Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menggelar sidang perdana kasus dugaan pemerasan terhadap tenaga kerja asing (TKA), hari ini, 12 Desember 2025. Sebanyak delapan terdakwa didakwa menyalahgunakan kewenangan dalam penerbitan berkas untuk kebutuhan kerja TKA di Indonesia.
"Telah menyalahgunakan kekuasaan dalam pengesahan rencana penggunaan TKA (RPTKA), memaksa seseorang yaitu memaksa para pemberi kerja atau agen perusahaan pengurusan izin RPTKA," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari ini.
Delapan terdakwa mantan Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker Suhartono, mantan Direktur Pengendalian Penggunaan TKA Haryanto, eks Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing Wisnu Pramono, dan eks Direktur Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA Devi Anggraeni.
Lalu, eks Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Gatot Widiartono, serta mantan staf pada Ditjen PPTKA Putri Citra Wahyoe. Kemudian, eks staf pada Ditjen PPTKA Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Tiap orang dalam perkara ini menerima uang berbeda. Suhartono menerima Rp460 juta dalam kurun waktu 2020-2023. Kemudian, Haryanto menerima Rp84,7 miliar dan satu Mobil Innova Reborn dari 2018-2025.
Kemudian, Wisnu menerima Rp25,2 miliar dan satu Motor Vespa Primavera dari 2017-2019. Lalu, Devi menerima Rp3,25 miliar dari 2017-2025. Kemudian, Gatot menerima Rp9,47 miliar dari 2018-2025.
Lalu, Putri menerima Rp6,39 miliar dari 2017-2025. Terus, Alfa menerima Rp5,23 miliar dalam waktu 2017-2025, dan Jamal menerima Rp551,1 juta dari 2017-2025.
"Memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya yaitu memberikan sesuatu berupa uang yang keseluruhannya sejumlah Rp135.299.813.033," ujar jaksa.
Jaksa mengatakan, para terdakwa memeras dengan ara tidak memproses RPTKA yang diajukan. Pemohon dipancing mendatangi kantor para terdakwa agar menanyakan permasalahan berkas yang tidak kunjung kelar.
Saat bertemu, para TKA akan diminta menyerahkan uang. Jika tidak diberikan, berkas tidak diproses oleh para terdakwa.
"Apabila uang di luar biaya resmi tersebut tidak dipenuhi, maka pengajuan RPTKA tidak akan diproses," ucap jaksa.
Total, ada 1,1 juta pengesahan RPTKA yang tercatat KPK. Mereka dipungut uang mulai dari Rp300 ribu sampai Rp800 ribu.
Dalam kasus ini, delapan terdakwa disangkakan melanggar Pasal 12e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. (Can/P-1)


