Liputan6.com, Jakarta Tim kuasa hukum keluarga diplomat Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan (ADP), mengungkap sejumlah kejanggalan dalam kasus kematian ADP yang ditemukan tegas di kamar kosnya di Gondangdia, Jakarta Pusat.
Mereka meminta Polda Metro Jaya segera melakukan gelar perkara dan menaikkan status kasus ke tahap penyidikan.
Audiensi antara kuasa hukum dan penyidik digelar di Polda Metro Jaya pada Rabu (26/11/2025), dihadiri antara lain Dwi Librianto, Virza Benzani, dan perwakilan keluarga. Mereka menyebut banyak temuan yang tidak sinkron dan perlu pendalaman.
"Kematian ADP sudah menjadi perhatian nasional bahkan internasional. Sehingga tidak perlu ada yang ditutup-tutupi atau disembunyikan,” ujar salah satu kuasa hukum kepada wartawan di Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/11/2025).
CCTV dan sensor lampu dipertanyakan
Kuasa hukum menyoroti perubahan arah CCTV di lokasi kejadian yang disebut dilakukan atas instruksi pemilik kos, bukan permintaan istri korban seperti sebelumnya beredar. Pada malam saat ADP diduga meninggal, kamera tidak mengarah ke pintu kamar dan baru diputar pada pagi hari.
"Kenapa tidak dibuka CCTV itu atau diarahkan pada malam hari ketika istri almarhum beberapa kali menelpon penjaga kos Siswanto mencari tahu keberadaan suaminya? Kami tidak mendapatkan CCTV yang memperlihatkan penjaga kos mengetuk pintu," ucapnya.
Sensor lampu di dalam kamar juga dinilai tidak konsisten dengan penjelasan penyelidik.
"Ketika almarhum masuk kamar maupun keluar kamar dan masuk lagi, lampu tetap menyala secara terang benderang. Itu kejanggalan yang kami dapatkan," ujarnya.
Lakban, sidik jari, dan hasil forensik dipersoalkan
Kuasa hukum mempertanyakan lilitan lakban dan plastik kresek di kepala korban yang dinilai tidak mungkin dilakukan sendiri tanpa menimbulkan kekacauan.
"Kalau melakban diri dalam posisi berdiri atau duduk, pasti terjatuh dan akan menimbulkan kondisi kamar berantakan. Itu tidak terjawab," katanya.
Mereka juga mempersoalkan keputusan Inafis memotong lakban saat olah TKP yang dianggap berpotensi menghilangkan partikel penting.
"Kenapa lakban itu pada saat olah TKP digunting? Itu kami pertanyakan. Namun tidak dapat dijawab oleh penyidik," ujarnya.
Masalah sidik jari turut dipertanyakan. Dari empat sidik jari yang ditemukan, hanya satu yang teridentifikasi milik ADP, sementara tiga lainnya dinyatakan rusak akibat cuaca.
"Ini menjadi tanda tanya besar. Penyidik mengatakan kalau pegang botol lalu mengusap kembali, sidik jari hilang. Ini sangat aneh penjelasan itu," tegasnya.
Pendalam pada Penjaga Kos
Kuasa hukum meminta pendalaman terhadap penjaga kos, Siswanto, karena memberi dua keterangan berbeda. Ia pernah menyebut melihat ADP makan pukul 22.15, namun di kesempatan lain mengaku tidur sejak pukul 16.00 hingga 01.00.
"Sehingga kami minta saksi diperdalam, termasuk pemilik kos," ucapnya.
Mereka juga mempertanyakan perbedaan rekaman CCTV yang memperlihatkan ADP di rooftop Kemlu sekaligus berada di depan Gedung Pancasila pada jam yang sama.
"Apakah CCTV itu betul? Ini hal-hal yang masih mengganjal dan tidak masuk logika hukum," katanya.
Desak gelar perkara
Kuasa hukum menilai sejumlah hal yang belum terjawab membuka kemungkinan motif yang lebih luas, termasuk terkait tugas ADP menangani kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"Itu yang harus didalami, bukan dimunculkan masalah privacy," ujarnya.
Mereka mendesak Polda Metro segera menaikkan status kasus menjadi penyidikan.
"Kami berharap segera dilakukan gelar perkara, dan segera dinaikkan dalam tingkat penyidikan," ucapnya.
Jika tidak dilakukan, keluarga akan meminta Bareskrim Polri mengambil alih. Tim hukum menegaskan bekerja secara pro bono.
"Kami membantu pihak keluarga mendapatkan kepastian hukum dan keadilan, tanpa punya kepentingan apapun," tandasnya.