JAKARTA, KOMPAS - Partisipasi perempuan Indonesia yang bekerja di bidang Sains, teknologi, teknik, dan matematika atau STEM masih rendah. Padahal kecenderungannya, mereka memiliki empati yang lebih sensitif sehingga lebih unggul dibandingkan dengan laki-laki.
International Labour Organization (ILO) mencatat perempuan hanya menyumbang 35 persen lulusan STEM dan hanya 8 persen perempuan Indonesia yang bekerja di bidang STEM. Sedangkan laki-laki mendominasi posisi STEM dan memiliki gaji lebih tinggi.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Muhammad Hasbi menyayangkan hal tersebut karena perempuan cenderung memiliki perspektif empati yang lebih dari laki-laki. Perspektif ini sangat penting dalam pengembangan teknologi agar adil dan responsif terhadap kebutuhan sosial.
"Untuk itu, perempuan harus hadir bukan hanya sebagai pengguna, tetapi sebagai kreator, inovator, dan pemimpin teknologi," kata Hasbi di Jakarta, Kamis (12/11/2025).
Pemerintah, lanjut Hasbi, menjawab persoalan ini dengan memperkuat pendekatan belajar pembelajaran berbasis proyek (PBL). Ini merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa, mendorong mereka memecahkan masalah nyata dan menciptakan produk bermakna melalui investigasi mendalam, bukan hanya menghafal teori, untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi.
Kalau diberi akses, perempuan itu punya potensi.
Pendekatan ini melibatkan keaktifan peserta didik dalam memecahkan masalah, dilakukan secara berkelompok atau mandiri melalui tahapan ilmiah dengan batasan waktu tertentu yang dituangkan dalam sebuah produk untuk selanjutnya dipresentasikan kepada orang lain. Presentasinya bisa dengan format kreatif masa kini seperti video atau siniar (podcast).
"Terlebih di bidang pendidikan vokasi, project based learning ini menjadi tulang punggung untuk membekali peserta didik kita agar mereka memperoleh keterampilan bekerja secara nyata sebelum mereka memasuki dunia kerja," ucapnya.
Selain itu, pemerintah juga terus memperkuat hubungan antara dunia pendidikan dan dunia industri. Lulusan vokasi harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi berbasis kebutuhan industri terkini.
Urgensi untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja sangat signifikan. Data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) tahun 2018, misalnya, mengungkapkan, dari 121,02 juta pekerja di sektor pertanian, lebih dari 99 persen merupakan tenaga kerja berkeahlian rendah.
Dominasi tenaga kerja tidak terampil juga terlihat di sektor konstruksi. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencatat, pada tahun yang sama, dari 8,14 juta pekerja konstruksi, sebanyak 74 persen diantaranya adalah tenaga kerja tidak terampil.
"Pendidikan vokasi dengan partisipasi semesta hadir sebagai jembatan agar perempuan dapat mengakses keterampilan digital yang aplikatif dan siap bekerja di sektor industri," tutur Hasbi.
ementara itu, Founder Yayasan Daya Kreasi Anak Bangsa (Markoding), Amanda Simandjuntak mengatakan, kondisi ini harus segera diperbaiki karena berdasarkan data Bank Dunia, Indonesia membutuhkan 9 juta talenta digital hingga tahun 2030. Perempuan harus terlibat di dalamnya.
Data yang sama juga menegaskan bahwa perekonomian berpotensi meningkat apabila ada partisipasi perempuan di bidang STEM. Angkanya bisa meningkatkan produk domestik bruto (PDB) hingga 2,9 persen jika ada peningkatan partisipasi perempuan sebanyak 25 persen.
"Ini menjadi tanda bahwa kalau diberi akses, perempuan itu punya potensi, punya kemampuan, dan punya kekuatan," kata Amanda.
Namun, hambatan dari internal seperti kepercayaan diri dan eksternal seperti stigma dan privasi keamanan terhadap perempuan di masyarakat masih terjadi.
Untuk itu, berkolaborasi dengan Magnifique Indonesia dan Yayasan Dian Sastrowardoyo, mereka memberdayakan perempuan Indonesia melalui keterampilan digital dan kewirausahaan sosial, serta menjembatani kesenjangan gender di sektor teknologi melalui program Perempuan Inovasi sejak tahun 2023. Program ini mengusung metode PBL yang melatih peserta pada bidang seperti pengembangan web dan desain UI/UX.
Dalam Demo Day Perempuan Inovasi 2025 yang digelar pada 10 Desember, para peserta menampilkan karya inovatif mereka, seperti prototipe digital berbasis gender dari pelatihan intensif lima bulan. Tahun ini sebanyak 40 peserta mengikuti program tersebut, tetapi masih didominasi perempuan dari wilayah Indonesia bagian Barat.
"Merupakan PR kita semua untuk kita bisa meningkatkan partisipasi perempuan dari teman-teman dari Indonesia Tengah dan Indonesia Timur," ucapnya.



/https%3A%2F%2Fcdn-dam.kompas.id%2Fimages%2F2025%2F10%2F30%2F46337f32254a9aa2f847077e7479f3fa-1740016733_WhatsApp_Image_2025_02_19_at_3.29.14_PM_1_.jpeg)

