Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat suara perihal penyetopan sementara kegiatan operasional tambang emas Martabe milik PT Agincourt Resources (PTAR) di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara.
Keputusan tersebut diambil oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) atas terjadinya bencana banjir bandang hingga longsor di wilayah tersebut.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengungkapkan tambang emas Martabe saat ini tengah dilakukan proses audit untuk melihat apakah proses pertambangan dilakukan sesuai dengan kewajiban tata kelola yang baik. Hal itu juga untuk mencari data apakah tambang emas anak usaha PT United Tractors Tbk (UNTR) tersebut memberikan dampak pada lingkungan.
"Jadi dalam rangka audit itu dari rekomendasi dari (Kementerian) Lingkungan Hidup itu justru dihentikan untuk sementara," ungkapnya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (12/12/2025).
Saat ini tim teknis Kementerian ESDM tengah terjun ke lokasi pertambangan untuk melihat operasional tambang di wilayah bencana tersebut.
"Jadi dari tim teknik lingkungan ESDM dan juga dengan teman-teman di Lingkungan, dia lagi turun untuk melihat bagaimana operasionalisasi terutama pertambangan di daerah bencana," tambahnya.
Sebelumnya, Senior Manager Corporate Communications Agincourt Katarina Siburian Hardono mengatakan bahwa perusahaan sebenarnya sudah menghentikan operasinya sejak 6 Desember 2025.
"Sejak 6 Desember kami sudah menghentikan produksi. Besok kami memenuhi pemanggilan Gakkum KLH untuk verifikasi data. Kami menghormati dan mendukung seluruh prosesnya," kata dia kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (8/12/2025).
Menurut Katarina, saat ini perusahaan masih fokus melanjutkan upaya tanggap darurat di wilayah terdampak di Tapanuli Selatan dengan berkoordinasi bersama pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait.
"Saat ini kami masih fokus melanjutkan upaya tanggap darurat di wilayah terdampak di Tapanuli Selatan, berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait," tambahnya.
Mengutip laman resmi perusahaan, sejak memulai produksi pada 24 Juli 2012, tambang emas milik Agincourt mampu memproses lebih dari 6 juta ton bijih per tahun dan menghasilkan lebih dari 200.000 ounce emas dan 1-2 juta ounce perak setiap tahun.
Tambang Emas Martabe terletak di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara beroperasi di area seluas 646,08 hektar per Desember 2024. Tambang Emas Martabe melakukan kegiatan operasional berdasarkan Kontrak Karya (KK) selama 30 tahun dengan Pemerintah Indonesia.
Awalnya pada tahun 1997, wilayah pertambangan mencakup 6.560 km², kemudian area konsesi mengalami perkembangan menjadi 130.252 hektar (1.303 km²), meliputi Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Mandailing Natal.
Hingga Juni 2025, diketahui sumber daya mineral tambang diperkirakan sebesar 6,4 juta ounce emas dan 58 juta ounce perak. Sedangkan cadangan bijih diperkirakan sebesar 3,56 juta ounce emas dan 31 juta ounce perak.
3 Perusahaan Disetop Sementara
Menteri Lingkungan Hidup/ Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Hanif Faisol Nurofiq menghentikan sementara operasional tiga perusahaan, yaitu PT Agincourt Resources, PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III), dan PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) pengembang PLTA Batang Toru.
Hal itu dilakukan usai Hanif melakukan inspeksi udara dan darat di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru dan Garoga. Inspeksi ini untuk memverifikasi penyebab bencana serta menilai kontribusi aktivitas usaha terhadap meningkatnya risiko banjir dan longsor, sekaligus memastikan kepatuhan terhadap standar perlindungan lingkungan hidup.
Dia pun mendatangi ketiga perusahaan itu. Dan dari hasil temuan lapangan, ketiga perusahaan tersebut dihentikan sementara operasionalnya dan wajib audit
lingkungan sebagai langkah pengendalian tekanan ekologis di hulu DAS yang memiliki fungsi vital bagi masyarakat.
"Mulai 6 Desember 2025, seluruh perusahaan di hulu DAS Batang Toru wajib menghentikan operasional dan menjalani audit lingkungan. Kami telah memanggil ketiga perusahaan untuk pemeriksaan resmi pada 8 Desember 2025 di Jakarta. DAS Batang Toru dan Garoga adalah kawasan strategis dengan fungsi ekologis dan sosial yang tidak boleh dikompromikan," kata Hanif dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu (6/12/2025.
Hanif memerintahkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap seluruh kegiatan usaha di kawasan tersebut, terutama dengan curah hujan ekstrem yang kini mencapai lebih dari 300 mm per hari.
"Pemulihan lingkungan harus dilihat sebagai satu kesatuan lanskap. Kami akan menghitung kerusakan, menilai aspek hukum, dan tidak menutup kemungkinan adanya proses pidana
jika ditemukan pelanggaran yang memperparah bencana," tegasnya.
Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH/BPLH Rizal Irawan menambahkan, hasil pantauan udara menunjukkan adanya pembukaan lahan masif yang memperbesar tekanan pada DAS.
"Dari overview helikopter, terlihat jelas aktivitas pembukaan lahan untuk PLTA, hutan tanaman industri, pertambangan, dan kebun sawit. Tekanan ini memicu turunnya material kayu dan erosi dalam jumlah besar. Kami akan terus memperluas pengawasan ke Batang Toru, Garoga, dan DAS lain di Sumatra Utara," paparnya.
(wia)


