Tidak jauh dari pinggir Delta Sungai Mutiara di Guangzhou, Provinsi Guangdong, China, dua benda mirip helikopter nangkring di landasan, Kamis (27/11/2025) sore. Pemandu memberi tahu bahwa benda itu adalah taksi drone buatan EHang, perusahaan taksi drone setempat. Kendaraan canggih ini disediakan untuk uji coba mengangkut pengunjung yang memenuhi syarat terbang.
Syarat tersebut terungkap lewat pertanyaan pemandu kepada salah satu di antara para pengunjung. ”Beratmu berapa kilogram?” kata pemandu itu.
Bajo Winarno (47), pengunjung asal Indonesia yang ditunjuk, menyebutkan angka berat badannya. “Oh itu aman, kamu bisa terbang,” ucap sang pemandu dari EHang.
Bajo lega tetapi belum sepenuhnya plong. Ia belum pernah terbang dengan taksi drone. Pesawat yang lebih kecil dari helikopter itu pun baru dilihatnya. Ia ragu, apa mungkin sebuah drone bisa mengangkut orang layaknya helikopter. Apalagi drone ini terbang tanpa pilot. Ia bakal sendirian di dalam ruang kabin.
“Kalian saja ya, saya belum siap,” ujar Bajo ke kami, termasuk ke Kompas. Tak ada satu pun yang mau menerima tawarannya. Ia akhirnya menyerah. “Silakan masuk,” kata pemandu EHang pada dia.
Bajo melangkah menuju ruang kabin. Dua orang teknisi mengawalnya dan memastikan semua sudah diatur sesuai fungsinya. Sore itu, di bawah awan tipis Shenzhen, baling-baling kecil drone berputar.
“Rrrrrr, rrrr, rrrr....,” suaranya tidak terlalu berisik. Lebih soft dari suara helikopter. Drone bergerak pelan, lalu terbang vertikal setinggi kira-kira 20-an meter.
Di dalam kabin saya tidak boleh mencet apapun karena drone sudah dikendalikan.
Sore itu, Bajo terbang di dalam drone buatan EHang seri EH216-S. Kendaraan ini adalah taksi udara bertenaga listrik tanpa pilot dan dirancang untuk siap dioperasikan dalam keseharian. Badan drone setinggi 1,93 meter dengan lebar mencapai 5,73 meter.
Ruang kabinnya tertutup, cukup untuk dua penumpang. Desainnya menyerupai kapsul transparan dengan rangka ringan, ditopang kaki pendaratan yang bisa lepas landas dan mendarat vertikal tanpa landasan panjang. Seluruh struktur dirancang untuk efisiensi, stabilitas, dan kemudahan operasi di lingkungan perkotaan.
Dari sisi performa, EH216-S memiliki berat maksimum lepas landas 620 kilogram, mencakup bobot pesawat, baterai, dan penumpang. Kecepatan maksimumnya 130 kilometer (km) per jam, cukup untuk perjalanan jarak pendek antarkawasan kota atau antarpulau kecil.
Dalam satu kali penerbangan, taksi drone ini mampu menempuh jarak sekitar 30 km, menjadikannya ideal untuk rute komuter, wisata udara, evakuasi darurat, maupun layanan khusus seperti transportasi medis. Drone menggunakan 16 baling-baling listrik. Jika satu motor bermasalah, sistem lain tetap menjaga kestabilan penerbangan.
Yang membedakan EH216-S dengan helikopter atau drone konvensional adalah tingkat otomatisasinya. Pesawat ini sepenuhnya otonom, dikendalikan sistem kecerdasan buatan dan pusat komando, tanpa pilot di dalam kabin. Penumpang cukup duduk dan mengikuti prosedur keselamatan, sementara sistem navigasi, komunikasi, dan penghindaran risiko dikendalikan secara real-time.
Kurang dari limat menit terbang, Bajo mendarat kembali di landasan. Saat keluar kabin, rekan sesama jurnalis Indonesia yang diundang The Yangcheng Evening News Group memberi tepuk tangan.
Bajo tersipu, lalu mengatakan, ”Lama-lama orang terbiasa dengan pengalaman ini. Dari atas saya lihat sungai (Sungai Mutiara), dan area sekitar sini. Di dalam kabin saya tidak boleh mencet apapun karena drone sudah dikendalikan.”
Tidak jauh dari posisi kami, tiga orang berpenampilan necis menunggu. Mereka juga mencoba terbang rendah bersama taksi drone EH216-S. EHang memang gencar memasarkan produknya ke banyak kalangan karena produk ini belum banyak pesaingnya.
Pemasaran produk tidak hanya di dalam negeri China, melainkan juga di negara-negara lain. Padahal hampir semua negara pasar EHang ini belum punya regulasi drone untuk keperluan angkutan penumpang. Lalu mengapa tetap diproduksi, dan ditawarkan ke banyak negara?
