ISU kesehatan mengenai penyakit autoimun terus menjadi perhatian global. Di Indonesia, data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan penderita autoimun diperkirakan mencapai lebih dari 2,5 juta orang.
Penyakit autoimun adalah kondisi saat sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi, justru keliru menyerang sel dan jaringan sehat dalam tubuh.
Hingga saat ini, lebih dari 100 jenis penyakit autoimun telah teridentifikasi, menyerang berbagai organ mulai dari kulit, sendi, paru-paru, usus, saraf, hingga kelenjar tiroid.
Faktor Risiko dan Gejala KunciPenyakit autoimun tidak disebabkan oleh satu faktor tunggal, melainkan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, dan kondisi tubuh.
MI/HO--Dokter Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Alergi Imunologi (Autoimmune) dari Primaya Hospital Bekasi Barat dr. Syahrizal, Sp.PD, Subsp.A.I (K), DRisiko diketahui lebih tinggi pada individu dengan riwayat keluarga autoimun, serta yang mengalami infeksi, stres berkepanjangan, ketidakseimbangan hormon, atau paparan polusi dan asap rokok. Gaya hidup tidak sehat juga turut memperburuk respons imun.
Karena dapat menyerang organ yang berbeda, tanda autoimun sangat bervariasi. Namun, beberapa gejala yang paling sering dialami meliputi:
- Kelelahan berat yang tak kunjung pulih.
- Nyeri atau bengkak pada sendi.
- Ruam kulit atau sensitivitas berlebihan terhadap sinar matahari.
- Gangguan pencernaan yang berulang.
- Demam berulang tanpa penyebab jelas.
Data dari Global Autoimmune Institute (2024) memperkuat bahwa penyakit autoimun adalah isu yang sangat dipengaruhi gender. Sekitar 78% dari penderita autoimun adalah perempuan, dengan kelompok usia 15–44 tahun menjadi yang paling rentan.
Menurut Dokter Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Alergi Imunologi (Autoimmune) dari Primaya Hospital Bekasi Barat dr. Syahrizal, Sp.PD, Subsp.A.I (K), D, kecenderungan ini terkait erat dengan perbedaan biologis, termasuk keberadaan kromosom X tambahan, fluktuasi hormon, dan respons imun yang berbeda.
"Apabila seseorang mulai merasakan keluhan tersebut, sangat disarankan untuk segera berkonsultasi ke dokter. Proses diagnosis idealnya dilakukan oleh dokter yang memiliki keahlian untuk menangani penyakit autoimun, melalui serangkaian tahapan mulai dari evaluasi riwayat kesehatan pribadi dan keluarga, penilaian gejala, pemeriksaan fisik menyeluruh, hingga pemeriksaan laboratorium dan tes penunjang lainnya," ujar Syahrizal.
Penanganan dan Pencegahan KomplikasiJika tidak dikendalikan, autoimun dapat memicu komplikasi serius, seperti kerusakan organ permanen, peningkatan risiko penyakit jantung, gangguan kehamilan, hingga dampak psikologis seperti depresi dan kecemasan.
Penanganan autoimun mencakup pemberian obat untuk mengendalikan peradangan, imunoterapi, hingga terapi khusus seperti plasma exchange. Namun,
kunci stabilitas jangka panjang juga terletak pada perubahan gaya hidup yang meliputi istirahat cukup, olahraga teratur, manajemen stres, dan kepatuhan terhadap terapi yang ditetapkan dokter. (Z-1)




