JAKARTA, KOMPAS — Kebakaran di gedung PT Terra Drone bermula dari tumpukan baterai lithium polymer rusak yang jatuh di ruang inventory atau penyimpanan operasional di lantai satu. Polisi menemukan seluruh baterai rusak, bekas, maupun layak pakai, ditumpuk di satu ruangan sempit tanpa ventilasi.
Kepala Polres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro mengatakan, dalam pemeriksaan terhadap 11 saksi, dua saksi kunci mengaku menyaksikan langsung detik-detik awal kebakaran. Mereka mengatakan bahwa tumpukan lithium polymer (LiPo) berkapasitas 30.000 mAh tersebut jatuh dan memicu percikan api.
Percikan tersebut segera menyambar baterai-baterai lain yang disimpan berdekatan. Dalam hitungan detik, api membesar dan melahap seluruh area penyimpanan.
”Menurut keterangan saksi, sejak baterai rusak itu jatuh, langsung timbul percikan api,” kata Susatyo dalam konferensi pers di Kantor Polres Metro Jakarta Pusat, Jumat (12/12/2025) sore.
Temuan polisi menunjukkan bahwa perusahaan tidak memiliki standar operasional prosedur (SOP) untuk penyimpanan baterai lithium polymer yang tergolong bahan berbahaya.
Perusahaan menumpuk baterai lithium polymer yang lazim digunakan untuk drone, di dalam ruangan sempit berukuran sekitar 2x2 meter tanpa ventilasi. Baterai rusak, bekas, dan baterai yang masih layak pakai, dicampur dalam enam hingga tujuh tumpukan, bahkan disimpan bersama genset yang berpotensi memicu panas.
”Tidak ada pemisahan baterai rusak, bekas, maupun baterai yang sehat. Faktanya, tidak ada SOP penyimpanan baterai lithium polymer,” ujar Susatyo.
Padahal, baterai lithium polymer sangat sensitif terhadap benturan, kerusakan fisik, maupun suhu panas. Dalam kondisi tertentu, baterai bisa mengalami thermal runaway, yaitu reaksi berantai yang membuat suhu baterai meningkat drastis hingga mengeluarkan asap, meledak, atau terbakar.
Risiko ini semakin besar jika baterai rusak dicampur dengan baterai yang masih baik, karena satu baterai yang panas dapat memicu baterai lain ikut terbakar.
Menurut Susatyo, pimpinan perusahaan semestinya memahami sepenuhnya risiko baterai lithium polymer yang mudah terbakar dan dapat memicu kebakaran.
Polisi juga menemukan fakta bahwa para karyawan tidak memahami cara menangani dan menyimpan baterai lithium, sehingga risiko kebakaran semakin besar.
Selain tidak memiliki SOP, perusahaan juga tidak menempatkan petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang bertugas mengawasi risiko bahan berbahaya.
Tidak ada personel bersertifikasi K3 yang memahami prosedur penyimpanan baterai lithium, mitigasi kebakarannya, maupun langkah penanganan darurat bila terjadi insiden.
Temuan lain juga menunjukkan bahwa gedung tidak dilengkapi pintu darurat, jalur evakuasi, ataupun sistem proteksi asap yang seharusnya menjadi standar minimum keselamatan bangunan.
Susatyo mengatakan, penggunaan gedung tersebut melanggar sejumlah regulasi. Salah satunya adalah ketidaksesuaian antara Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dengan pemanfaatan gedung.
Gedung itu secara resmi memiliki SLF sebagai bangunan perkantoran, namun dalam praktiknya juga digunakan sebagai ruang penyimpanan barang berbahaya, termasuk baterai lithium yang membutuhkan standar keselamatan khusus.
Akibat kelalaian perusahaan, sebagian besar korban tidak dapat menyelamatkan diri karena terjebak di lantai atas. Pemeriksaan medis menunjukkan adanya kandungan karbon monoksida dalam darah korban. Hal ini menandakan korban kekurangan oksigen akibat terjebak asap tebal.
