Apa yang dapat Anda pelajari dari artikel ini?
1. Apa yang menjadi peringatan Presiden Prabowo terkait dana bantuan bencana?
2. Polemik apa saja yang terjadi seputar penggalangan dana bantuan bencana?
3. Modus apa saja yang dilakukan dalam penyelewengan dana bantuan bencana?
Salah satu pesan penting dari Presiden Prabowo Subianto soal penanganan bencana di Sumatera adalah agar para pejabat di pemerintahan pusat dan daerah tidak mengorupsi anggaran untuk membantu korban bencana.
Apa yang dilakukan Presiden ini penting karena kerap kali terjadi penyelewengan dana bantuan bencana karena rawan tidak terawasi dengan baik.
Negara sendiri sudah mengeluarkan biaya penanganan bencana Sumatera di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dengan total mencapai Rp 51,81 triliun.
Anggaran ini dikucurkan saat memasuki fase rehabilitasi dan rekonstruksi, terutama melibatkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPNB) dan Kementerian Pekerjaan Umum.
Dengan dana anggaran yang melimpah, Presiden Prabowo meminta aparat penegak hukum beserta pihak-pihak yang lain di masyarakat untuk mengawasi penggunaan anggaran tersebut. Presiden Prabowo mengingatkan akan memberikan sanksi keras kepada siapa pun yang mengorupsi anggaran negara.
”Jadi, kepolisian, semua pihak, periksa pemda (pemerintah daerah), catat kalau ada yang nakal-nakal, lipat gandakan harga dan sebagainya,” tutur Presiden. Peringatan presiden ini penting karena kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) sepanjang 2024 tercatat ada 20 perkara kasus korupsi yang masuk dalam kategori bencana.
Salah satu polemik terkait bantuan bencana Sumatera adalah soal penggalangan dana. Salah satunya dipertontonkan oleh anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Endipat Wijaya, yang menyindir bantuan yang datang dari masyarakat.
Hal ini ia lakukan secara terbuka dalam rapat kerja Komisi I DPR dengan Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid di Gedung DPR, Jakarta, pada 8 Desember 2025.
”Orang per orang cuma menyumbang Rp 10 miliar (ke daerah bencana), negara sudah triliun-triliunan rupiah ke Aceh itu. Orang yang cuma datang sekali seolah-olah paling bekerja di Aceh, padahal negara sudah hadir dari awal. Ada yang baru datang, baru bikin satu posko, ngomong pemerintah enggak ada. Padahal, pemerintah sudah bikin ratusan posko,” ujar Endipat.
Meski tak disebutkan siapa individu yang dimaksudnya, sindiran itu ditangkap mengarah kepada Ferry Irwandi, pemengaruh sekaligus pendiri Malaka Project.
Setelah bencana di Sumatera melanda, Ferry menggalang bantuan dana publik melalui platform Kitabisa. Total donasi mencapai Rp 10,3 miliar dalam 24 jam pertama dengan partisipasi lebih dari 87.000 orang. Ia juga ikut terlibat mendistribusikan bantuan kepada para penyintas.
Ada sejumlah modus korupsi dana bencana yang menunjukkan pola yang relatif sama dan seragam di sejumlah daerah. Salah satunya dengan cara penggelembungan harga dalam pengadaan barang bantuan menjadi praktik yang paling sering ditemukan dalam berbagai kasus.
Modus lainnya adalah dengan menciptakan selisih harga barang kebutuhan dasar dan material bangunan yang kerap mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah dalam satu paket pengadaan.
Praktik modus korupsi ini umumnya lebih mudah dilakukan dan tanpa pengawasan karena kerap berlindung dalam situasi darurat. Ketika pasar dianggap tidak stabil, harga wajar menjadi sulit diverifikasi. Celah ini dimanfaatkan untuk menaikkan nilai kontrak secara tidak rasional.
Modus lainnya adalah proyek fiktif. Laporan administrasi disusun seolah pekerjaan telah selesai sepenuhnya. Di lapangan, bantuan tidak pernah sampai atau kualitasnya jauh di bawah standar. Modus ini kerap dilakukan dengan memanipulasi dokumen pendukung.
Di luar modus-modus korupsi di atas, ada satu modus konvensional lainnya yang dilakukan di awal proyek. Modus itu adalah cengan cara pemotongan dana bantuan.
Kontraktor atau penyedia barang diminta menyetor biaya dengan besaran persentase tertentu. Umumnya modus pemotongan anggaran ini dibungkus sebagai biaya koordinasi atau komitmen kerja sama.
Skema pemotongan menciptakan struktur rente yang sistemik. Pejabat dan rekanan membangun hubungan saling ketergantungan. Dana bencana berubah menjadi sumber pendapatan ilegal yang berulang.