Strategi kami, menjalin kerja sama dengan melakukan uji terbang terbatas, pengumpulan data keselamatan, simulasi keadaan darurat, hingga penentuan standar lokasi lepas-landas dan pendaratan.
Vice President of EHang, He Tianxing, mengakui bahwa secara operasional belum ada regulasi yang memayungi taksi drone sejauh ini. Aturan paling dekat dengan operasional taksi ini terbit di China, seperti dilaporkan Xinhua News Agency di artikel “Flying taxis poised to revolutionize urban commuting”, pada 20 April 2025.
Pesawat eVTOL (electric vertical take-off and landing) EH216-S buatan EHang mendapatkan sertifikasi kelaikan udara dan izin operasi komersial terbatas dari Civil Aviation Administration of China (CAAC). Artinya, pesawat ini memungkinkan dipakai sebagai layanan taksi udara pada zona tertentu, sebagai bagian dari pengembangan low-altitude economy. Xinhua mencatat, regulasi terbatas China diterbitkan untuk memastikan keselamatan pengguna sebelum taksi drone benar-benar dioperasikan.
Di negara-negara lain, aturan seperti ini belum ada. Namun, EHang tetap memasarkan produknya setidaknya di 21 negara per November 2025 merujuk situs remis perusahaan www.ehang.com. Negara-negara yang dimaksud antara lain Indonesia (di Banten dan Bali), Jepang, Thailand, Spanyol, Amerika Serikat, Brazil, Rwanda, Uni Emirat Arab, dan Australia. Pesawat seri EH216-S juga sudah melakukan sekitar 76.000 penerbangan dengan aman.
EHang adalah perusahaan teknologi asal Guangzhou, China, yang fokus pada pengembangan dan produksi kendaraan udara otonom atau eVTOL untuk transportasi penumpang, logistik, dan solusi mobilitas perkotaan. Misi mereka, menyediakan mobilitas udara yang aman, otonom, dan ramah lingkungan untuk semua orang.
EHang didirikan pada Desember 2014 di Guangzhou oleh Huazhi Hu bersama rekannya yang lain, termasuk Derrick Xiong. Sejak awal, EHang mengembangkan kendaraan udara otonom, eVTOL untuk mobilitas penumpang, logistik, dan solusi mobilitas perkotaan. Selain seri EH216-S, EHang mengembangkan industri pendukung ekosistem mobilitas udara.
Saat ditanya, apa strateginya memasarkan ke negara-negara yang belum punya aturan taksi drone?
“Strategi kami, menjalin kerja sama dengan melakukan uji terbang terbatas, pengumpulan data keselamatan, simulasi keadaan darurat, hingga penentuan standar lokasi lepas-landas dan pendaratan,” kata He sebelum uji coba terbang.
Lewat kemitraan itu, ia berharap kolaborasi itu menjadi dasar pemerintah menyusun regulasi taksi drone. Artinya, aturan yang belum ada itu bisa jadi akan lahir setelah kerjasama EHang dengan pemerintah di banyak negara. Ia menilai Indonesia sebagai salah satu negara terdepan di Asia Tenggara yang mengikuti perkembangan ini. Sebab secara geografis, taksi drone cocok untuk kebutuhan di Indonesia.
Mengutip laporan berjudul “EHang Announces Unaudited Financial Results for Q1 2025” di laman www.ehang.com, perusahaan ini telah mengirim 72 unit drone seri EH216 pada kuartal pertama tahun 2025. Angka ini melonjak tiga kali lipat dibanding kuartal pertama 2024.
Geliat industri taksi drone di China tak lepas dari dukungan pemerintah. Merujuk laporan Xinhua 9 Januari 2024 berjudul “China’s NDRC establishes new division to promote low-altitude economy,” China memasukkan pengembangan industri taksi drone ke dalam dokumen NDRC (National Development and Reform Commission). Perwujudannya adalah pembentukan divisi khusus untuk mengatur koridor udara rendah hingga sertifikasi eVTOL.
Di tingkat daerah, pemerintah lokal ikut memainkan perannya. Laporan China Daily, 19 Januari 2025 menyebut, Pemerintah Kota Shenzhen meluncurkan Action Plan for Embodied Intelligent Robots & Low-Altitude Economy 2025–2027. Dokumen ini mengatur tentang kegiatan ekonomi yang bergerak di langit rendah (di bawah 300–500 meter) atau low-altitude economy.
Dengan dukungan regulasi, modal, dan infrastruktur sebesar ini, taksi drone bukan lagi gambaran film-film fiksi ilmiah, melainkan sebuah potensi ekonomi baru China.