Dalam kasus ini, polisi menetapkan Direktur Utama PT Terra Drone Indonesia, Michael Wisnu Wardana, sebagai tersangka lantaran dinilai lalai karena tidak memastikan adanya SOP keselamatan, tidak menyediakan ruang penyimpanan baterai yang sesuai standar, tidak menunjuk petugas K3, serta tidak menyediakan jalur darurat dan sarana evakuasi.
Michael dijerat Pasal 187, 188, dan 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup. Adapun Michael turut dihadirkan dalam konferensi pers dengan mengenakan baju tahanan berwarna merah serta masker wajah. Ia kini ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat.
Terkait perizinan gedung, polisi masih berkoordinasi dengan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Jakarta untuk memastikan kesesuaian fungsi bangunan dengan izin yang dimiliki. Penyidik juga tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain, bergantung pada hasil pemeriksaan lanjutan.
Di sisi lain, Susatyo membantah isu di media sosial yang mengaitkan kebakaran tersebut dengan faktor bencana alam di sumatera.
”Fokus kami adalah pada penyebab kebakaran. Jika ada kaitan dengan faktor lain, tentu akan kami koordinasikan dengan penyidik terkait. Sampai saat ini belum ditemukan indikasi tersebut,” ujarnya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Pusat Ajun Komisaris Besar Roby Heri Saputra menambahkan, lantai 1 hingga 6 di gedung tersebut dipenuhi dinding kaca. Banyak dari 22 korban ditemukan di dekat area kaca. Mereka diduga berusaha mencari jalan keluar melalui kaca saat api membesar.
”Namun, kaca tidak mudah pecah oleh tangan dan tidak ada alat pemecah kaca di lokasi. Ini juga membuat korban tidak dapat menyelamatkan diri,” ujarnya.
Roby juga mengatakan bahwa gedung tidak memiliki alarm kebakaran. Ketika api mulai muncul, informasi disampaikan secara lisan oleh karyawan yang berlari ke lantai atas sambil membawa alat pemadam api ringan (APAR). Dari empat APAR yang tersedia, seluruhnya tidak sesuai standar untuk memadamkan kebakaran baterai lithium.
Padahal, kebakaran yang dipicu baterai lithium tidak bisa ditangani dengan APAR biasa. Jenis kebakaran ini membutuhkan APAR khusus untuk logam atau lithium.
Dalam konferensi pers sore ini, Polres Metro Jakarta Pusat juga memperlihatkan barang bukti, yaitu APAR yang sudah hangus terbakar serta baterai drone.
Adapun kebakaran gedung Terra Drone, Jakarta Pusat, pertama kali dilaporkan warga pada Selasa (9/12/2025) pukul 12.43 WIB. Api berhasil dipadamkan sekitar pukul 15.00, sementara proses evakuasi korban berlangsung hingga pukul 17.00.
Peristiwa ini menewaskan 22 orang, terdiri dari 15 perempuan dan 7 laki-laki. Seluruh jenazah telah berhasil diidentifikasi oleh tim forensik di Rumah Sakit Polri.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Mirah Sumirat, menyampaikan duka cita mendalam atas tragedi kebakaran gedung Terra Drone. Ia mengatakan, kejadian ini bukan sekadar musibah, melainkan bukti kegagalan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di gedung perkantoran serta lemahnya pengawasan pemerintah.
Menurut Mirah, kebakaran tersebut menjadi alarm keras bahwa standar keselamatan masih diabaikan, seperti jalur evakuasi yang tidak optimal, alat pemadam yang tidak berfungsi, sistem alarm tidak sesuai standar, absennya pelatihan evakuasi rutin, hingga penyimpanan bahan berbahaya yang tidak prosedural.
