Jakarta (ANTARA) — Mercer Marsh Benefits (MMB) Indonesia meluncurkan laporan Indonesia Health Benefits Study (IHBS) 2025 dalam media roundtable yang digelar Kamis, 11 Desember 2025. Acara yang berlangsung pukul 10.00–12.00 WIB ini menghadirkan Astrid Suryapranata, Country Leader MMB Indonesia, dan Bella Friscintia, Head of Analytics Solutions MMB Indonesia, sebagai pembicara utama.
Laporan IHBS 2025 disebut menjadi rujukan penting bagi perusahaan dalam menghadapi dinamika biaya kesehatan, perubahan regulasi, dan kebutuhan karyawan yang berkembang. Astrid menegaskan bahwa manfaat kesehatan kini menjadi elemen strategis keberlanjutan bisnis. Ia menyampaikan bahwa laporan ini dirancang sebagai panduan berbasis data untuk membantu perusahaan merancang program manfaat yang relevan serta meningkatkan produktivitas dan retensi tenaga kerja.
Disusun dari data lebih dari 400 perusahaan, 500.000 peserta, dan 25 industri, IHBS 2025 merangkum tren biaya medis, praktik manfaat kesehatan, serta dampak regulasi terbaru. MMB menilai laporan ini penting bagi perusahaan, fasilitas kesehatan, dan industri asuransi dalam menavigasi perubahan yang terjadi sepanjang tahun.
Laporan tersebut menyoroti lima fokus utama. Pertama, perubahan regulasi seperti dorongan implementasi co-asuransi oleh OJK serta standar kelas dan biaya rawat inap oleh BPJS. Bella menjelaskan bahwa langkah regulator bertujuan menciptakan mekanisme pengendalian biaya yang lebih berkelanjutan.
Kedua, arah strategis perusahaan yang mencari premi kompetitif di tengah dorongan asuransi untuk merasionalisasi manfaat. Bella menyebut kolaborasi sebagai langkah optimal untuk menjaga efektivitas manfaat tanpa meningkatkan biaya secara signifikan.
Ketiga, peningkatan prioritas perusahaan terhadap well-being karyawan, terutama kesehatan mental. Meskipun cakupan masih terbatas, adopsi Employee Assistance Program (EAP) terus tumbuh.
Keempat, tren penyakit dan klaim menunjukkan bahwa volume klaim banyak berasal dari penyakit saluran pernapasan atas dan gangguan pencernaan, sementara biaya terbesar ditopang penyakit tidak menular seperti kanker dan nyeri punggung bawah. Bella menilai kondisi ini mendorong perusahaan mengadopsi pendekatan preventif melalui skrining kesehatan.
Kelima, tren manfaat karyawan menunjukkan perusahaan semakin sering meninjau manfaat rawat inap, rawat jalan, persalinan, gigi, dan optik. Benchmark P25, P50, dan P75 digunakan sebagai acuan penyesuaian batasan manfaat di pasar.
IHBS 2025 memberikan sejumlah pembelajaran utama, termasuk panduan memahami tren kesejahteraan, melakukan benchmarking manfaat di 25 industri, mengidentifikasi risiko penyakit yang memicu biaya tertinggi, serta merancang manfaat yang lebih tepat guna.
Mercer Marsh Benefits merupakan bagian dari Marsh McLennan, perusahaan global di bidang risiko, strategi, dan sumber daya manusia dengan lebih dari 90.000 karyawan dan kehadiran di 130 negara. MMB berfokus membantu perusahaan mengelola biaya kesehatan dan kompleksitas manfaat karyawan.
Laporan IHBS 2025 disebut menjadi rujukan penting bagi perusahaan dalam menghadapi dinamika biaya kesehatan, perubahan regulasi, dan kebutuhan karyawan yang berkembang. Astrid menegaskan bahwa manfaat kesehatan kini menjadi elemen strategis keberlanjutan bisnis. Ia menyampaikan bahwa laporan ini dirancang sebagai panduan berbasis data untuk membantu perusahaan merancang program manfaat yang relevan serta meningkatkan produktivitas dan retensi tenaga kerja.
Disusun dari data lebih dari 400 perusahaan, 500.000 peserta, dan 25 industri, IHBS 2025 merangkum tren biaya medis, praktik manfaat kesehatan, serta dampak regulasi terbaru. MMB menilai laporan ini penting bagi perusahaan, fasilitas kesehatan, dan industri asuransi dalam menavigasi perubahan yang terjadi sepanjang tahun.
Laporan tersebut menyoroti lima fokus utama. Pertama, perubahan regulasi seperti dorongan implementasi co-asuransi oleh OJK serta standar kelas dan biaya rawat inap oleh BPJS. Bella menjelaskan bahwa langkah regulator bertujuan menciptakan mekanisme pengendalian biaya yang lebih berkelanjutan.
Kedua, arah strategis perusahaan yang mencari premi kompetitif di tengah dorongan asuransi untuk merasionalisasi manfaat. Bella menyebut kolaborasi sebagai langkah optimal untuk menjaga efektivitas manfaat tanpa meningkatkan biaya secara signifikan.
Ketiga, peningkatan prioritas perusahaan terhadap well-being karyawan, terutama kesehatan mental. Meskipun cakupan masih terbatas, adopsi Employee Assistance Program (EAP) terus tumbuh.
Keempat, tren penyakit dan klaim menunjukkan bahwa volume klaim banyak berasal dari penyakit saluran pernapasan atas dan gangguan pencernaan, sementara biaya terbesar ditopang penyakit tidak menular seperti kanker dan nyeri punggung bawah. Bella menilai kondisi ini mendorong perusahaan mengadopsi pendekatan preventif melalui skrining kesehatan.
Kelima, tren manfaat karyawan menunjukkan perusahaan semakin sering meninjau manfaat rawat inap, rawat jalan, persalinan, gigi, dan optik. Benchmark P25, P50, dan P75 digunakan sebagai acuan penyesuaian batasan manfaat di pasar.
IHBS 2025 memberikan sejumlah pembelajaran utama, termasuk panduan memahami tren kesejahteraan, melakukan benchmarking manfaat di 25 industri, mengidentifikasi risiko penyakit yang memicu biaya tertinggi, serta merancang manfaat yang lebih tepat guna.
Mercer Marsh Benefits merupakan bagian dari Marsh McLennan, perusahaan global di bidang risiko, strategi, dan sumber daya manusia dengan lebih dari 90.000 karyawan dan kehadiran di 130 negara. MMB berfokus membantu perusahaan mengelola biaya kesehatan dan kompleksitas manfaat karyawan.



