Jakarta, VIVA – Pengamat politik, Boni Hargens menilai wacana penunjukan langsung Kapolri oleh Presiden sebagai sesat pikir. Karena, dia menilai wacana itu mengabaikan prinsip fundamental demokrasi yang suara rakyat.
"Usulan Komite Reformasi Polri sebagai sesat pikir atau logical fallacy yang serius karena mengabaikan prinsip fundamental demokrasi yang suara rakyat. Penunjukan langsung oleh eksekutif tanpa melibatkan legislatif berpotensi menciptakan konsentrasi kekuasaan yang berbahaya dan mengurangi mekanisme pengawasan demokratis," ujar Boni Hargens dalam keterangannya, Jumat, 12 Desember 2025.
Boni menjelaskan, mekanisme penunjukan Kapolri saat ini melibatkan DPR sebagai bagian dari sistem checks and balances dalam demokrasi Indonesia. Proses ini dirancang untuk memastikan akuntabilitas dan representasi kepentingan rakyat dalam penentuan pimpinan lembaga penegak hukum yang strategis.
- Tangkapan layar Youtube Sekretariat Presiden
"Demokrasi selalu meletakkan suara rakyat sebagai kunci dalam pertimbangan dan pembuatan kebijakan publik. Dalam konteks ini, DPR adalah perwakilan rakyat yang tak bisa dilangkahi dalam penentuan kapolri," tandas Boni.
Boni pun membeberkan empat kelemahan fundamental usulan penunjukan langsung Kapolri. Pertama, usulan tersebut melanggar prinsip checks and balances.
Penunjukan langsung oleh Presiden menghilangkan peran pengawasan legislatif, menciptakan potensi penyalahgunaan kekuasaan eksekutif tanpa kontrol yang memadai dari cabang kekuasaan lain.
"Kedua, usulan tersebut mengabaikan representasi rakyat di mana DPR adalah lembaga yang dipilih langsung oleh rakyat untuk mewakili kepentingan mereka. Meniadakan peran DPR berarti mengabaikan hak rakyat dalam menentukan pimpinan institusi publik yang akan melayani mereka," jelas dia.
Ketiga, usulan tersebut membuka cela potensi politisasi lebih besar. Menurut Hargens, penunjukan langsung justru dapat menciptakan ketergantungan Kapolri yang lebih besar kepada Presiden, berpotensi menjadikan kepolisian sebagai alat politik eksekutif tanpa mekanisme pengawasan eksternal.
"Keempat, usulan tersebut mengurangi transparansi dan akuntabilitas. Proses fit and proper test di DPR memberikan ruang publik untuk menilai kualifikasi, integritas, dan visi calon Kapolri. Penunjukan langsung menghilangkan transparansi ini dan mengurangi akuntabilitas publik," tegasnya.
Boni lalu mempertanyakan arah kerja dari Komite Reformasi Polri yang justru tak fokus pada reformasi internal polri yang substansif, seperti upaya transformasi mendasar dalam budaya, etika, dan sistem kerja kepolisian Indonesia. Menurut dia, mekanisme penunjukan Kapolri adalah masalah teknis-prosedural yang sudah diatur dalam kerangka konstitusional.



:strip_icc()/kly-media-production/medias/4519963/original/052782900_1690782714-20230714BL_Stok_Foto_Persib_Bandung_Vs_Dewa_United_65.jpg)

