- Syahganda juga menyoroti ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia.
- Syahganda menekankan bahwa kegagalan kementerian mencapai target ekonomis seperti pertumbuhan di atas 5 persen.
- Prabowo tidak boleh lagi tersandera oleh kepentingan koalisi partai politik.
Suara.com - Memasuki tahun kedua pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Ketua Dewan Direksi GREAT Institute Syahganda Nainggolan, memberikan catatan kritis dalam "Outlook Indonesia 2026".
Syahganda menegaskan bahwa perombakan kabinet atau reshuffle menjadi syarat mutlak jika Presiden ingin mewujudkan visi besar transformasi Indonesia.
Dalam dialog di podcast bersama Bambang Widjojanto, ia menyoroti adanya jarak yang lebar antara ideologi besar Presiden dengan eksekusi di level kementerian yang dinilai masih terjebak pada pola lama.
Syahganda mengawali diskusinya dengan menyoroti minimnya dialog substantif antara Presiden dengan para pemikir dan rakyat selama setahun terakhir. Hal ini dinilai memicu banyaknya kebijakan yang ambigu dan kontradiktif.
"Ada slip of tongue yang berkali-kali. Misalnya, bencana alam diakui muncul karena pembukaan lahan perkebunan, namun beberapa hari kemudian muncul kebijakan sawitisasi besar-besaran. Ada ambiguitas dan kontradiksi yang terus-menerus," ujar Syahganda dalam kanal YouTube Bambang Widjojanto, Rabu (31/12/2025).
Menanggapi hal tersebut, Syahganda juga menyarankan Prabowo untuk mencontoh langkah reformasi Pemimpin tertinggi Republik Rakyat Tiongkok, Deng Xiaoping di Cina pada tahun 1978.
Dirinya menjelaskan bagaimana Deng berhasil menaikkan produksi tani sebesar 43% hanya dalam waktu enam tahun melalui perubahan tata kelola.
"Deng Xiaoping mengubah communal-based production menjadi household-based. Ada tanggung jawab keluarga dan unsur kompetisi di sana," kata dia.
"Prabowo punya ide Koperasi Desa Merah Putih di 82.000 desa, tapi faktanya setahun ini yang dibangun baru gerainya, bukan sistem produksinya," lanjutnya.
Baca Juga: Refleksi 2025: Akademisi UII Nilai Pemerintahan Prabowo-Gibran Sarat Masalah HAM dan Militerisasi
Lebih lanjut, ia menyebut jika Presiden serius dengan paradigma sosialis-kerakyatan, maka Prabowo harus berani menindak pihak-pihak di dalam birokrasi yang menghambat kemajuan ekonomi komunal.
"Presiden harus bilang 'Ini perintah saya, bangun ekonomi komunal. Lu ngelawan, gua tangkap!'," kata dia.
Selain itu Syahganda juga menyoroti ketimpangan penguasaan lahan di Indonesia.
Ia mendesak adanya redistribusi tanah produktif yang saat ini 60 persennya dikuasai oleh segelintir konglomerat.
"Jangan sekadar menertibkan yang nyolong batas, tapi yang sudah punya lahan berlebihan harus diproporsionalkan. Kuncinya dua: redistribusi ekonomi melalui upah dan redistribusi tanah untuk rakyat. Jika ini dilakukan, lima tahun lagi kita semua kaya," jelasnya.
Syahganda menekankan bahwa kegagalan kementerian mencapai target ekonomis seperti pertumbuhan di atas 5 persen disebabkan oleh masalah transparansi dan akuntabilitas.