Kebakaran ini turut memperkuat dugaan bahwa minimnya audit dan pengawasan keselamatan telah membahayakan jutaan pekerja di Jakarta.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta untuk melakukan audit menyeluruh terhadap gedung-gedung perkantoran, menindak tegas pengelola yang lalai memenuhi standar K3, memperketat regulasi, serta meningkatkan inspeksi rutin.
Mirah mengatakan, negara harus hadir memastikan setiap gedung yang mempekerjakan manusia memenuhi standar keselamatan tanpa kompromi.
Pihaknya juga meminta seluruh manajemen gedung dan perusahaan segera melakukan pemeriksaan internal fasilitas K3, memastikan jalur evakuasi siap digunakan, menempatkan petugas K3 bersertifikat, serta memberikan pelatihan rutin kepada pekerja.
”Tidak boleh ada satu pun pekerja yang pulang tinggal nama hanya karena kelalaian pengelola gedung. Ini harus dihentikan,” ujar Mirah.
Di sisi lain, tim kuasa hukum PT Terra Drone Indonesia menyampaikan keberatan atas penangkapan dan penetapan Direktur Utama PT Terra Drone Indonesia sebagai tersangka dalam kasus kebakaran gedung yang menewaskan 22 orang karyawan tersebut.
Tim hukum yang mewakili perusahaan tersebut terdiri dari Eva N. Christianty, Stella M Masengi, Purgatorio Siahaan, Samuel Bonatua Rajagukguk, Huala Herianto, dan Alicia Avelina Lawadinata.
Dalam keterangan tertulisnya, tim kuasa hukum menyoroti sejumlah hal terkait proses hukum yang dianggap tidak sesuai prosedur.
Pertama, pihak kuasa hukum menilai penangkapan Michael diduga dilakukan tanpa surat perintah yang sah, kecuali dalam keadaan tertangkap tangan yang dinilai tidak terpenuhi.
Selain itu, alasan penangkapan dinilai tidak jelas dan kuat untuk memenuhi syarat “kecurigaan yang cukup” sebagaimana diatur Pasal 17 KUHAP.
Kedua, penetapan status tersangka dianggap terburu-buru dan tidak didukung alat bukti permulaan yang memadai. Michael dan tim kuasa hukum tidak diberikan kesempatan cukup untuk melakukan klarifikasi terhadap tuduhan yang diajukan.
Ketiga, hak-hak tersangka dinilai tidak terpenuhi secara penuh, termasuk hak untuk didampingi penasihat hukum sejak penangkapan hingga pemeriksaan, hak untuk diberi penjelasan yang jelas mengenai tuduhan dan dasar hukumnya, serta hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan keluarga guna mendapatkan bantuan hukum.
Keempat, pihaknya khawatir adanya kemungkinan Michael Wisnu Wardhana dijadikan tersangka bukan semata-mata karena alasan hukum, melainkan karena tekanan dari pihak tertentu atau konflik kepentingan. Hal ini dianggap bisa merusak prinsip negara hukum.
Sehubungan dengan hal tersebut, pihak kuasa hukum menyampaikan beberapa tuntutan. Pertama, mendesak Polres Metro Jakarta Pusat untuk menjelaskan secara terbuka dasar hukum dan alat bukti permulaan yang digunakan dalam penangkapan dan penetapan tersangka, demi transparansi dan akuntabilitas proses hukum.
Kedua, meminta penyidik atau kejaksaan meninjau kembali status tersangka, dan apabila bukti dinilai tidak cukup, segera melakukan dekriminalisasi atau menghentikan penyidikan (SP3).
Ketiga, pihak kuasa hukum menekankan pentingnya pemenuhan seluruh hak konstitusional dan prosedural Michael Wisnu Wardhana tanpa pengurangan, termasuk akses penuh kepada penasihat hukum dan keluarga.
Keempat, mengharapkan agar proses hukum selanjutnya berjalan secara independen, adil, dan transparan, tanpa memihak pihak manapun.




