BRIN Ungkap Buruknya Hukum Indonesia dalam Atasi Kejahatan Kripto

voi.id • 6 jam yang lalu
Cover Berita

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan buruknya regulasi atau hukum di Indonesia dalam mengatasi kejahatan kripto. Peneliti Pusat Riset Kewilayahan BRIN, Arie Putra Usman, mengatakan, buruknya regulasi tersebut karena Indonesia belum memiliki hukum yang spesifik mengatur kejahatan kripto.

“Regulasi kita masih buruk karena belum ada hukum yang spesifik mengatur kejahatan kripto,” kata Arie dalam keterangannya, Jumat, 28 Juni 2024.

Ia menjelaskan, regulasi yang ada saat ini baru mengatur aspek teknologi dan keuangan dari kripto, tetapi belum menyentuh aspek hukum pidana. Akibatnya, penegak hukum kesulitan dalam mengusut tuntas kasus-kasus kejahatan kripto.

“Regulasi yang ada baru mengatur aspek teknologi dan keuangan, belum menyentuh aspek hukum pidana. Akibatnya, penegak hukum kesulitan mengusut tuntas kasus kejahatan kripto,” ujarnya.

Menurut Arie, kejahatan kripto di Indonesia semakin marak. Berdasarkan data BSSN, serangan siber di Indonesia meningkat 3,8 kali lipat pada 2023, dengan 1,3 miliar ancaman. Kejahatan kripto, seperti penipuan investasi, pencucian uang, dan peretasan, menjadi ancaman serius.

“Kejahatan kripto di Indonesia semakin marak. Berdasarkan data BSSN, serangan siber di Indonesia meningkat 3,8 kali lipat pada 2023, dengan 1,3 miliar ancaman. Kejahatan kripto, seperti penipuan investasi, pencucian uang, dan peretasan, menjadi ancaman serius,” jelasnya.

Ia menambahkan, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat tren peningkatan serangan siber di Indonesia. Pada 2023, terjadi lonjakan serangan siber menjadi 1,3 miliar ancaman, meningkat 3,8 kali lipat dari tahun sebelumnya.

“Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat tren peningkatan serangan siber di Indonesia. Pada 2023, terjadi lonjakan serangan siber menjadi 1,3 miliar ancaman, meningkat 3,8 kali lipat dari tahun sebelumnya,” tambahnya.

Selain itu, Arie mengatakan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan signifikan dalam penggunaan internet untuk transaksi keuangan. Pada 2023, sekitar 36,10 juta rumah tangga melakukan transaksi keuangan secara online, naik dari 21,75 juta pada 2022.

“Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan signifikan dalam penggunaan internet untuk transaksi keuangan. Pada 2023, sekitar 36,10 juta rumah tangga melakukan transaksi keuangan secara online, naik dari 21,75 juta pada 2022,” katanya.

Ia menilai, peningkatan ini menunjukkan potensi risiko kejahatan siber, termasuk kejahatan kripto, juga semakin besar. Masyarakat perlu meningkatkan kesadaran dan kehati-hatian dalam bertransaksi digital.

“Peningkatan ini menunjukkan potensi risiko kejahatan siber, termasuk kejahatan kripto, juga semakin besar. Masyarakat perlu meningkatkan kesadaran dan kehati-hatian dalam bertransaksi digital,” ujarnya.

Sebelumnya, Bareskrim Polri mengungkap kasus dugaan penipuan investasi kripto binance token dengan modus Initial Public Offering (IPO). Polisi menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yaitu AA sebagai inisiator, JS sebagai admin, dan IS sebagai admin.

“Bareskrim Polri mengungkap kasus dugaan penipuan investasi kripto binance token dengan modus Initial Public Offering (IPO). Polisi menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yaitu AA sebagai inisiator, JS sebagai admin, dan IS sebagai admin,” jelasnya.

Kapusiknas Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandani R. Nugroho mengatakan, kerugian korban dalam kasus ini mencapai Rp 38 miliar. Polisi masih mendalami kasus ini untuk mengungkap kemungkinan adanya tersangka lain.

“Kapusiknas Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandani R. Nugroho mengatakan, kerugian korban dalam kasus ini mencapai Rp 38 miliar. Polisi masih mendalami kasus ini untuk mengungkap kemungkinan adanya tersangka lain,” pungkasnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Baca juga:

thumb
thumb
thumb
thumb
thumb
Berhasil disimpan.