PT Hutama Karya mencatat sejumlah ruas Jalan Tol Trans Sumatera atau JTTS masih memiliki volume lalu lintas harian di bawah 50% dari target perjanjian. Kondisi ini membuat pendapatan konsesi belum optimal karena lalu lintas kendaraan menjadi sumber pendapatan utama jalan tol.
EVP Sekretaris Perusahaan Hutama Karya Mardiansyah mengatakan rendahnya VLL tidak bisa diselesaikan hanya dengan membangun infrastruktur. Peningkatan trafik harus dilakukan melalui pendekatan ekonomi yang lebih luas dan melibatkan banyak pihak.
"Pendapatan tol tidak bisa hanya mengandalkan masyarakat mau lewat. Harus ada upaya konkret menggerakkan ekonomi agar arus kendaraan meningkat. Itu tidak bisa dikerjakan sektor konstruksi sendiri,” kata Mardiansyah di Jakarta, Jumat (28/11).
Pemerintah daerah memegang peran penting dalam mendongkrak trafik JTTS. Sebab, penggunaan jalan tol umumnya meningkat jika tol menghubungkan dua pusat aktivitas ekonomi yang saling membutuhkan.
Karena itu, Hutama Karya mendorong pemerintah daerah di Sumatera memperkuat pengembangan ekonomi di wilayah yang dilalui JTTS. Salah satu instrumen yang bisa digunakan adalah land value capture atau LVC, yakni model pendanaan yang memanfaatkan kenaikan nilai lahan akibat pembangunan infrastruktur.
“Dengan LVC, pemerintah dapat menarik minat investor untuk membangun kawasan baru. Dampaknya, aktivitas ekonomi tumbuh dan trafik jalan tol ikut meningkat,” ujarnya.
Trafik Bergantung Daya Beli dan Penjualan KendaraanMardiansyah menambahkan peningkatan VLL tidak hanya bergantung pada pembangunan kawasan, tetapi juga daya beli masyarakat dan tingkat penjualan kendaraan bermotor di Sumatera.
“Peningkatan VLL membutuhkan kerja sama besar antar pemangku kepentingan, tidak bisa hanya mengandalkan operator tol,” katanya
Sebelumnya, Menteri PUPR Dody Hanggodo mencatat ada 21 ruas jalan tol yang realisasi VLL-nya masih di bawah 50% dari target dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol. Rendahnya trafik ini membuat biaya pemeliharaan operator tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima.
Dari 21 ruas tersebut, lima di antaranya dikelola Hutama Karya, yakni:
- Jalan Tol Lubuk Linggau–Bengkulu
- Jalan Tol Simpang Indralaya–Muara Enim
- Jalan Tol Sigli–Banda Aceh
- Jalan Tol Palembang–Indralaya
- Jalan Tol Kuala Tanjung–Parapat
Dody juga mencatat ada empat ruas dengan VLL di bawah 50% sekaligus tidak memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM), yaitu:
- Jalan Tol Krian–Bunder
- Jalan Tol Kayuagung–Palembang
- Jalan Tol Waru–Bandara Juanda
- Jalan Tol Kanci–Pejagan
Dengan demikian, tiga dari sepuluh jalan tol yang mendapat penundaan penyesuaian tarif termasuk kelompok ruas dengan pendapatan rendah.