FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Keberadaan Bandara IMIP di Morowali, Sulawesi Tengah yang operasionalnya disebut tidak melibatkan aparat negara menghebohkan publik belakangan ini.
Pasalnya, ada kecurigaan kondisi tersebut bisa menjadi celah masuknya tenaga kerja asing secara ilegal di Indonesia. Lebih dikhawatirkan lagi adalah menyakut kekayaan sumber daya alam serta masalah keamanan negara.
Sejak bandara tersebut mengemuka, banyak pihak yang mengarahkan kesalahan atau masalah tersebut kepada mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, ada yang menyebut bandara itu diresmikan dan beroperasi di era pemerintahan Jokowi.
Merespons hal itu, Ketua Umum Jaringan Akar Rumput (JARUM), Arvindo Noviar angkat suara terkait polemik keberadaan Bandara IMIP. Dia membela dengan membantah bahwa bandara itu tidak pernah diresmikan oleh Jokowi sebagaimana isu yang banyak berkembang.
Menurutnya, bandara itu tidak pernah diresmikan Presiden ke-7 RI Joko Widodo. Bandara IMIP sejak awal dirancang sebagai bandara khusus sesuai ketentuan negara.
“Sejak awal Bandara IMIP dirancang sebagai bandara udara khusus,” kata Arvindo dalam keterangannya, Jumat (28/11).
Dia menekankan bahwa bandara tersebut bukan fasilitas komersial yang melayani penumpang umum. Menurutnya, fungsi Bandara IMIP berfokus pada pergerakan teknisi, staf operasional, dan logistik internal industri nikel. “Ini bukan bandara publik. Tidak ada konter penjualan tiket atau layanan komersial seperti yang dipahami masyarakat,” tuturnya.
Arvindo mengungkapkan bahwa berbagai video dan foto apron yang viral di dunia maya memunculkan tafsir keliru. Dia menjelaskan banyak unggahan yang diambil tanpa konteks sehingga mudah dipelintir menjadi isu ilegalitas.
Menurutnya, seluruh aktivitas penerbangan di bandara tersebut tetap berada dalam pengawasan negara dan prosedur masuknya pesawat asing sangat ketat dan tidak bisa dilakukan sembarangan.
“Negara bekerja berdasarkan aturan. Tidak ada pesawat asing yang bisa masuk tanpa prosedur lengkap,” jelas Arvindo.
Dia merujuk pada syarat diplomatic clearance, security clearance, hingga flight approval yang wajib dipenuhi. Arvindo juga menyinggung terbitnya aturan PM 38/2025 yang sempat membuka akses terbatas penerbangan luar negeri ke IMIP.
Namun, kebijakan itu dievaluasi dan dicabut melalui KM 55/2025 hanya dua bulan kemudian. Baginya, proses itu menunjukkan bahwa pemerintah memang menjalankan mekanisme pengawasan berlapis dan setiap izin dapat dievaluasi sewaktu-waktu demi menjamin keamanan dan kedaulatan udara Indonesia.
Di sisi lain, dia membantah isu yang menyebut Presiden Joko Widodo pernah meresmikan Bandara IMIP. “Yang diresmikan Presiden adalah Bandara Morowali, bukan bandara khusus milik kawasan industri,” tegasnya.
Arvindo menilai isu tersebut sengaja diproduksi untuk menaikkan ketegangan di ruang publik. Dia menghimbau masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh unggahan tanpa sumber jelas. Menurutnya, perdebatan ini justru menjadi momentum untuk mengedukasi publik mengenai perbedaan struktur dan fungsi bandara umum serta bandara khusus.
Dia menambahkan bahwa seluruh penerbangan yang masuk wilayah Indonesia harus melewati bandara internasional terlebih dahulu untuk proses imigrasi, bea cukai, dan karantina hewan maupun tumbuhan.
“Kedaulatan udara dijaga melalui mekanisme yang jelas. Semua pergerakan tercatat dan berada dalam kontrol negara,” ujarnya.
Arvindo berharap para pelaku usaha yang memiliki fasilitas bandara khusus memperkuat komunikasi publik agar informasi yang simpang siur tidak terus berkembang. (fajar)