JAKARTA - Begitu banyak tantangan dan regulasi secara global yang menghambat kemajuan sektor mobil terbang (flying car) untuk bisa lepas landas. Namun, perusahaan-perusahaan China kini mengubah lanskap tersebut. Mereka memanfaatkan perkembangan pesat drone dan kendaraan listrik (EV) di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu, sembari memanfaatkan dukungan penuh pemerintah untuk inovasi futuristik ini.
China dinilai memiliki potensi untuk membangun keunggulan kompetitif yang kuat dibanding semua negara di segmen mobil terbang.
Melansir laman france24, Senin, 1 Desember, Zhang Yangjun, seorang profesor dari School of Vehicle and Mobility di Tsinghua University, menyatakan bahwa persaingan masa depan akan semakin bergantung pada kontrol biaya dan efisiensi rantai pasok. Menurutnya, kedua area inilah yang merupakan keuntungan jelas bagi China.
Xpeng Land Aircraft Carrier
Kemajuan nyata itu kini terlihat di pabrik Aridge, lengan dari produsen EV China XPeng, di jantung industri selatan Guangzhou. Mereka tengah memproduksi "Land Aircraft Carrier"—kendaraan terbang modular enam baling-baling yang ringan dan dapat lepas landas secara vertikal. Fasilitas tersebut telah memulai fase uji coba produksi pada awal November dan Aridge berencana memulai pengiriman tahun depan, setelah mengklaim telah menerima lebih dari 7.000 pesanan.
Meskipun demikian, ada jalan panjang yang harus ditempuh sebelum mobil terbang dapat melesat di udara setiap hari. Michael Du, Wakil Presiden Aridge, menyoroti bahwa regulasi, kenyamanan konsumen terhadap produk, pengelolaan wilayah udara, dan rantai pasok, semuanya perlu menyusul secara bertahap. Di sisi lain, persaingan global memanas, di mana CEO Tesla, Elon Musk, bahkan menggoda dengan debut prototipe mobil terbang dalam beberapa minggu yang disebutnya lebih gila dari gabungan semua mobil James Bond.
Konsep mobil terbang pertama kali diperkenalkan oleh pelopor penerbangan Amerika Glenn Curtiss pada tahun 1917. Namun, desain yang sukses baru menjadi mungkin dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan kemajuan motor listrik dan baterai berkinerja tinggi. Saat ini, pemain utama global, termasuk Joby dan Archer (AS), serta Aridge, EHang, dan Volant (China) telah melakukan uji coba penerbangan berawak. EHang bahkan telah menjadi perusahaan mobil terbang pertama di dunia yang sepenuhnya disetujui untuk operasi komersial tahun ini, dan berencana memperkenalkan layanan taksi udara dengan harga serupa taksi jalanan premium dalam waktu tiga tahun.
EHang memamerkan pesawat eVTOL tanpa pilot EH216-S di Paviliun Qatar selama MWC Doha 2025
Melihat potensi jangka panjang ini, Beijing telah menetapkan "ekonomi ketinggian rendah" (low-altitude economy)—yang mencakup mobil terbang, drone, dan taksi udara—sebagai bidang strategis untuk lima tahun ke depan. Pemerintah provinsi dari Guangdong hingga Sichuan telah berjanji untuk melonggarkan pembatasan. Laporan Boston Consulting Group (BCG) memprediksi pasar mobil terbang China mendekati "titik infleksi kritis" dan diperkirakan akan bernilai 41 miliar dolar pada tahun 2040.
Berbeda dengan pasar internasional lain yang berjuang menemukan model bisnis yang layak, China dinilai memiliki fondasi yang kuat. Brandon Wang, seorang investor yang berbasis di Beijing, menekankan bahwa China jauh di depan dalam rantai pasok EV, komponen yang dapat digunakan untuk mobil terbang setelah disertifikasi untuk penerbangan. Selain itu, China juga memiliki "dividen insinyur" yang memungkinkan perusahaannya dengan cepat menyelesaikan masalah teknis dalam proses produksi.