Jakarta: Presiden Prabowo Subianto membuat gebrakan di bidang hukum pada 2025. Mulai dari pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan, Thomas Lembong (Tom Lembong), hingga rehabilitasi terhadap eks Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi.
Presiden juga memberikan amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Hasto dibebaskan meskipun telah divonis bersalah dalam kasus pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku.
Apa itu abolisi, amnesti, dan rehabilitasi?
Abolisi adalah penghapusan suatu tindak pidana (lebih luas dari amnesti). Sementara itu, amnesti adalah menghapuskan segala akibat hukum dari tindak pidana tersebut, baik pidana pokok maupun pidana tambahan, dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Amnesti untuk perkara yang belum maupun sudah diputus oleh pengadilan.
Rehabilitasi hukum memiliki makna, hak seseorang yang terjerat masalah hukum bisa dipulihkan kembali haknya dalam kedudukan, harkat, martabat, kemampuannya seperti sediakala. Sehingga, proses atau putusan hukum yang menjeratnya dipulihkan kembali.
Pemberian amnesti, abolisi, dan rehabilitasi memang menjadi kewenangan Presiden. Hal itu diatur dalam Pasal 14 dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Berikut Isi Pasal 14 UUD 1945 (setelah amandemen):
(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang. Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto
Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong. Foto Metrotvnews.com Candra Yuri Nuralam
Presiden Prabowo memberikan abolisi kepada Tom Lembong dalam kasus importasi gula. Proses hukumnya dihentikan sebelum masuk ke tahap vonis atau eksekusi lebih lanjut.
"Yang namanya abolisi, maka seluruh proses hukum yang sedang berjalan itu dihentikan. Ya dihentikan," kata Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 31 Juli 2025.
Supratman menyatakan DPR telah menyetujui pemberian pengampunan tersebut setelah mendapatkan persetujuan dari seluruh fraksi.
Sementara itu, Presiden memberikan amnesti kepada Hasto. Berbeda dengan abolisi, amnesti hanya membebaskan Hasto dari hukuman, tetapi tidak menghapus fakta peristiwa pidana yang menjerat Sekjen PDIP itu.
Hal ini juga dipertegas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak. Tanak menegaskan Hasto tetap bersalah, meski mendapat amnesti.
“Amnesti yang diberikan (kepada) Hasto Kristiyanto hanya dalam bentuk tidak melaksanakan hukuman saja, sehingga, orang yang mendapat amnesti dari Presiden tetap saja bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” kata Tanak melalui keterangan tertulis, Jumat, 1 Agustus 2025.
Baca Juga: Hakim: Abolisi Tom Lembong Tak Menghapus Pidana Terdakwa Lain
Tanak mengatakan amnesti merupakan istilah untuk pemberian pengampunan hukuman dari Presiden atau negara, kepada terdakwa atau terpidana. Namun, pengecapan bersalah dalam kasus suap tetap melekat kepada Hasto.
Tanak juga menjelaskan amnesti cuma bisa diberikan kepada terdakwa atau terpidana, yang sudah dinyatakan bersalah. Dengan kata lain, pengampunan itu tidak bisa diberikan kepada Hasto kalau dinyatakan tidak bersalah. Pertimbangan Pemberian Abolisi dan Amnesti
Presiden Prabowo disebut memiliki banyak pertimbangan dalam memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto. Salah satunya demi menjaga keutuhan dan persatuan bangsa.
“Prinsip Bapak Presiden Prabowo dalam memimpin pemerintahan ini adalah bahwa jika kita ingin maju, maka semua harus dilakukan bersama-sama. Bergotong-royong. Persatuan menjadi sangat penting," kata Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Juri Ardiantoro di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025.
Menurut Juri, segala hal yang berkaitan dengan penguatan persatuan nasional akan terus diperjuangkan oleh Presiden. Karena itu, Presiden berkomitmen mengambil kebijakan apa pun yang dapat mempererat seluruh elemen masyarakat
"Jadi, kebijakan apa pun, termasuk kebijakan politik demi persatuan dan kesatuan, akan diambil oleh beliau," tegas Juri.
Juri mengatakan Tom Lembong dan Hasto telah memenuhi kriteria mendapatkan pembebasan hukum dari Presiden Prabowo Subianto. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Konstitusional
Langkah Presiden Prabowo memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti ke Hasto Kristiyanto dinilai konstitusional. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
"Amnesti dan abolisi secara eksplisit dikonstruksikan oleh norma dalam UUD 1945 sebagaimana terdapat dalam Pasal 14 ayat 2," kata pakar hukum tata negara Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid, dalam keterangan tertulis, Jumat, 1 Agustus 2025.
Fahri melihat abolisi dan amnesti yang diputuskan Presiden, telah berpijak pada kepentingan publik. Menurut dia, kepentingan itu objektif dan mendalam terkait stabilitas nasional dan persatuan bangsa.
"Presiden tentunya telah mengkalkulasi berbagai aspek dan element signifikan terkait dengan kepentingan negara yang jauh lebih besar dan holistik untuk sampai pada mengeluarkan deklarasi moral dan konstitusional atas kedua produk kebijakan elementer tersebut yaitu amnesti dan abolisi," kata Fahri.
Baca Juga: Pemerintah Pertimbangkan Kembali Beri Amnesti dan Abolisi untuk Narapidana
Respons positif juga diberikan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD terhadap langkah Presiden Prabowo atas pemberian abolisi terhadap Lembong dan amnesti bagi Hasto. Sejak awal, dia menilai kasus Lembong dan Hasto sudah sangat politis.
