FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat politik, ekonomi, dan sosial Arif Wicaksono merespons pernyataan Presiden RI ke-7, Jokowi, yang kembali menyinggung adanya operasi politik serta keterlibatan tokoh besar di balik isu ijazah palsu.
Dikatakan Arif, narasi serupa sudah kerap diulang dan tak lagi memberikan jawaban yang dibutuhkan publik.
Arif menegaskan, polemik ijazah yang terus mencuat seharusnya dapat diselesaikan dengan langkah sederhana jika memang tidak ada yang perlu disembunyikan.
“Selalu itu saja yang dia omongkan,” ujar Arif di X @arifbalikpapan1 (11/12/2025).
Ia menegaskan bahwa transparansi merupakan cara paling efektif untuk meredam spekulasi.
Publik, kata Arif, justru semakin bertanya-tanya karena isu tersebut tak kunjung diselesaikan secara terbuka.
“Kalau jujur asli mudah saja, tinggal tunjukkan ke publik,” tandasnya.
Baginya, selama klarifikasi tidak diberikan secara langsung dan terbuka, wacana soal ijazah palsu akan terus menjadi ruang perdebatan dan komoditas politik.
Sebelumnya, Pegiat Medsos, Herwin Sudikta, menyebut bahwa justru jawaban semacam itu yang membuat polemik ini tak pernah benar-benar tuntas.
Herwin mengatakan bahwa setiap kali publik menagih klarifikasi soal dokumen ijazah, respons yang muncul justru berputar pada narasi adanya operasi politik atau keterlibatan pihak tertentu.
“Setiap kali ditanya dokumennya, jawabannya selalu muter ke ada operasi politik, ada orang besar, ada pihak tertentu,” ujar Herwin kepada fajar.co.id, Rabu (10/12/2025).
Ia menganggap pola jawaban seperti itu hanya memperpanjang persoalan.
Herwin menekankan, jika memang dokumen ijazah lengkap dan tidak bermasalah, semestinya bisa ditunjukkan sejak awal.
“Padahal justru karena jawaban kayak gitu, isu ini nggak pernah selesai,” Herwin menuturkan.
“Kalau memang semuanya beres, tunjukkin aja dari awal. Selesai. Nggak perlu bawa-bawa orang besar segala,” tegasnya.
Baginya, publik tidak membutuhkan penjelasan berlapis atau narasi konspiratif, melainkan transparansi sederhana.
“Publik nggak butuh teori operasi politik. Publik cuma butuh transparansi yang sederhana,” katanya.
Herwin juga menyinggung kesan bahwa klarifikasi selalu datang terlambat.
“Sesuatu yang anehnya selalu sengaja ditunda,” tandasnya.
Ia bilang, sikap tersebut membuat publik bingung dan justru memelihara keraguan.
“Akhirnya muncul kesan, ketika ditanya A, jawabnya Z, lalu minta rakyat percaya begitu saja,” tandasnya.
Herwin menyebut bahwa ruang kosong akibat minimnya klarifikasi itulah yang membuat polemik ijazah tumbuh subur hingga bertahun-tahun.
“Dan di kekosongan itulah drama ini tumbuh subur bertahun-tahun,” kuncinya.
(Muhsin/fajar)

/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F01%2F05%2F7bdd6be4-3433-42a8-a133-9c3fa0cd688d_jpg.jpg)
