JAKARTA - Setiap tanggal 1 Desember diperingati World AIDS Day atau Hari AIDS Sedunia. Peringatan di tahun 2025 mengangkat tema “Overcoming disruption, transforming the AIDS response” atau “Mengatasi disrupsi, mentransformasi respons AIDS”.
Tema tersebut dipilih untuk meningatkan semua pihak terkiat dampak luas akibat pemotongan pendanaan internasional dan kurangnya solidaritas global, yang mengguncang negara penghasilan rendah dan menengah yang sangat terdampak HIV.
Pengurangan mendadak bantuan internasional HIV di tahun 2025 ini semakin menambah kekurangan pendanaan yang sudah ada.
Pada laporan terbarunya, UNAIDS memperkirakan bahwa bantuan kesehatan eksternal diproyeksikan turun 30 sampai 40 persen pada 2025 dibandingkan 2023. Ini menyebabkan gangguan pelayanan kesehatan langsung terasa dan lebih parah di negara penghasilan rendah dan menengah.
“Krisis pendanaan ini menunjukkan betapa rapuhnya kemajuan yang telah kita perjuangan dengan susah payah,” kata Direktur Eksekutif UNAIDS, Winnie Byanyima, dikutip dari laman resmi UNAIDS, 1 Desember 2025.
“Di balik setiap angka dalam laporan ini, ada manusia, bayi dan anak-anak yang terlewat dari skrining HIV atau diagnosis dini, remaja putri yang kehilangan pencegahan, serta komunitas yang tiba-tiba tidak lagi mendapatkan layanan dan perawatan,” tambahnya.
Saat ini, 40,8 juta orang hidup dengan HIV di seluruh dunia, dengan 1,3 juta infeksi baru terjadi pada tahun 2024, dan 9,2 juta orang masih belum mendapatkan akses pengobatan.
Dengan tema Hari AIDS Sedunia tahun ini diharapkan semakin meninggikan semangat berbagai pihak untuk mengatasi disrupsi dan mentransformasi penanganan AIDS.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersama komunitas menyerukan kepemimpinan politik berkelanjutan, kerja sama internasional, dan pendekatan yang fokus pada hak asasi manusia untuk mengakhiri AIDS pada tahun 2030.
“Kita tidak boleh meninggalkan mereka. Kita harus mengatasi disrupsi ini dan mentransformasi respons terhadap AIDS,” kata Winnie.
Sementara itu, di tengah tantangan tersebut, harapan dalam tekad, ketahanan, dan inovasi komunitas yang berjuang untuk mengakhiri AIDS masih tetap ada. Berbagai inovasi terknologi semakin berkembang dan menguat.
Teknologi pencegahan HIV, termasuk suntikan dua kali setahun untuk mencegah HIV, berpotensi mencegah ribuan infeksi baru di wilayah dengan beban tinggi.
“Kita memiliki ilmu pengetahuan, perangkat, dan strategi yang terbukti. Yang kita butuhkan sekarang adalah keberanian politik. Berinvestasi dalam komunitas, dalam pencegahan, dalam inovasi, dan dalam melindungi hak asasi manusia sebagai jalan untuk mengakhiri AIDS,” pungkas Winnie.