Timnas SEA Games Gagal Total, Ke Mana Ketum PSSI Erick Thohir?

harianfajar
9 jam lalu
Cover Berita

FAJAR, JAKARTA — Kegagalan Timnas Indonesia U-22 di SEA Games 2025 Thailand bukan sekadar cerita tentang kalah dan menang di lapangan hijau. Lebih dari itu, hasil buruk ini membuka kembali pertanyaan besar soal arah kebijakan, tata kelola, serta pembagian tanggung jawab di tubuh PSSI. Di tengah kekecewaan publik, satu pertanyaan menggema: ke mana peran Ketua Umum PSSI Erick Thohir ketika Timnas SEA Games gagal total?

Timnas Indonesia U-22 harus mengakhiri kiprahnya lebih cepat setelah gagal lolos ke semifinal. Ini bukan hanya kegagalan biasa. Untuk pertama kalinya sejak SEA Games 2009, Indonesia tersingkir di fase grup. Secara historis, ini adalah kegagalan keenam sejak Indonesia ikut SEA Games pada 1977—dan ironisnya, tiga di antaranya terjadi saat Thailand menjadi tuan rumah: 1985, 2007, dan kini 2025.

Founder Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali, menilai kegagalan ini merupakan alarm keras bagi sepak bola nasional. Ia menyebut hasil ini sebagai cermin persoalan struktural yang lebih dalam, bukan sekadar kesalahan teknis pelatih atau performa pemain di lapangan.

“Ini bukan sekadar kalah biasa. Ini alarm keras,” tegas Akmal saat dihubungi, Minggu (14/12).

Sorotan utama Akmal mengarah pada penanggung jawab Timnas U-22 SEA Games, yakni Zainuddin Amali. Sejak awal, Amali mengusung target emas dan menunjuk Indra Sjafri sebagai pelatih kepala. Namun, target tinggi tersebut dinilai tidak sejalan dengan realitas persiapan yang sangat singkat.

Fakta bahwa persiapan Timnas U-22 SEA Games 2025 hanya berlangsung beberapa bulan menjadi kontradiksi besar. Bandingkan dengan SEA Games 2023, ketika Indra Sjafri diberi waktu hampir tiga tahun untuk membangun tim secara bertahap dan sistematis—yang berujung medali emas.

“Target emas dicanangkan, tapi fondasi persiapannya jauh dari ideal. Ini kontradiksi kebijakan yang harus dipertanggungjawabkan,” ujar Akmal.

Situasi ini semakin mempertegas adanya problem koordinasi dan kejelasan struktur tanggung jawab di PSSI. Pernyataan anggota Exco PSSI Arya Sinuligga di Instagram yang menyebut, “urusan Timnas sepak bola putra untuk SEA Games, saya tidak mengerti (silakan tanya yang mengerti),” menjadi sinyal kuat bahwa Timnas SEA Games memang berada di bawah kendali Zainuddin Amali.

Lantas, di mana posisi Erick Thohir sebagai Ketua Umum PSSI?

Secara struktural, Ketum PSSI tentu berada di puncak pengambilan kebijakan. Meski ada pembagian tugas, kegagalan sebesar ini tak bisa dilepaskan dari tanggung jawab kolektif federasi. Absennya suara atau sikap tegas Erick Thohir pasca kegagalan membuat publik bertanya-tanya: apakah PSSI sepenuhnya menyerahkan Timnas SEA Games ke satu figur, tanpa mekanisme kontrol yang kuat?

Dari sisi kepelatihan, Akmal menilai SEA Games 2025 menjadi fase terburuk Indra Sjafri. Setelah mengoleksi perak pada 2019 dan emas pada 2023, Indra kini harus menerima kenyataan pahit tersingkir di fase grup.

Padahal, rekam jejak Indra Sjafri di level usia terbilang gemilang. Ia pernah mengantar Indonesia juara Piala AFF U-19 2013 dan 2024, Piala AFF U-22 2019, serta emas SEA Games 2023. Namun, menurut Akmal, tak ada sosok yang kebal dari siklus prestasi.

“Setiap orang ada zamannya. Kini, sepertinya kita memasuki era kegelapan bagi Indra Sjafri setelah sekian lama penuh bintang prestasi,” katanya.

Meski begitu, Akmal menegaskan evaluasi tidak boleh berhenti pada pelatih semata. Ia mengingatkan bahwa fluktuasi prestasi adalah hal lumrah dalam sepak bola, bahkan di negara besar. Italia, misalnya, gagal lolos ke Piala Dunia dua edisi beruntun. Namun perbedaannya terletak pada keberanian untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan konsisten.

“Evaluasi bukan hanya mengganti pelatih, tapi membangun kembali pondasi yang roboh agar lebih kokoh,” ujar Akmal.

Ia mendorong PSSI melakukan audit menyeluruh terhadap program Timnas U-22: mulai dari perencanaan, pemilihan pemain, sistem kompetisi usia muda, hingga siapa sebenarnya pengambil keputusan utama. Tanpa evaluasi jujur, kegagalan serupa berpotensi terulang.

Akmal juga menekankan pentingnya konsistensi filosofi sepak bola Indonesia sesuai roadmap 2045 menuju Golden Era. Menurutnya, terlalu sering arah kebijakan berubah setiap kali terjadi pergantian pelatih atau pejabat, membuat pembangunan timnas berjalan zig-zag.

“Kita butuh arah yang konsisten. Bukan euforia sesaat, bukan pula reaksi panik ketika gagal,” tegasnya.

Pada akhirnya, kegagalan Timnas SEA Games 2025 adalah tanggung jawab bersama. Publik menunggu sikap tegas dari PSSI, termasuk Erick Thohir sebagai Ketum. Bukan sekadar pernyataan normatif, melainkan langkah konkret untuk membenahi sistem.

“Sekarang waktunya berbenah dan mengambil hikmah. Habis gelap, terbitlah terang. Tapi terang itu hanya datang jika kita berani jujur dan bertanggung jawab,” pungkas Akmal.

SEA Games 2025 telah berlalu, meninggalkan luka dan tanda tanya. Jawaban atas kegagalan ini akan menentukan apakah sepak bola Indonesia benar-benar belajar dari kesalahan, atau kembali mengulang siklus gelap yang sama.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Menko Airlangga Usul Terapkan WFA 29-31 Desember, Presiden Prabowo Tepuk Tangan
• 1 jam lalukompas.tv
thumb
Airlangga Soroti Strategi Mobil Nasional Vietnam, Vinfast Jadi Raja di Negara Sendiri
• 6 jam lalubisnis.com
thumb
Banjir Melanda Sejumlah Titik di Bali, Evakuasi Dilakukan
• 1 jam lalutvrinews.com
thumb
Emak-emak Sibolga Lega Dapat Susu dan Obat dari UMI Makassar
• 5 jam lalufajar.co.id
thumb
Menhut Akan Cabut 22 Izin PBPH Seluas 1Juta Hektare, termasuk di Sumatera
• 10 jam lalukumparan.com
Berhasil disimpan.