Lautan kayu gelondongan menerjang Kabupaten Aceh Tamiang ketika banjir bandang pada akhir November lalu. Kayu-kayu itu kemudian tertahan di komplek sebuah pondok pesantren.
Bangunan di pondok pesantren ini sebagai benteng yang menyelamatkan permukiman sekitar dari terjangan kayu-kayu yang terbawa banjir bandang.
Salah satu dugaan utama mengapa bencana banjir bandang dan tanah longsor di wilayah Sumatera pada akhir November 2025 begitu parah adalah karena telah terjadinya deforestasi atau beralih fungsinya hutan menjadi lahan aktivitas yang lain
seperti perkebunan sawit, tambang, dan sebagainya.
Sejumlah data menyebutkan bahwa deforestasi di wilayah Sumatra dari tahun 2023 ke tahun 2024 telah meningkat tiga kali lipat. Dari 33 ribu hektare menjadi 91 ribu hektare.
Baca Juga :
Dramatis, Warga Tapanuli Selatan Sebrangi Sungai dengan Perahu KaretPesantren Darul Mukhlisin seluas empat hektare itu kini tertutupi dengan kayu-kayu gelondongan.
"Kayu-kayu ini berasal dari pegunungan yang dibawa oleh banjir. Ketika kejadian banjir, kami sedang istirahat tidur malam. Kemudian pagi harinya sudah banyak kayu seperti ini," kata Ketua Yayasan Darul Mukhlisin Muhammad Subhan.
"Dan ini bukan 1 meter-2 meter kedalamannya. Ini hampir 5 meter kedalaman. Di bawah ini banyak sekali kayu-kayu yang besar-besar dan bangkai di bawah tumpukan kayu gelondongan," tambahnya.
Kini, para santri sudah kembali ke pihak keluarga setelah sempat mengungsi di rumah-rumah warga setempat.
Sampai berita ini dibuat, sebagian besar wilayah Aceh Tamiang tak kunjung mendapat aliran listrik dan kesulitan mendapatkan air bersih.



