peluang, memutar otak demi mencari nafkah. Seberat apa pun perjuangan itu, hasilnya tetap sangat minim. Sepuluh tahun dia bertahan dalam kesulitan—dan tetap tidak menyerah. Sebab, tumpukan utang itu selalu mengingatkannya untuk terus melangkah.
Hingga suatu hari, dia menangkap sebuah peluang kecil. Sebuah kios sempit berukuran 8 meter persegi di gang kecil mengingatkannya pada rasa sosis goreng buatan ibunya di masa lalu. Dengan bantuan teman, dia menyewa kios itu. Dia mencoba membuat sosis goreng berulang kali, tetapi rasanya tak pernah sama seperti yang dia ingat.
Dia pulang ke kampung halaman, bertanya kepada para orangtuanya, lalu mencoba lagi dan lagi, bereksperimen tanpa henti—sampai akhirnya semua orang berkata, “Ini enak.”
Toko sosisnya pun resmi dibuka. Tak disangka, penjualannya meledak. Di bulan-bulan ramai, keuntungannya bisa mencapai lebih dari 50.000 yuan per bulan. Setiap kali teringat bahwa sebagian utangnya bisa dilunasi, dia bekerja semakin giat—siang dan malam. Tak lama kemudian, dia membuka gerai waralaba.
Dalam tiga tahun, dari satu kios sosis ke sosis berikutnya, dia berhasil melunasi utang lebih dari 10 juta yuan.
Namanya Fu Guanzheng—pendiri merek “Fei Chang Bi Ke”—dan oleh warganet dia dijuluki “manusia keajaiban.”
Kebetulan yang luar biasa, ada satu kisah lain yang juga menciptakan keajaiban serupa.
Namanya Yuan Zhushi—seorang petani biasa. Di usia 13 tahun, dia terserang penyakit berat dan menjalani 17 kali operasi. Akibatnya, kedua kakinya masing-masing lebih pendek 14 sentimeter. Karena kegagalan usaha dan berbagai faktor lain, Yuan Zhushi juga terjerat utang hingga puluhan juta yuan.
Utang sebesar gunung itu menekannya tanpa henti. Namun, bukankah namanya Zhushi—yang berarti tiang penyangga? Meski gunung runtuh menimpa, tiang penyangga harus tetap berdiri. Dia bersumpah akan melunasi semua utangnya.
Fu Guanzheng dan Yuan Zhushi, dibandingkan orang kebanyakan, memiliki tubuh yang lemah dan penuh keterbatasan. Namun mereka menciptakan keajaiban yang sulit dibayangkan.
Utang memang bukan sesuatu yang menyenangkan. Tetapi bagi orang yang menjunjung kejujuran dan berani memikul tanggung jawab, utang justru bisa menjadi sumber dorongan—bahkan penopang hidup.
Sesungguhnya, siapa di antara kita yang tak memiliki utang kehidupan?
Kita berutang pada orangtua atas kasih dan pengorbanan mereka.
Berutang pada pasangan atas kebersamaan dalam susah dan senang.
Berutang pada anak-anak atas kepercayaan dan harapan mereka.
Berutang pada sahabat atas kepercayaan yang diberikan.
Bahkan, kita berutang pada diri sendiri—atas mimpi yang belum terwujud.
Jika kita selalu mengingat berbagai “utang” itu, bukankah langkah kita dalam mengejar hidup akan menjadi lebih teguh dan lebih kuat?(jhn/yn)



:strip_icc()/kly-media-production/medias/5457781/original/065491700_1767054939-20251229IQ_Persija_vs_Bhayankara_FC-26.jpg)
