Aral melintang menanti kehadiran dua pemain baru bank syariah

id.techinasia.com • 5 bulan yang lalu
Cover Berita

ARAL melintang di depan mata perbankan syariah Indonesia. Di tengah upaya pemerintah mendorong konsolidasi demi memperkuat industri, dua pemain baru justru akan muncul.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan izin prinsip untuk dua bank syariah baru. Keduanya adalah Bank Aceh Syariah dan Bank NTB Syariah.

Bank Aceh Syariah merupakan hasil konversi dari Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh. Sedangkan Bank NTB Syariah adalah hasil konversi dari BPD Nusa Tenggara Barat.

Direktur Perbankan Syariah OJK, Sutan Beny Mulyana, mengatakan kedua bank tersebut masih dalam tahap persiapan menuju operasional penuh. "Izin prinsip itu berlaku selama setahun. Mereka harus menyiapkan segala sesuatunya, termasuk modal," ujarnya kepada Tech in Asia.

Kehadiran dua bank syariah baru ini menambah panjang daftar pemain di industri yang masih berjuang meningkatkan skala usahanya. Saat ini, sudah ada 13 Bank Umum Syariah (BUS) dan 20 Unit Usaha Syariah (UUS).

Namun, konsentrasi aset industri masih sangat tinggi. Tiga bank syariah terbesar—Bank Syariah Indonesia (BSI), Bank Muamalat, dan Bank Mega Syariah—menguasai sekitar 80% total aset perbankan syariah nasional.

BSI sendiri merupakan hasil merger tiga bank syariah BUMN: Bank Mandiri Syariah, Bank BRI Syariah, dan Bank BNI Syariah. Merger yang digagas pemerintah itu resmi beroperasi pada 1 Februari 2021.

Mengapa Pemerintah Dorong Konsolidasi?

Lantas, mengapa pemerintah mendorong konsolidasi perbankan syariah? Alasannya klasik: untuk memperkuat industri.

Data OJK per Mei 2021 menunjukkan pangsa aset perbankan syariah hanya sebesar 6,42% dari total industri perbankan nasional. Angka ini masih jauh dari harapan.

Presiden Joko Widodo bahkan pernah memproyeksikan pangsa pasar bank syariah bisa mencapai 15% pada 2023. Target itu jelas mustahil tercapai tanpa terobosan.

Konsolidasi atau merger diharapkan dapat menciptakan bank syariah yang lebih kuat, sehat, dan efisien. Dengan skala yang lebih besar, bank hasil konsolidasi diharapkan memiliki daya saing yang lebih tinggi dan mampu berinovasi.

Mengutip pernyataan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Sugeng, dalam sebuah webinar akhir 2020 lalu, konsolidasi menjadi keniscayaan bagi perbankan syariah. "Ukuran bisnis yang kecil akan menyulitkan bank syariah untuk berkompetisi," katanya.

Riset yang dirilis Infobank pada Maret 2021 juga mengungkapkan bahwa sebagian besar bank syariah masih kesulitan menembus skala aset di atas Rp 20 triliun. Padahal, skala itu dianggap sebagai batas minimal untuk mencapai tingkat efisiensi yang optimal.

Dengan kondisi itu, kehadiran dua bank syariah baru—Bank Aceh Syariah dan Bank NTB Syariah—menimbulkan tanda tanya. Apakah mereka justru akan membuat industri semakin terfragmentasi?

Jalan Terjal Bank Syariah Kecil

Fakta di lapangan menunjukkan betapa jalannya terjal bagi bank syariah beraset kecil. Mereka kesulitan mengejar ketertinggalan dari pemain-pemain besar.

Bank Syariah Bukopin, contohnya, baru saja direstrukturisasi. Mayoritas sahamnya diakuisisi oleh Bank Aladin Syariah. Padahal, Bank Syariah Bukopin adalah salah satu pelaku lama, berdiri sejak 2008.

Contoh lain adalah Bank Panin Dubai Syariah. Pada 2020, bank ini memutuskan untuk melepas seluruh sahamnya ke perusahaan asal Uni Emirat Arab, Al Mashreq Bank.

Keputusan itu membuat Bank Panin Dubai Syariah berubah menjadi bank asing. Nama bank pun berganti menjadi Mashreq Al Islami.

Kesulitan serupa juga dialami oleh bank syariah dengan skala kecil lainnya. Mereka menghadapi tantangan dalam hal efisiensi, kompetisi, dan inovasi.

Di sisi lain, pemain besar seperti BSI justru makin menggurita. Setelah merger, aset BSI mencapai sekitar Rp 240 triliun. Jumlah jaringan kantor mencapai 1.240, termasuk 60 kantor cabang di luar negeri.

BSI juga menguasai sekitar 25% dari total dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah. Dengan skala sebesar itu, BSI memiliki kemampuan untuk berinovasi dan menawarkan produk yang kompetitif.

Lalu, bagaimana dengan masa depan Bank Aceh Syariah dan Bank NTB Syariah? Keduanya jelas akan menghadapi jalan terjal.

Bank Aceh Syariah akan beroperasi dengan modal dasar Rp 3 triliun. Sedangkan Bank NTB Syariah dengan modal dasar Rp 1 triliun. Jumlah itu tergolong kecil dibandingkan dengan pemain besar.

Namun, kedua bank ini memiliki keunggulan sebagai bank daerah. Mereka bisa memanfaatkan jaringan yang sudah ada dan fokus melayani masyarakat di wilayahnya masing-masing.

Apakah strategi itu cukup untuk bertahan di tengah gempuran pemain besar? Waktu yang akan menjawabnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Baca juga:

thumb
thumb
thumb
thumb
thumb
Berhasil disimpan.