"Secara hukum tidak ada masalah karena konstitusi memang memberikan hak dan wewenang kepada Presiden untuk memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Itu adalah semacam kebijakan khusus bagi Presiden untuk memberikan perubahan akibat dari sebuah proses peradilan," kata Mahfud dalam tayangan Breaking News, Metro TV, Jumat, 1 Agustus 2025.
Bagi Mahfud, pemberian pengampunan hukuman untuk Lembong dan Hasto merupakan langkah yang baik dari seorang presiden. Dia tak ada masalah dengan hal tersebut.
"Karena apa? Karena mafia peradilan itu bisa digunting atau ketidakadilan proses hukum itu bisa digunting secara sangat strategis yaitu proses pengadilannya. Orang boleh bermain-main mempolitisasi pada tingkat misalnya di aparat penegak hukum sebelum hakim, bisa menyuap jaksa, menyuap polisi, kongkalikong antara jaksa, polisi, dan hakim," jelas dia. Rehabilitasi Ira Puspadewi Cs
Setelah memberikan abolisi dan amnesti, Presiden Prabowo kembali membuat langkah berani dengan memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi.
Pemberian rehabilitasi ini juga berlaku untuk Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono yang juga terseret dalam korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN), oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) periode 2019–2022.
"Alhamdulillah pada hari ini Presiden RI Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut," ujar Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa, 25 November 2025.
Dasco menjelaskan keputusan rehabilitasi tersebut diambil setelah melalui rangkaian dinamika panjang sejak kasus ASDP mencuat pada Juli 2024. Pihaknya juga menerima masukan dan keberatan dari berbagai kelompok masyarakat.
"(Kami) menerima berbagai aspirasi dari masyarakat kelompok masyarakat kami kemudian meminta kepada komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap perkara yg mulai dilakukan penyelidikan sejak bulan Juli 2024," jelas Dasco.
Ira Puspadewi divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus dugaan korupsi yang sempat menjeratnya. Sedangkan, dua terdakwa lain, yakni Muhammad Yusuf Hadi dan Muhammad Adhi Caksono lainnya divonis 4 tahun penjara dan denda Rp230 juta subsider tiga bulan kurungan. Pertimbangan Rehabilitasi Ira Puspadewi Cs
Eks Dirut PT ASDP Indonesia Ferry Persero Ira Puspadewi bersama Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono resmi bebas dari tahana KPK. Foto: Metrotvnews.com/Candra
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengungkapkan alasan Kepala Negara memberikan hak rehabilitasi buat Ira Puspadewi cs. Dia mengatakan pemberian rehabilitasi itu berawal dari aspirasi masyarakat yang diterima DPR.
Aspirasi itu disampaikan kepada pemerintah lewat Kementerian Hukum (Kemenkum). Pemerintah kemudian menindaklanjuti masukan tersebut.
"Surat usulan dari permohonan dari DPR yang kemudian ditindaklanjuti dalam satu minggu ini oleh Menteri Hukum (Supratman Andi Agtas)," ungkap Prasetyo di Istana, Jakarta, Selasa, 26 November 2025.
Menkum Supratman Andi Agtas bersurat kepada Presiden Prabowo agar menggunakan hak rehabilitasinya untuk Ira dan dua pejabat ASDP lainnya, Adhi Caksono dan Muhammad Yusuf Hadi. Surat diserta hasil kajian maupun surat usulan DPR.
Usulan rehabilitasi tersebut ke rapat terbatas (ratas) bersama Prabowo Subianto. Kemudian, Kepala Negara memutuskan menggunakan hak rehabilitasi. Sesuai Prosedur
Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menegaskan pemberian rehabilitasi kepada tiga terpidana kasus dugaan korupsi dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada 2019–2022 telah sesuai prosedur. Yakni, ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan konvensi ketatanegaraan yang berlaku.
"Sebelum menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) rehabilitasi kepada tiga mantan Direksi PT ASDP tersebut, Presiden sudah meminta pertimbangan Mahkamah Agung (MA)," kata Yusril dikutip dari Antara, Selasa, 25 November 2025.
Yusril mengatakan MA telah memberikan pertimbangan tertulis menjawab permintaan Presiden Prabowo. Bahkan pertimbangan MA telah disebutkan dalam konsiderans keputusan Presiden mengenai pemberian rehabilitasi itu.
Baca Juga: Resmi Bebas, Ira Puspadewi Ungkapkan Terima Kasih ke Presiden Prabowo
Di samping itu, putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili ketiga direksi PT ASDP tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Ketiganya maupun jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengajukan banding.
"Karena telah berkekuatan hukum tetap, maka Presiden berwenang untuk memberikan rehabilitasi kepada mereka," ungkap Yusril.
Pemberian rehabilitasi kepada individu warga negara Indonesia ini bukan yang pertama. Sebelumnya rehabilitasi pernah diberikan oleh Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie kepada Heru Rekso Dharsono pada 1998.
Presiden Prabowo juga belum lama ini telah memberikan rehabilitasi kepada dua guru di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yakni Abdul Muis dan Rasnal, yang kini telah kembali aktif sebagai guru setelah keduanya menjalani pidana sebagai pelaksanaan Putusan MA.



