Prabowo Minta Pemda Awasi Hutan, Tapi...

kompas.id
1 hari lalu
Cover Berita

Bencana di Sumatera bagian utara tak bisa dinafikan terkait perusakan hutan. Presiden Prabowo Subianto pun memerintahkan pemerintah daerah untuk meningkatkan pengawasan terhadap perusakan alam. Masalahnya, kewenangan perizinan dan pengelolaan hutan - baik hutan lindung maupun hutan produksi - ada di tangan pemerintah pusat.

Presiden Prabowo dalam sambutannya, saat meninjau Posko Pengungsian di Jembatan Aceh Tamiang, Aceh, Jumat (12/12/2025), kembali menekankan pentingnya kewaspadaan menghadapi potensi bencana serta perlunya pengelolaan lingkungan dan tata ruang yang lebih baik. Pengawasan terhadap aktivitas yang berpotensi merusak alam juga diminta ditingkatkan.

“Kita tidak boleh tebang pohon sembarangan. Saya minta pemerintah daerah semua lebih waspada, lebih awas. Kita jaga alam kita dengan sebaik-baiknya,” tutur Presiden.

Kenyataannya, kewenangan untuk menentukan kawasan hutan lindung, hutan konservasi, dan hak pengelolaan hutan sudah ditarik ke pemerintah pusat sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Pemerintah kabupaten/kota hanya diberi wewenang mengelola taman hutan raya seperti ditegaskan di pasal 14 UU tersebut.

Hanya fungsi (pengawasan) yang dilimpahkan, tapi personel yang harusnya terjun mengawasi, kan, tidak ada. Anggaran untuk operasional juga tidak ada. Masa pakai APBD provinsi?

Bupati Siak Afni Zulkifli, Jumat (12/12/2025) dalam unggahannya di media sosial Instagram pun bersuara menanggapi banyaknya usulan warganet untuk membeli hutan supaya bisa dikelola dengan baik. Dia menanggapi niat baik warganet ini, tetapi menilainya tak sejalan dengan regulasi yang ada.

Baca JugaPrabowo di Aceh Tamiang: Jaga Lingkungan Kita, Tidak Boleh Tebang Pohon Sembarangan

Afni bahkan mengusulkan skema bapak asuh dari pegiat lingkungan kepada para pemegang izin perhutanan sosial yang salah satunya adalah masyarakat adat. Sebab, masyarakat adat kerap kesulitan menjaga hutan mereka dari pembalakan liar.

Guru Besar Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Prof Djohermansyah Djohan membenarkan urusan kehutanan, pertambangan, serta energi dan sumber daya mineral sudah ditarik ke pemerintah pusat. Perizinan, pengelolaan, serta pengaturan kewajiban perusahaan untuk reboisasi sudah diambil alih oleh pemerintah pusat.

“Maka, sudah tidak ada lagi dinas kehutanan di kabupaten/kota. Yang ada dinas kehutanan di tingkat provinsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat untuk fungsi pengawasan,” tuturnya.

Ketika ada pelanggaran yang tampak kasat mata dan menimbulkan akibat seperti bencana di Sumatera bagian utara, lanjut Djohermansyah, jelas ada tata kelola perizinan dan pengelolaan yang tak baik di pemerintah pusat.

Baca JugaYang Mematikan Bukan Hujan

Pengawasan di tingkat provinsi pun umumnya tidak efektif. Sebab, fungsi pengawasan ini tidak disertai pembiayaan dari pemerintah pusat dan sumber daya manusia.

“Hanya fungsi (pengawasan) yang dilimpahkan, tapi personel yang harusnya terjun mengawasi, kan, tidak ada. Anggaran untuk operasional juga tidak ada. Masa pakai APBD provinsi?” tambah Djohermansyah.

Kasus banjir besar di tiga provinsi di Sumatera bagian utara ini juga menunjukkan kayu-kayu hasil penyimpangan pengelolaan kehutanan. Oleh karenanya, menurut Djohermansyah, diperlukan evaluasi atas hak pengelolaan hutan maupun program rehabilitasi di kawasan hutan.

Baca JugaBencana Tiba Ketika Reforestasi Tak Sebanding dengan Laju Deforestasi

Sejauh ini, Kementerian Kehutanan memang telah menghentikan sementara semua kegiatan pemanfaatan dan pengangkutan kayu di tiga provinsi terdampak banjir dan longsor – Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Hal ini disampaikan melalui Surat Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Kehutanan (PHL Kemenhut) yang kemudian direspons Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan.

Pengawasan pun dilakukan bersamaan dengan membuka akses kanal pengaduan masyarakat melalui pusat panggilan dan media sosial resmi Gakkum. Masyarakat di Aceh, Sumut, dan Sumbar diminta segera melapor bila melihat adanya pengangkutan kayu atau penebangan yang mencurigakan di masa penghentian ini (Kompas.id, 14 Desember 2025).

Namun, Djohermansyah menilai langkah ini perlu dilanjutkan dengan evaluasi perizinan serta pertanggungjawaban dari para pemilik izin pemanfaatan lahan di Aceh, Sumut, dan Sumbar. Di sisi lain, harus juga dilakukan peninjauan kembali kewenangan-kewenangan pemerintah daerah di UU Pemda.

Pemerintah kabupaten dinilai paling dekat dengan lokasi. Camat sebagai perangkat pemerintah kabupaten juga akan lebih efektif mengawasi urusan hutan.

Namun, bupati saat ini – dengan UU 23/2014 – tak berwenang mengawasi hutan. Oleh karenanya, perlu ada penguatan kembali kewenangan pemerintah kabupaten dalam pengawasan hutan secara signifikan.

“Jadi, memang perlu ditinjau kembali kewenangan-kewenangan pemda, terutama pemerintah kabupaten, (dan) urusan pemerintah pusat. Apalagi kabarnya tahun 2026 akan ada revisi Undang-Undang Pemda. Kewenangan perizinan boleh saja tetap di pemerintah pusat tetapi tata kelolanya harus diperbaiki dan pengawasannya didekatkan ke bawah (pemerintah kabupaten),” tutur Djohermansyah.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Imigrasi Ketapang Bakal Tindak WN China yang Serang TNI dan Satpam Tambang Emas
• 6 jam lalukumparan.com
thumb
Audit PT Toba Pulp Lestari, Menhut Sebut Bisa Rasionalisasi atau Pencabutan PBPH 
• 5 jam lalurctiplus.com
thumb
Jinlong Resources Resmi Akuisisi 48,07% Saham Hotel Fitra (FITT)
• 4 jam lalubisnis.com
thumb
Gugat Cerai Ridwan Kamil, Viral Ungkapan Lawas Atalia Praratya, Ngaku Siap Mundur Jika Suami Selingkuh
• 6 jam lalugrid.id
thumb
PSS Sleman Dapat Kabar Baik Jelang Lanjutan Pegadaian Championship: Badai Cedera Mulai Reda
• 4 jam lalubola.com
Berhasil disimpan.