FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengacara Roy Suryo, Ahmad Khozinudin, memprediksi sidang perkara terkait kasus ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo tidak akan pernah benar-benar digelar. Dalam pandangannya, persoalan ini bukan lagi sekadar urusan legalitas, tetapi berkaitan erat dengan ketakutan politik dan upaya mempertahankan citra di tengah tekanan publik.
Ahmad menilai bahwa Jokowi tidak siap menghadapi persidangan terbuka yang memungkinkan seluruh dokumen, fakta, dan kronologi terkait ijazahnya diungkap tanpa batas.
Ia menduga penyebabnya karena kemunculan Roy Suryo, Tifa, dan Rismon Sianipar sebagai pihak yang konsisten menggugat isu ini membuat Jokowi semakin terjepit.
Karena itu, menurutnya, Jokowi justru merasakan ancaman serius.
“Iya, takut. Ketakutannya itu sudah sangat luar biasa sampai dia berusaha membangun tuduhan,” ujarnya dalam podcast MADILOG yang tayang di YouTube pada Rabu 10 Desember 2025.
Ia memandang bahwa manuver politik yang bermunculan belakangan ini mencerminkan adanya upaya untuk mengalihkan isu serta membentuk narasi balasan agar publik tidak lagi fokus menagih kejelasan dokumen yang dipersoalkan.
Lebih jauh, Ahmad berpendapat bahwa negara sebenarnya memiliki kemampuan penuh untuk menuntaskan polemik ijazah dalam waktu singkat apabila memang berniat menyelesaikannya.
Namun langkah itu tidak ditempuh karena risiko politiknya dianggap jauh lebih besar dibanding tekanan publik. Baginya, alasan teknis bukan penyebab utama sidang tidak digelar. Justru konsekuensi politik yang mungkin muncul membuat proses itu sengaja dihindari.
Menurut Ahmad, penyelesaian perkara ini menuntut keberanian politik untuk membuka ruang pembuktian yang objektif.
Namun selama ketakutan terhadap dampaknya masih mendominasi, proses hukum tidak akan berjalan. Ia menegaskan bahwa publik berhak mendapatkan kejelasan, tetapi proses menuju ke sana terhambat oleh kepentingan kekuasaan yang lebih mengutamakan stabilitas politik daripada transparansi.
Ahmad menyimpulkan bahwa polemik ijazah Jokowi jauh melampaui persoalan dokumen. Ini adalah soal kepercayaan publik, keberanian mengambil risiko, dan komitmen negara dalam menegakkan hukum.
Selama isu ini terus ditutupi dengan narasi dan tuduhan balasan, ia menilai bahwa sidang ijazah tidak akan lebih dari sekadar wacana yang berputar tanpa penyelesaian, meninggalkan pertanyaan besar yang terus menggantung di ruang publik. (*)



